BAB 65: Perubahan

91 7 0
                                    

Arini

Sejak tadi pagi sampai sore ini, Arini tidak berhenti memikirkan Moza. Apakah kondisinya baik-baik saja setelah menceburkan diri ke sungai? Apakah wanita itu akan berhenti mengejar Brandon, setelah tahu kebenarannya?

"Mikirin apa lagi sih, Sayang?" bisik Brandon ketika bus melaju ke tempat penginapan.

Hari ini energi mereka terkuras banyak, karena kegiatan outing yang padat. Mulai dari bermain flying fox, memanah, paintball, hingga arung jeram. Alhasil sepanjang perjalanan banyak karyawan yang memilih tidur.

Arini menoleh sebentar ke arah Brandon, sebelum mengalihkan perhatian ke tempat Moza duduk. Dia tidak bisa melihat wanita itu, karena terhalang oleh Fahmi.

"Kira-kira Moza baik-baik aja nggak sih?" balasnya ikut merendahkan suara.

"Lo nggak lihat dia masih hidup tuh?" kata Brandon malas-malasan.

"Lo ih." Arini gemas ketika mencubit pinggang Brandon. "Bukan itu maksud gue. Sejak kejadian tadi, dia lebih banyak diam. Biasanya 'kan nggak bisa diam."

Dia ingat ketika berpapasan, Moza terlihat menghindar. Wanita itu sampai berputar ke tempat lain, agar tidak bertemu dengan Arini. Biasanya di kantor, malah sering menghampirinya walau hanya sekedar mengganggu konsentrasi ketika bekerja.

"Udah biarin aja dia, In." Brandon menyipitkan mata, lalu melipat tangan di dada.

"Sekarang pikirkan apa kita perlu kamar berdua, biar bisa bercinta," tambahnya memelankan volume suara.

"Gue lagi datang bulan, Bran," cibir Arini.

Brandon mendesah kecewa. "Masih lama ya?"

Arini mengangguk. "Dua hari lagi," katanya seraya meraba dada Brandon. "Sabar ya."

Pria itu menangkap tangan Arini, lalu mengecup punggungnya. "Harus sabar. Dua hari lagi."

Lima belas menit kemudian, bus memasuki area resort di daerah Pancawati. Begitu bus berhenti sempurna di parkiran, semua karyawan turun. Mereka membawa barang masing-masing menuju kamar yang telah disediakan. Perusahaan menyewa kamar yang bisa menampung sekitar delapan orang.

Arini dan Brandon berhenti ketika tiba di depan kamar yang bersebelahan. Mereka berpamitan masuk ke dalam untuk menata barang dan mengambil tempat tidur. Arini menyusul Siti dan Widya yang sudah masuk duluan ke kamar.

Baru masuk dua langkah, ia mendapati kedua gadis itu memasang wajah masam. Kening Arini berkerut di balik poninya. Tilikan matanya pindah ke arah kasur paling ujung yang berdekatan dengan dinding. Ternyata Moza juga berada di kamar yang sama. Barulah ia tahu arti raut wajah yang ditunjukkan Siti dan Widya.

"Kenapa sih harus satu kamar sama si tante?" gerutu Widya cemberut.

"Gue masih bisa dengar," ujar Moza mencemooh, "lagian bukan gue yang pilih kamarnya. Udah ditentukan dari atas."

"Udah, mandi dulu sana," suruh Siti mendorong Widya agar tidak menimbulkan keributan lagi.

Arini meletakkan tas di kasur yang akan ditempati. Dia memilih tidur dengan Siti, sementara Widya dengan agent lainnya dari proyek TravelAnda.

"Kakak pegel nggak?" Siti mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Iya nih." Arini memukul pelan pundak hingga atas punggung. "Apalagi waktu main paintball tadi. Sakit banget pas kena peluru."

Siti tersenyum penuh makna. "Bang Brandon curi-curi kesempatan tuh biar bisa peluk Kakak," katanya cekikikan.

Gadis itu mengerling ke arah Moza dari balik bahu. Keningnya mengernyit saat wanita itu tidak menanggapi seperti biasa. Dia hanya tidur meringkuk di atas kasur menghadap ke dinding.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now