BAB 44: Cinta Pertama dan Cinta Terakhir

168 12 0
                                    

Brandon

Pagi ini suasana hati Brandon terasa berbeda. Begitu ringan, hangat dan nyaman. Apalagi setelah mengetahui Arini jatuh cinta kepadanya. Semula, ia hampir meledek wanita itu karena terlalu sulit mengatakan cinta. Namun, ia sadar kalau ini adalah pertama kali bagi Arini jatuh cinta.

Brandon tahu persis berapa pria yang hadir dalam hidup wanita itu. Satu-satunya yang pernah dipacari hanyalah kakak kelas mereka ketika SMA. Itu hanya sebagai pembuktian bahwa Arini adalah gadis normal, tidak seperti yang ditudingkannya. Kemudian, sahabatnya menikah setelah dijodohkan oleh sang ayah tanpa rasa cinta.

Tentu saja Brandon merasa pria yang paling beruntung di dunia. Bagaimana tidak? Dia menjadi cinta pertama dan mungkin cinta terakhir Arini. Dan, dia juga yang telah merenggut keperawanan wanita itu. Dia berjanji tidak akan pernah membuatnya menangis dan akan menjaganya sepenuh hati.

"Hidup sekali, jatuh cinta sekali walau menikah tidak sekali, Bran," ucap Arini suatu waktu menirukan kalimat yang diucapkan Rahul di film Kuch Kuch Hota Hai. Tentu saja dengan perubahan kecil di bagian akhir kalimat.

Brandon justru sebaliknya. Meski Arini bukan cinta pertama, tapi ia akan menjadikannya sebagai cinta terakhir. Ah, benarkah Arini bukan cinta pertamanya? Ataukah ia hanya tidak menyadari sejak awal? Hanya Tuhan dan penulislah yang tahu. (Sini aku bisikin. Arini adalah cinta pertama Brandon, bukan Moza. Hanya dia yang belum sadar waktu itu. Hahaha)

Mata sayu Brandon mengamati Arini yang tidur pulas seperti bayi. Bibir sedikit terbuka, beruntung tidak ada cairan yang keluar dari sana. Meski demikian, tetap saja membuatnya semakin gemas. Keinginan menikah dengan wanita itu semakin menggebu. Dia ingin mencurahkan seluruh kasih sayang hanya untuk Arini seorang, jika menikah nanti.

Namun, keinginan itu tidak bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Dia harus melewati rintangan pertama dalam hubungan mereka. Perjodohan konyol yang mungkin akan berakhir dalam ikatan pernikahan. Keningnya berkerut ketika ingat dengan masalah satu ini. Brandon mulai memutar otak yang tidak sepintar Arini. Bagaimana ia bisa lolos dari perjodohan, tapi tidak membuat Lisa kehilangan Sandy?

"Bran." Arini bergumam seraya merapat ke tubuh Brandon. Tangan kirinya melingkar di balik pinggang ramping itu.

"Ya? Udah bangun?" balas Brandon lembut, menyeka poni yang menutup sebagian mata Arini. Mungkin sudah saatnya poni itu dipotong sedikit.

Arini mengangguk sambil mengerjap. "Jam berapa sih?" tanyanya dengan suara serak.

"Baru setengah lima, In."

Mata cokelat lebar itu terbuka sepenuhnya ketika raut kaget muncul di wajah. "Gue harus mandi sekarang. Bisa telat kalau leha-leha."

Hari ini, Arini masuk sif pertama. Mulai pukul 06.00 dan pulang pukul 15.00. Dia harus segera bangkit dan berangkat ke kantor.

"Pelan-pelan aja nanti pusing loh," tegur Brandon ketika melihat Arini buru-buru bangun.

"Iya." Arini mengusap kening yang terasa pusing. Barangkali disebabkan kurang tidur tadi malam. Waktu tidur terpangkas karena kedatangan Moza.

Setelah diam di posisi duduk sebentar, Arini langsung turun dari tempat tidur. Sesaat kemudian, tubuh ramping itu sedikit huyung ke kanan.

"Lo nggak apa-apa, In?" Dengan sigap Brandon langsung menangkap lengan Arini. "Kalau pusing izin aja dulu. Nanti gue yang ke dokter buat minta surat keterangan sakit."

Kecemasan Brandon bertambah ketika melihat paras Arini pucat. Dia tidak ingin terjadi apa-apa kepada wanita itu, jika pingsan pada jam kerja.

Arini menggelengkan kepala pelan. "Gue nggak apa-apa kok. Cuma kurang tidur aja. Lo tahu 'kan kalau gue nggak kuat kalau tidur kurang dari lima jam?"

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora