BAB 74: D1

119 6 0
                                    

Pagi ini Arini tampak begitu cantik dengan balutan blus berwarna cream dipadu dengan rok hitam panjang sedikit di bawah lutut. Rambut diikat sebagian ke belakang, sementara sisanya dibiarkan tergerai menutup punggung. Make-up minimalis menghiasi paras tirusnya yang begitu menggemaskan.

"Duh, kalau lepasin lo kayak gini ke kantor jadi was-was deh." Brandon datang lalu memeluk Arini dari belakang.

"Was-was kenapa?" tanya Arini dengan kening mengernyit melihat pantulan mereka di cermin.

"Habis lo cantik banget." Bran memberi kecupan di pinggir pipi istrinya.

Arini geleng-geleng kepala, kemudian menaikkan tangan kanan ke atas. "Maaf, Pak. Saya udah punya suami," ujarnya menahan tawa.

"Itu jauh lebih bagus." Sesaat kemudian Brandon mendesah. "Tapi status di CV dan KTP lo masih belum berubah, In."

Pelukan Brandon meregang, sehingga Arini bisa memutar balik tubuh ke belakang. Netra cokelatnya mengitari paras sang suami yang cemas.

"Hei, Bran. Minggu depan lo juga udah gabung di perusahaan." Arini berjinjit, kemudian memberi kecupan di bibir suaminya. "Lagian niat gue kerja di sana bukan tebar pesona. Ingat tujuan kita apa?"

Brandon sengaja menunda bekerja di perusahaan tersebut, agar bisa menikmati masa libur selama satu minggu. Dia ingin mendalami peran sebagai seorang suami yang mengantar dan menjemput istrinya ke kantor. Meski setelah itu mereka akan berada dalam perusahaan yang sama. Apalagi nanti ia akan menjadi atasan langsung Arini.

"Jadi CCTV buat Mama," sahut Brandon mengecup lagi bibir Arini.

"Nah itu. Jadi lo harus percaya sama gue ya?"

Brandon tersenyum ketika mengangguk. "Gue selalu percaya sama lo, In. Udah tahu lo nggak bakalan macam-macam di sana."

Arini mengusap pelan dada suaminya. "Harus. Sebagaimana gue percaya sama lo," desisnya melingkarkan tangan di pinggang Brandon.

"Lo tahu nggak?"

Wanita itu mendongakkan kepala, sehingga bisa menatap wajah Brandon lagi. "Apa?"

"Gue bucin banget sama lo."

Decakan pelan meluncur dari sela bibir Arini. "Cowok kok bucin?" cibirnya.

"Ya habis lo nggak bucin sama gue, jadi gue yang bucin sama lo."

Arini menegakkan tubuh, lantas menyipitkan mata ke arah Brandon. "Emang gue nggak kelihatan bucin ya sama lo?"

Kepala yang dihiasi rambut model layered undercut itu bergerak ke kiri dan kanan. "Nggak sebucin gue."

Tangan Arini naik ke pundak sang suami. "Siapa bilang gue nggak bucin sama lo?" bisiknya ketika jarak wajah mereka terpangkas.

"Gue." Tangan Brandon bergerak ke pinggang ramping istrinya, bersiap menarik blus itu dari dalam rok.

"Bran, gue harus berangkat sekarang," cetus Arini menyingkirkan tangan suaminya sebelum blus itu keluar jalur.

Brandon memajukan bibir dan memasang tampang kecewa. "Tuh, 'kan. Kalau gue langsung mau nggak peduli berangkat kerja juga."

Arini memiringkan kepala mengamati paras suaminya. Entah kenapa sejak pertunangan itu Brandon menjadi lebih sensitif. Pria itu juga mendadak manja, ingin diperhatikan lebih dan ketika bercinta pun berbeda. Sangat bergairah seakan mencurahkan semua untuk Arini.

Wanita itu ingat bagaimana mereka melewati percintaan panas di atas mobil, begitu pulang dari Ancol seminggu yang lalu. Mereka melakukannya dengan bersemangat, penuh gairah dan cinta. Gila! Itulah yang tercetus di pikiran Arini waktu itu. Namun, manis.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now