#63. Sebuah Lamaran..

Start from the beginning
                                    

"Bolehkan aku mengatakan iya?" Tekan Jinxu Cang.

"Ck! Coba beri aku alasannya?" Ujar Xue luan.

"Bukankah aku sudah sampaikan? Lagi pula, bagaimana nasib putri Chonzue yang selama ini berpikir jika dialah yang akan menjadi permaisurimu?" Ujar Jinxu Cang mengingatkan kembali.

"Rencana penyatuan itu hanya karena politik, tapi aku sadar jika aku tidak menginginkannya." Tolak halus Xue luan.

Jinxu Cang semakin marah dan memilih pergi dari aula istana. Tak ada satupun Mentri maupun pejabat istana lainnya yang berani menentang keputusan Kaisar Lu. Hanya perdebatan antara Jinxu Cang dan Kaisar Lu saja yang terdengar di aula itu. Semuanya diam membisu dan menerima meski dengan berat hati. Setelah rapat selesai, di kediaman kekaisaran Jinhou datang menemuinya dan mempertanyakan perihal tadi.

"Kaisar? Anda sungguh ingin menjadikan nona Li heeng permaisuri?" Tanya Jinhou.

"Tentu. Apa aku terlihat sedang bercanda?" Jawab Xue luan.

"Emm.. ti-tidak, Kaisar." Jinhou menunduk.

"Saat ini dia sedang sibuk meluangkan tenaganya untuk memulihkan kondisi sudut kota, hm.. apa perlu aku beri dia hadiah? Karena kelihatannya dia bekerja keras di sana." Jawab Xue luan.

"Ku akui, nona Li heeng sangat peduli terhadap rakyat miskin itu, tapi-"

"Jinhou? Rakyat miskin itu adalah rakyatku juga." Sela Xue luan.

"Iya Kaisar, hamba tau itu. Tapi keputusan anda terlalu buru-buru, tidakkah menunggu waktu yang tepat?" Jinhou khawatir Kaisarnya salah memilih langkah.

"Sampai kapan? Sampai Li heeng pergi dari hidupku? Aku tidak bisa membebaskannya lagi, dan aku harus mengikatnya agar tetap di sisiku." Jelas Xue luan.

Sifat keras kepala yang dimiliki Xue luan, membuat Jinhou tidak berdaya. Mau tidak mau, Jinhou mengiyakan meski ia tau resikonya akan sangat besar bagi istana itu.

Di sisi lain, Li heeng kerja keras membantu semua rakyat kecil itu. Bolak-balik ia mengangkat barang dan membantu setiap orang yang berpindahan ke rumah baru. Mulai dari pakaian, bahan pangan, hingga rumah, sudah layak untuk dihuni. Rasanya lega melihat mereka semua hidup dengan aman dan nyaman. Waktu terus berjalan, dan tugas tahunan istana mulai berangsur selesai. Sebulan berlalu begitu cepat, dan Li heeng memutuskan kembali ke istana. Sebelum berangkat, beberapa penduduk miskin itu memberikan hormat dengan bersujud di hadapan Li heeng. Kebaikan yang Li heeng tinggalkan, membuat para penghuni di tempat itu sangat menghormatinya. Li heeng terkejut dan membantu mereka berdiri.

"Kalian tidak perlu seperti ini, aku tulus membantu kalian. Kumohon bangunlah! Jangan membuatku jadi tidak enak hati." Ucap Li heeng.

"Nona? Hatimu sangat mulia, kau sama sekali tidak jijik ataupun risih berada di tengah kami. Terima kasih, nona!!" Ucap salah satu penduduk.

"Kalian berlebihan, seharusnya aku yang minta maaf, karena baru menyadari penderitaan kalian." Ujar Li heeng.

"Sering-seringlah datang ke sini, maka kami akan menyambutmu dengan senang hati." Ujar wanita paruh baya.

"Nona? Kau adalah peri bagi kami." Tutur bocah berusia 8 tahun.

"Benarkah? Haha!! Aku jadi terharu, kalau gitu sampai jumpa!!" Ujar Li heeng sembari melambaikan tangan dan pergi dari tempat itu.

Saat keluar dari kawasan penduduk, Li heeng terheran melihat tandu kerajaan beserta pengawal tengah berdiri menunggu. Ia celingak-celinguk menatap sekeliling namun, tidak ada bangsawan di tempat itu. Ia pun mendekati mereka dan bertanya.

"Kalian sedang menunggu siapa?" Tanya Li heeng dan salah satu pengawal itu membungkuk hormat di hadapannya.

"Nona? Kami sedang menunggu anda." Jawab pengawal itu.

Lotus PerakWhere stories live. Discover now