BAB 25: Rencana Lisa

191 18 3
                                    

Sumpah demi apapun, tulang kaki Arini terasa seperti jeli ketika berjalan keluar dari kamar. Setelah berdebat kecil dengan Brandon barusan, ia akhirnya memutuskan bertemu dengan Lisa di ruang tamu. Tidak ada jalan untuk kabur dari masalah ini. Apapun itu ia harus menghadapi, meski risiko kehilangan Brandon dan Lisa jauh lebih besar terjadi.

Kepalanya menunduk sangat dalam di sela perasaan yang berkecamuk. Malu lebih mendominasi sekarang. Apa yang akan dikatakan kepada Lisa? Arini berani bertaruh reaksi wanita paruh baya itu akan sama dengan orang tua lain, setelah tahu ada wanita yang tidur dengan anaknya. Cap perempuan murahan tentu bisa disematkan, apalagi statusnya yang rentan dengan penilaian picik yaitu janda.

"Rin," sapa Lisa terdengar lembut. Tidak ada emosi yang terdengar dari nada suaranya.

Arini masih belum berani mengangkat pandangan, meski Brandon memegang erat tangannya sebagai bentuk dukungan penuh. Terutama setelah mendengar sapaan bersahabat dari Lisa. Wanita paruh baya itu tidak mengamuk atau menjambak rambutnya.

Tiba-tiba ia merasakan jari-jari lembut berada di bawah dagu. "Angkat kepala kamu, Rin," ujar Lisa menarik dagu Arini ke atas.

Wanita itu bisa melihat Lisa dengan benar. Tidak ada gurat yang perlu Arini khawatirkan tertampil di parasnya. Justru sorot mata cokelat wanita paruh baya itu tampak begitu muram.

"Aku ... aku minta maaf, Tan," ucap Arini tercekat. Rasa malu ditambah bersalah menjadi satu.

Lisa mengangguk pelan, kemudian berujar, "Duduk dulu. Ada yang mau Tante bicarakan sama kalian."

Arini dan Brandon jalan beriringan menuju sofa. Brandon memilih duduk di sofa single, sementara Arini tepat di samping Lisa. Suasana sempat hening ketika wanita paruh baya itu belum mengatakan apa-apa lagi, hingga lima menit kemudian.

"Akhirnya impian Mama jadi kenyataan," cetus Lisa membuka percakapan.

Tatapan bingung jelas terpancar di sorot mata Arini dan Brandon. Impian Lisa jadi kenyataan? Itulah poin kebingungan mereka.

Lisa meraih tangan Arini, kemudian tersenyum hangat. "Tante selalu berharap kamu dan Brandon jatuh cinta, Rin. Sebenarnya hanya kamu yang tante inginkan jadi menantu."

Ada sebuah kehangatan merasuk ke relung hati Arini mendengar perkataan Lisa. Apakah ini artinya ia diterima sebagai menantu oleh wanita paruh baya itu? Apakah statusnya tidak menjadi masalah?

Pandangan Lisa beralih ke arah Brandon yang tersenyum lega. "Waktu kamu nikah, Brandon benar-benar frustrasi, Rin. Setiap hari uring-uringan, seperti kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya."

Arini ikut menoleh kepada Brandon yang wajahnya kini bersemu merah. Sudah pasti karena jengah mendengar penuturan sang ibu yang sesuai dengan fakta.

"Saat itulah Tante tahu kalau Bran jatuh cinta sama kamu," sambungnya kemudian, "hidupnya tidak bisa dikatakan hidup, setelah kamu nikah. Bran selalu murung. Kalau senyum juga dipaksakan."

"Awalnya Tante pikir semua karena pernikahan kedua Om, tapi ternyata bukan." Lisa menarik napas sebentar, kemudian melihat Arini dengan seulas senyum. "Tante berusaha buat Bran kembali lagi seperti semula. Tante rancang semua pertemuan dengan anak-anak teman Tante. Tentu saja berharap, dia bisa lupakan kamu."

Pegangan tangan Lisa mengerat di jemari Arini. "Ternyata gagal. Tidak satupun dari perempuan itu bisa gantikan posisi kamu di hatinya."

"Setelah bertemu kamu lagi, Tante bisa lihat sinar kehidupan di matanya. Tapi Tante tidak temukan binar cinta di matamu untuk Bran, Nak."

Arini dan Brandon masih membungkam bibir, agar tidak menyela pembicaraan Lisa. Mereka memilih menjadi pendengar setia sampai wanita paruh baya itu selesai berbicara.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang