BAB 80: Duda Meresahkan

111 8 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Brandon bekerja lagi di The Harun's Group, setelah hampir lima tahun meninggalkan perusahaan milik keluarganya. Dia berangkat bersama istri tercinta yang tampak berbinar, karena akan bekerja lagi di perusahaan yang sama. Meski berbeda lantai, mereka masih akan sering bertemu ketika Arini membutuhkan persetujuan dan tanda tangan dari direktur pelaksana, terkait proyek-proyek yang akan ditangani.

"Ingat loh, jangan macam-macam di kantor. Apalagi kalau sampai recokin Pak Habib." Arini memperingatkan suaminya lagi.

Arini tidak dapat mengelak ketika suaminya menyebut nama Habib. Pria itu pasti tahu kalau Habib berstatus duda dengan satu anak, karena pada saat istrinya meninggal, Brandon masih bekerja di The Harun's Group. Dan sudah dipastikan Habib juga yang menjadi mentor sekaligus orang yang bisa dipercaya menemani Brandon kala itu.

Brandon mengangkat bahu singkat dengan pandangan masih lurus ke depan. Pikirannya masih tidak bisa tenang, sebelum berjumpa dengan Habib. Lebih tepatnya, ia ingin melihat apakah lelaki itu masih semenawan dulu atau sudah menua?

Dulu Habib seorang pria yang tampan, bertubuh bagus; tinggi dan tegap, sifat periang, pintar dan loyal terhadap perusahaan. Dia satu-satunya karyawan yang dipercayai oleh Lisa. Sehingga tidak heran jika wanita paruh baya itu memberitahukannya tentang pernikahan Brandon dan Arini.

Habib juga diminta untuk membimbing Arini dan Brandon sebelum menangani tugas-tugas mereka. Sesaat Brandon termenung dengan pandangan masih melihat jalan raya. Apakah Sandy sengaja menjodohkan Arini dan Habib dengan tujuan tertentu? Begitulah yang ia pikirkan.

Bisa jadi Papa mau adu domba gue dan Pak Habib, pikirnya.

Detik berikutnya ia menggeleng tegas, karena tidak mungkin seperti itu. Lagi pula tidak ada untung untuk Sandy, jika hubungan Brandon dengan Habib rusak. Bagaimanapun, pria paruh baya itu membutuhkan kehadiran putranya di perusahaan.

"Kenapa sih, Bran?" tanya Arini heran melihat Brandon seakan sibuk dengan isi kepalanya sendiri.

"Hah?" Brandon menengok ke kiri sebentar, lalu fokus lagi melihat jalanan. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. "Nggak kenapa-napa."

Mata Arini menyipit curiga. Hampir dua belas tahun menjalin persahabatan, ia tahu persis gelagat Brandon jika berbohong.

"Masa sih?" desaknya tidak percaya.

"Serius, Sayang." Brandon mengulurkan tangan ke kepala Arini dan membelainya lembut. "Gugup aja sih, karena balik lagi ke perusahaan setelah bertahun-tahun."

Arini manggut-manggut, lantas tersenyum menggoda. "Pertama kali juga lihat lo pakai jas kantoran lagi," tanggapnya mengusap lengan kokoh Brandon.

"Gimana? Nggak kalah keren dari lo, 'kan?" tutur Brandon pongah seraya menaik-naikkan kedua alis.

"Not bad," cibir Arini. Beruntung Brandon fokus lagi ke jalan raya, jadi tidak bisa melihat lidahnya yang terjulur. Mobil bisa berhenti mendadak, jika ia melihatnya. Haha!

Wajah Brandon mengerucut mendengar komentar istrinya. "Not bad? Berarti gue kalah keren dong."

Arini berdecak pelan. "Kenapa sih pengin kelihatan keren? Nanti kalau ada yang naksir gimana?"

Senyum penuh makna terulas di paras Brandon. Dia tahu kenapa Arini tidak memuji betapa tampan dirinya hari ini. Ternyata khawatir jika ia bisa menarik perhatian karyawan.

"Cemburu?"

"Nggak!" bohongnya.

"Ngaku aja."

"Nggak cemburu kok." Arini mendesah pelan ketika menyandarkan kepala ke jok kursi. "Tapi lega sih sekretaris lo bukan cewek muda dan seksi."

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang