BAB 71: Hari yang Berat

80 9 2
                                    

Brandon menatap muram Arini yang sudah memasangkan lagi kalung di leher. Dia baru sadar kalau wanita itu telah melepaskan cincinnya, lalu menggantungkannya di kalung yang dikenakan.

"Udah, jangan protes!" tegas Arini mengusap cincin Brandon yang berada tepat di dadanya.

"Turun yuk!" ajaknya dengan seulas senyum ringan. Berusaha seakan tidak ada beban di dalam hati sekarang.

Tarikan napas berat terdengar di sela hidung Brandon, sebelum membuka tuas pintu. "Balikin lagi habis acara," katanya kemudian.

Arini menundukkan kepala sembari mengusap bagian dalam cincin Brandon. Pandangannya beralih ke kiri saat pria itu sudah membuka pintu. Tilikan mata cokelat lebar itu terpaku kepada tangan yang diulurkan kepadanya.

"Nggak akan ada yang lihat," tutur Brandon dengan tangan masih menggantung.

Kepala yang dihiasi rambut panjang tersebut menggeleng pelan. "Kalau ada yang lihat bisa bahaya."

Brandon mendesah, lalu menarik tangan istrinya ke posisi berdiri. Mau tidak mau, Arini harus menuruti kemauan pria keras kepala ini. Langkah kaki mereka segera diayunkan menuju ruang tempat lift berada. Namun, ketika tiba di dekat mobil ketiga dari tempat kendaraan mereka parkir tadi, Brandon mendengarkan sesuatu.

Pria itu menoleh ke kiri dan melihat sepasang kekasih sedang berciuman panas, sampai menghasilkan bunyi pantulan di area basemen yang sepi. Tawa singkat meluncur dari sela bibirnya ketika berhasil mengenali mereka.

"Kok berhenti?" tanya Arini kebingungan.

Brandon mengerling ke mobil sedan berwarna silver. "Tuh lihat. Mereka aja masa bodoh, In."

Arini ikut menengok ke arah yang sama. Dia melihat Sheila dan Ade sedang adu mulut dengan penuh gairah dan lapar. Sampai-sampai tidak sadar ada sepasang kekasih lain yang menonton aksi panas mereka.

Perhatian Arini kembali beralih kepada Brandon. Dia menggelengkan kepala saat mengetahui maksud tatapan suaminya.

"Jangan gila deh, Bran," cetus Arini seraya mendorong tubuh Brandon menuju ruang lift.

"Gila kenapa?" Kening Brandon berkerut tidak senang. "Mereka masih pacaran loh, In. Sedangkan kita udah nikah. Halal!"

"Nggak di sini dan nggak sekarang!" tegasnya menggeleng lagi.

Brandon meraih pinggang Arini, kemudian menarik tubuh ramping itu merapat. "Lihat mereka, gue jadi pengin, In," bisiknya mendekatkan wajah.

"Bran!" Arini melotot galak. "Gue udah pake lipstik."

"Trus?" Brandon tidak mengalihkan pandangan dari bibir Arini yang berkerut-kerut, karena kesal.

"Nanti belepotan."

Pria itu menegakkan lagi tubuh, sebelum tersenyum nakal. "Kalau gitu, lo tanya sama Sheila. Dia pakai lipstik apa?" katanya mengedipkan sebelah mata.

Arini memutar bola mata seraya geleng-geleng kepala. "Pasti mahal," balasnya singkat.

Brandon menekan tombol naik, sebelum merespons istrinya. "Gue yang belikan."

"Bran!"

"Kenapa? Takut harganya mahal?" Kedua alis Brandon naik ke atas. "Semahal apa sih?"

Bahu Arini naik singkat. "Mana gue tahu."

"Kalau gitu PR (Pekerjaan Rumah) buat lo. Habis acara tanya sama Sheila merek lipstik yang dia pakai," tanggap Brandon santai.

Begitu pintu lift terbuka, Brandon langsung menarik istrinya masuk. Selama di dalam kotak besi tersebut, dia tidak henti menggoda Arini. Melihat wajah kesal sang istri membuat hatinya sedikit terhibur. Apalagi dalam hitungan menit, pria itu akan bertunangan dengan wanita lain. Perempuan yang baru saja berciuman dengan kekasihnya di dekat mobil.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now