BAB 42: Tamu Tengah Malam

139 11 0
                                    

Tekad Arini sudah bulat. Dia telah mengambil keputusan resign dari perusahaan outsourcing dan bekerja untuk Lisa di The Harun's Group. Bukan gaji dan jabatan yang diinginkan, melainkan membantu wanita paruh baya itu dengan ikhlas. Sudah bukan rahasia lagi, jika ia menyayangi Lisa seperti orang tua kandung sendiri.

"Lo yakin?" tanya Brandon setelah Arini mengutarakan niat kemarin sore.

"Setelah bertemu Ayu tadi, gue semakin yakin."

Arini menyayangi Farzan, tapi tidak dengan Ayu. Sikap pongah yang ditunjukkan istri kedua Sandy, membuat darah di dalam tubuh mendidih. Dia tidak akan membiarkan wanita itu menguasa harta jerih payah Lisa yang seharusnya untuk Brandon.

Selang dua jam setelah itu, Lisa juga menelepon dan menanyakan hasil pertemuan Brandon dengan Sheila. Wanita paruh baya itu merasa lega mendengar penjelasan dari putranya.

"Kalau begitu kamu tidak perlu khawatir, Rin. Percaya sama Tante dan Brandon. Kasih kami waktu dalam dua tahun untuk selesaikan semuanya." Lisa mendesah berat, seakan rasa bersalah menggerogoti hatinya. "Sebenarnya Tante ingin sekali kalian menikah terlebih dahulu. Siri juga tidak apa-apa."

Namun, Arini tetap bersikeras belum mau menikah sekarang. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah satunya perasaan yang mungkin saja sakit, jika melihat Brandon mengucapkan kalimat kabul nanti. Sekarang ia masih bisa memposisikan sebagai sahabat, bukan istri.

"Kalau begitu kapan Arini bisa kerja di perusahaan?" Lisa bahagia saat tahu Arini akhirnya memutuskan bekerja di The Harun's Group.

"Bulan depan, Ma. Soalnya Iin mau one month notice dulu di kantor yang sekarang. Katanya biar dapat surat pengalaman kerja." Brandon menjelaskan alasan kenapa Arini tidak bisa bergabung dalam waktu dekat.

"Kalau begitu setelah kamu tunangan dengan Sheila," desis Lisa dengan nada pelan.

"Tunangan?" Brandon bahkan tidak pernah memikirkan harus melewati proses tunangan terlebih dahulu.

"Iya. Bulan depan tunangan dan dua bulan setelah itu kalian menikah."

Brandon tidak bisa menutupi raut terkejut. Beruntung ada senyum lembut Arini yang menenangkan. Wanita itu bagaikan obat penenang di kala hati sedang gelisah.

Pesta pertunangan Brandon dan Sheila, akan digelar bulan depan di salah satu gedung yang dimiliki The Harun's Group. Setelah pertunangan, Lisa meminta Brandon bergabung juga di perusahaan sebagai direktur pelaksana, sesuai dengan keinginan Sandy. Pria paruh baya itu bisa malu jika putranya, calon menantu Dirgantoro yang memiliki kekayaan berlimpah, bekerja di perusahaan outsourcing.

Awalnya Brandon sempat keberatan, tapi setelah dibujuk akhirnya ia mau. Apalagi Arini juga akan bekerja di sana. Tentu saja jauh lebih baik bekerja di perusahaan yang sama, agar bisa bertemu setiap hari. Begitulah yang dipikirkannya.

Suara bel tengah malam mengusik ketenangan flat ketika Brandon dan Arini tertidur lelap. Bunyinya terdengar tidak sabar, seperti ada hantu mengejar orang yang berada di balik pintu. Berisik dan sangat mengganggu.

"Bran." Arini penepuk lengan Brandon yang tidur pulas di samping. Kelopak mata terlalu enggan dibuka, karena rasa lelah yang mendera.

"Bran," ulangnya lagi, "ada orang tuh di luar."

"Hmmm." Brandon bergumam, lalu mengubah posisi memeluk Arini. "Mau nambah lagi?" godanya tersenyum nakal.

Cubitan di pinggang membuat kesadaran Brandon meningkat tajam. Mata sayunya terbuka lebar ketika merasakan perih di sana. Dalam hitungan detik ia melihat sepasang kelopak mata cokelat mendelik nyalang.

"Ada orang tuh," bisik Arini was-was ke arah pintu.

Indera pendengaran Brandon menangkap suara bel bertubi-tubi. "Siapa sih malam-malam pencet bel kayak orang kesetanan?" gerutunya dengan wajah berkerut.

