BAB 67: Tak Tertahankan

107 10 0
                                    

Arini melangkah pelan menuju taman. Dia baru saja mendapatkan pesan dari Brandon yang mengatakan tidak bisa tidur sejak tadi. Keinginan untuk memesan kamar sendiri pupus sudah. Waktu sudah lewat dari tengah malam, artinya sebentar lagi subuh menjelang.

"Hai cewek," sapa suara bariton tak jauh dari tempat Arini berjalan.

Senyum langsung mengembang melihat suaminya merentangkan tangan. Dengan ringan kaki Arini berlari kecil mendekati Brandon. Wanita itu melompat, lalu menjatuhkan diri ke dalam pelukan hangat sang suami yang begitu dirindukan.

Terbiasa tidur berpelukan selama hampir dua bulan belakangan, membuat mereka ketergantungan satu sama lain. Contohnya malam ini. Brandon bahkan tidak bisa tidur tanpa sang istri di sisinya.

"Gue kangen sama lo, In," ujar Brandon menangkupkan kedua belah tangan di pipi Arini yang dingin. Angin di daerah itu terasa begitu dingin. Apalagi malam mulai diselimuti embun.

"Gue juga," balas Arini mengeratkan lingkaran tangan di pinggang. Rasa hangat yang disalurkan tubuh Brandon benar-benar membuatnya nyaman.

Pandangan mata mereka beradu beberapa saat. Baru berpisah enam jam saja sudah membuat keduanya dilanda kerinduan. Bagaimana jika nanti Brandon harus menginap beberapa hari di rumah Sheila, andai mereka jadi menikah? Ah, sungguh tidak bisa dibayangkan.

Brandon mengamati paras Arini dan menemukan sesuatu di sana. Seperti ada yang disimpan oleh wanita itu dan belum dikatakan kepadanya.

"Kenapa?" tanya Brandon to the point.

Arini tersenyum kecut seraya menggelengkan kepala. Percakapan dengan Moza tadi mendengung di telinga.

"Gue udah punya anak. Laki-laki."

Pada saat itu Arini kaget luar biasa mendengar pengakuan Moza. Tidak pernah terbesit di pikirannya bahwa wanita itu telah menjadi seorang ibu. Anak yang lahir tanpa ikatan pernikahan. Rasa was-was langsung menyelimutinya ketika dugaan melanda.

"A-anak? Laki-laki?" ujar Arini tak percaya.

Moza menganggukkan kepala. "Ganteng banget, Rin. Masih kecil sih."

"Umur berapa?" Arini tidak bisa menahan diri untuk menanyakan berapa usia putra Moza. Andai anak itu adalah anak Brandon, kemungkinan ini akan menjadi ujian berikut yang akan dihadapi.

Senyum terulas di bibir tipis Moza. "Kenapa? Lo nggak lagi mikir kalau anak itu anak Brandon, 'kan?" selidiknya dengan sebelah alis ke atas.

Mata Arini yang ekspresi mudah dibaca, mengatakan apa yang ada di pikirannya. Tepat seperti sekarang, Brandon juga bisa mengetahui ada sesuatu yang ia pikirkan.

"Moza ternyata udah punya anak Bran," ungkap Arini pelan.

Kedua alisnya naik ke atas. "Oya? Trus?" pancing Brandon.

Pegangan tangan Arini pindah ke lengan Brandon. Kilat matanya menyiratkan sesuatu yang lain.

"In," desis Brandon curiga, "lo nggak mikir kalau anak itu anak gue, 'kan?"

"Lo ketemu Moza lagi tiga atau empat tahun lalu?" Arini malah balik bertanya.

"Gue berani sumpah nggak pernah ketemu lagi sama dia sejak tahu profesinya. Baru ketemu waktu di lift apartemen," papar Brandon mulai frustrasi.

"Kalau gitu bukan anak lo, Bran. Umurnya baru tiga tahun." Arini mendesah pelan. "Moza udah bilang sih kalau itu bukan anak lo. Dia sendiri nggak tahu Bapaknya siapa."

Wajah Brandon mengernyit masih berusaha membaca sorot mata Arini. "Trus kenapa lo jadi mikirin itu?"

Pegangan tangan Arini mengerat ketika kakinya berjinjit. "Gue jadi pengin punya anak juga," bisiknya nakal.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें