BAB 86: Tekanan Menjelang Pernikahan

62 7 0
                                    

Brandon

Sebulan lebih menjalani peran sebagai direktur pelaksana, Brandon mulai bisa menyesuaikan diri dengan ritme kerja. Apalagi ada Habib yang sedia membantu. Pada awalnya ia merasa minder dengan kharisma dan kepintaran yang dimiliki sang sekretaris, tapi sekarang tidak lagi.

Rasa cemburu yang sempat menguasai diri, kini menguap begitu saja setelah melihat tidak ada gelagat ketertarikan yang ditunjukkan Habib terhadap Arini. Sikap duda beranak satu itu profesional dan loyal. Benar-benar murni bekerja untuk Lisa dan Brandon.

Suara ketukan pintu menyela kesibukan Brandon saat membaca berbagai laporan yang diserahkan Habib tadi pagi. Pandangannya tegak ke arah pintu, tampak bayangan Habib berdiri di balik tirai horizontal.

"Masuk, Pak," sahut Brandon mengalihkan perhatian dari dokumen.

Dalam hitungan detik, Habib muncul di sela pintu. "Maaf, Pak. Ada yang mau bertemu."

"Siapa?" Kening Brandon mengernyit. Biasanya Arini yang kerap datang ke ruangannya, dan tidak perlu izin untuk masuk ke sana kecuali sedang ada tamu.

Raut wajah Habib tampak sedikit tegang. "Bu Sheila Dirgantoro," ujarnya kemudian.

Kedua alis Brandon terangkat, sehingga menimbulkan garis-garis di kening. Ada keperluan apa Sheila datang ke kantornya? Bukankah mereka sudah sepakat akan bertemu lagi pada hari pernikahan? Itulah yang ada di pikirannya sekarang.

"Bagaimana, Pak?" Habib masih menanti jawaban bosnya.

Brandon menarik napas singkat sebelum menanggapi. "Suruh masuk, Pak."

Dengan sikap hormat, Habib menghilang dari balik pintu. Tak lama kemudian, ia kembali lagi bersama Sheila ... dan tentunya bodyguard tersayang.

Tampak kelegaan di wajah Brandon melihat wanita itu tidak datang sendirian. Ada Ade, sang kekasih, yang selalu menemani. Ternyata Sheila jujur ketika mengatakan, di mana dirinya berada Ade pasti ikut.

"Woi, kerja mulu," sapa wanita itu tersenyum jail. Pandangannya menyapu seluruh ruangan direktur pelaksana yang begitu besar dan nyaman.

"Duduk dulu," anjur Brandon kepada Sheila dan Ade. Perhatiannya beralih ke arah Habib yang masih berdiri di dekat pintu. "Tolong buatkan minum, Pak. Kalian mau minum apa?"

"Ade air mineral, gue teh," jawab Sheila.

Brandon mengangguk singkat, kemudian memberi kode kepada Habib untuk mengambilkan minum sesuai pesanan kedua tamu. Dia menengok Ade yang duduk tenang di samping Sheila. Pantas saja tubuhnya bagus dan terlihat kuat plus sehat. Ternyata pria berbadan kekar itu meminum air mineral, bukan minuman yang mengandung gula.

"Jadi, kenapa kamu ke sini?" lontar Brandon to the point.

Sheila tergelak singkat mendengar perkataan Brandon yang tidak basa-basi. "Gue mau undang lo dan Arini datang ke vila akhir minggu ini."

"Vila? Ngapain?"

Sheila mengembuskan napas frustrasi. "Semakin dekat hari pernikahan, semakin gue stress," akunya jujur selaras dengan ekspresi yang ditunjukkan wajahnya.

"Gue yakin kalian berdua juga sama." Sheila mendesah pelan. "Emang lo bener-bener nggak punya solusi ya biar pernikahan batal dan kita bebas dari ancaman?"

Brandon mengangkat bahu sambil menggeleng. "Buntu."

"Arini?"

"Sama."

Wanita itu mengerang tertahan, kemudian menjatuhkan kepala di pundak Ade. "Kamu nggak ada ide, Sayang?"

Ade menggeleng pasrah. "Tidak ada. Apapun yang terjadi, aku tetap percaya kamu."

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now