"Lihat dulu gih. Tapi hati-hati. Kali aja ada orang jahat," suruh Arini langsung duduk. Dia mengikat rambut setelah merapikannya.

Pengamanan gedung apartemen bisa dikatakan ketat. Tidak ada yang bisa masuk dengan mudah, jika belum punya janji sebelumnya. Hanya penghuni dan orang-orang yang telah diizinkan oleh penghuni yang bisa masuk dengan leluasa ke sini. Ayu adalah pengecualian. Wanita itu pasti menggunakan nama Sandy Harun, agar bisa masuk dengan mudah sampai ke flat Brandon.

Brandon meraih baju kaus yang ada di lantai, kemudian mengenakannya. Dia berdiri dan berjalan menuju ruang tamu. Sementara Arini melangkah pelan di belakang.

Sebelum membuka pintu, Brandon mengintip terlebih dahulu melalui lubang kecil yang ada di daun pintu. Keningnya berkerut melihat siapa yang berdiri di sana. Kepala mundur ke belakang, lalu beralih kepada Arini.

"Siapa?" tanya Arini penasaran.

Raut malas tergambar jelas di paras Brandon sebelum menjawab. "Moza."

Mata Arini membeliak luar biasa, seakan ingin mencabik-cabik siapa saja yang mengusiknya. Moza salah satu wanita yang akan menjadi mangsa tunggal. Ada perlu apa mantan terindah Brandon datang ke sana?

"Lo aja deh yang buka, In. Usir kalau perlu," pinta Brandon seperti perintah.

"Dengan senang hati gue lakukan walau tanpa lo minta," balas Arini sengit. Sebelum melangkah menuju pintu, ia berbalik lagi menghadap Brandon. "Tapi dia nggak pernah ke sini waktu gue nggak ada, 'kan?" selidiknya.

Brandon mengangkat kedua jari membentuk sumpah. "Sumpah, In. Baru sekarang dia ke sini. Dan gue nggak pernah ketemu dia lagi face to face setelah waktu itu."

"Kalau lihat dia di basemen sama cowok sih pernah sekali," tambahnya takut-takut. Dia tidak ingin Arini salah paham, karena hanya Moza yang mampu membuat wanita itu jengkel di antara sederet mantan dan teman kencan Brandon.

"Awas kalau bohong!" seru Arini dengan tatapan mengancam.

Dengan gagah berani, wanita itu berjalan menuju pintu, kemudian membuka kuncinya. Dalam hitungan detik ia berhadap-hadapan dengan Moza, mantan terindah Brandon, yang pernah membuat pria itu menangis tersedu ketika putus. Seumur-umur Arini hanya dua kali melihat sahabatnya menangis. Pertama, ketika putus dengan Moza. Kedua, saat Sandy ketahuan menikah lagi dan mematahkan hati Lisa hingga berkeping-keping.

Arini tahu persis seberapa besar cinta yang dimiliki Brandon untuk Moza dulu. Namun, ia tidak tahu siapa yang lebih dicintai pria itu antara dirinya dan mantan terindahnya. Tentu saja cinta untuk Arini jauh lebih besar daripada yang pernah diberikan untuk Moza.

Moza telah menjadi kenangan manis sekaligus pahit dalam hidup Brandon. Sementara Arini menjadi kenangan manis dan akan selalu manis sampai kapanpun. Dialah wanita yang ingin dijadikan pendamping sampai maut memisahkan.

"Mau apa lo datang ke sini malam-malam?" sergah Arini berusaha menahan volume suara. Bagaimanapun sekarang sudah larut malam dan bisa mengganggu ketenangan penghuni lain, jika terjadi keributan.

Moza terkejut melihat Arini muncul di sela pintu, bukan Brandon. Wanita itu berharap Brandon yang membukakan pintu, sehingga bisa melancarkan niatnya membuat pria itu bertekuk lutut. Bagaimanapun, mereka pernah melewati waktu yang menggairahkan berkali-kali. Dulu.

"Kamu ngapain di sini, Rin?" Moza malah balik mengajukan pertanyaan.

Arini mendengkus kesal, tapi masih berusaha mengendalikan nada suara. "Harusnya gue yang tanya. Ngapain lo datang ke sini malam-malam ke flat orang lain?"

"Brandon mana?" Moza berusaha menenangkan diri. "Dia yang kasih nomor flat-nya ke gue. Katanya mau ulangi lagi kenangan manis di atas ranjang."

Mozatersenyum licik, lalu mendekati Arini dengan penuh percaya diri. "Kenanganpanas yang nggak bisa lo kasih di tempat tidur," bisiknya berusahamemprovokasi.


Bersambung....

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now