BAB 95: Cinta yang Hilang

125 10 2
                                    

Brandon

Tiga hari ini Brandon tidak henti mencari keberadaan Arini. Dia menghubungi Siti, Widya dan teman-teman yang lain, tapi tetap saja tidak ada yang tahu di mana wanita itu berada sekarang. Ingin menghubungi Asma di Bukittinggi, tapi diurungkan. Mustahil istrinya pulang ke sana setelah dibuang oleh keluarga sendiri.

Rindu yang menggebu bercampur rasa takut membuat batin Brandon tidak tenang. Akhirnya, ia kehilangan lagi wanita yang sangat dicintai.

"Lo udah janji nggak akan tinggalin gue, In," desah Brandon di balik meja kerja.

Sejak Arini pergi, semangat untuk bekerja menurun drastis. Gairah hidup seakan direnggut pergi bersama dengan wanita tersebut. Setiap malam ia selalu merindukan sang istri. Ah, lebih tepatnya di setiap aliran darahnya, ia rindu Arini. Detak jantung Brandon pun menyerukan namanya.

"Pulang, In," gumamnya penuh harap.

Brandon mengambil ponselnya lagi dan mencoba menghubungi Arini, tapi hasilnya tetap nihil. Nomor sang istri masih belum aktif. Dia mengirimkan pesan yang sama lagi menanyakan keberadaan wanita itu dan memintanya pulang. Tetap hanya ada tanda check list satu yang muncul di layar.

Mata Brandon terpejam erat ketika otak berpikir lebih keras dari biasanya. Dua hari lagi adalah hari pernikahan pria itu dengan Sheila. Hingga detik ini belum ada kabar apa-apa mengenai siapa dalang yang menyuruh Ibra menyerang Arini, begitu juga dengan hasil audit eksternal.

Brandon mengembuskan napas frustrasi. Kenapa situasi menjadi rumit begini? Dia kehilangan Arini untuk kedua kali dan dua hari lagi harus menikah dengan wanita yang tidak dicintai. Harapan menyeret Ayu ke pihak berwajib atas tuduhan penggelapan dana dan suap, sebelum hari pernikahan sepertinya tidak akan terwujud.

"Ya Tuhan. Hamba mohon, berikanlah keajaiban," bisik Brandon penuh harap di ujung asanya.

Ditinggalkan istrinya, membuat Brandon jadi rajin beribadah. Bacaan salat yang dilupakan, kini ia hafal lagi. Dia bahkan sampai melaksanakan salat Tahajud di sepertiga malam terakhir. Bersimpuh dan mengemis kepada Tuhan agar Arini segera kembali. Kehilangan Arini, memberi hikmah tersendiri kepada perjalanan spiritual Brandon.

Suara ketukan pintu membuat mata sayu yang tadinya terpejam, menjadi terbuka. Dari sela tirai horizontal, Brandon melihat seorang pria bertubuh tegap berdiri di sana.

"Masuk, Pak," sahutnya setelah tahu pasti orang itu adalah sekretarisnya.

Habib masuk dengan raut wajah berbeda. Tampak lebih cerah dari biasa. Di tangannya, terdapat dua amplop cokelat berukuran besar.

"Ada kabar baik, Pak," tutur pria itu tidak bisa menyembunyikan senyum.

Untuk pertama kali, Brandon melihat lelaki itu tersenyum walau hanya sebentar. Pandangan Brandon tertuju ke arah amplop cokelat yang dibawa Habib.

"Ini rekap hasil audit," info Habib meletakkan kedua amplop tersebut di atas meja.

"Dan saya barusan dapat kabar dari kantor polisi. Akhirnya Ibra mau buka mulut tentang orang yang membayarnya untuk menyerang Bu Arini," sambung Habib menatap sedih Brandon.

Habib tahu persis bagaimana berubahnya Brandon pasca Arini pergi. Pria itu berubah jadi murung dan tidak banyak bicara. Tersenyum pun tidak mampu. Selama dua hari, Brandon tidak masuk ke kantor karena harus mencari Arini.

Dia jadi teringat dirinya sendiri, setelah kepergian istri tercinta selama-lamanya. Habib sangat memahami bagaimana perasaan Brandon yang kehilangan Arini.

Tangan Brandon yang ingin meraih amplop tadi bergerak kaku. Kepalanya terangkat dengan kening berkerut.

"Siapa dalangnya?" tanya Brandon saat matanya memerah.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Onde histórias criam vida. Descubra agora