BAB 31: Pengkhianatan dan Kepercayaan

177 14 0
                                    

Brandon

Lisa menyelamatkan Arini dengan mengajaknya segera pergi berbelanja. Dia membawa Farzan juga, sementara Brandon harus disandera oleh ayahnya. Jika dibiarkan meja makan akan memanas dan terjadi kebakaran dahsyat di kediaman keluarga Harun.

"Apa maksud Papa mau carikan jodoh buat Iin?" Brandon memecah keheningan yang tercipta di antara ayah dan anak tersebut. Suhu ruang kerja Sandy naik drastis akibat tingginya lahar yang membakar tubuh pria itu.

"Papa hanya ingin berniat baik, Bran." Sandy menaikkan kaki kanan di atas kaki kiri dan bersandar nyaman di sofa ruang kerja. "Ya, sebagaimana Papa sudah bersedia kasih dia beasiswa."

"Jangan lupa. Arini sudah Papa anggap seperti anak sendiri, sama seperti kamu," sambung Sandy menunjuk ke arah Brandon.

"Tapi nggak harus carikan jodoh buat Iin. Apalagi buat aku!" tegas Brandon menaikkan volume suara.

Brandon menahan diri untuk tidak memaki Sandy. Bahkan sejak tahu sang Ayah menikah lagi, ia lebih baik menghindar dan meninggalkan rumah daripada bertengkar dengan pria ini. Apalagi Lisa sendiri sudah memaafkan kesalahan suaminya. Namun, jika hal ini berkaitan dengan Arini dan cintanya, urusan jadi berbeda.

"Kenapa, Bran?" Sandy tertawa singkat. "Arini menggoda kamu?"

Mata sayu Brandon menegang luar biasa. "Iin nggak pernah goda aku. Aku yang goda dia dan aku yang jatuh cinta sama dia!"

Sandy mengembuskan napas pendek. "Sejak kapan kamu percaya dengan cinta?"

Meski Brandon tidak tinggal di rumah lagi, Sandy masih memantau kegiatan putranya. Dia tahu kalau anak itu tidak pernah serius menjalin hubungan dengan siapapun.

"Sejak bertemu lagi dengan Iin dan jatuh cinta padanya."

Pria paruh baya itu diam dengan kepala mengangguk pelan. "Papa tidak akan urungkan niat menjodohkan kamu dengan Sheila. Dia anak—"

"Rekan bisnis Papa yang akan kasih keuntungan lebih banyak?" sela Brandon meneruskan perkataan Sandy.

"Ternyata cinta bisa bikin kamu lebih pintar, Bran," puji Sandy tersenyum miring. Sesaat kemudian embusan napas pelan keluar dari sela bibir. "Papa berniat pekerjakan Arini di perusahaan. Dia anak yang pintar dan pekerja keras. Cocok duduk di kursi manajer proyek."

"Tapi dengan syarat, dia harus jaga jarak sama kamu. Papa tidak ingin perjodohan ini gagal," terusnya tersenyum licik.

Tiba-tiba saja sebuah ide tercetus di kepala Brandon. Kalimat yang diucapkan Sandy barusan menimbulkan gagasan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

"Aku setuju dengan perjodohan konyol ini, hanya karena Mama. Jangan pernah lagi Papa bikin Mama nangis." Brandon menatap serius Sandy dengan kepala tegak. "Jika Papa sakiti hati Mama, aku nggak akan segan-segan hancurkan Papa sampai berkeping-keping."

Kedua alis Sandy naik ke atas. Sesaat kemudian dia tertawa keras. "Itu namanya anak Sandy Harun. Papa bangga sama kamu, Bran."

Dasar pria tua sinting. Diancam malah ketawa. Dia pikir gue bercanda? batin Brandon benar-benar dongkol.

"Kamu tidak perlu khawatir, Bran. Selagi kamu turuti kemauan Papa, tidak akan terjadi apa-apa sama Mamamu." Sandy mengacungkan jari telunjuk ke atas dengan bibir tertarik ke samping. "Jangan lupa kalau Papa sangat mencintai Mamamu."

Sekarang giliran Brandon terbahak sampai air mata nyaris menetes di pipi. "Sangat mencintai Mama, tapi malah selingkuh. Sampai punya anak haram!"

"Luar biasa sekali Bapak Sandy Harun ini," ledeknya seraya berdiri mengeratkan genggaman tangan di kedua sisi tubuh.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now