BAB 81: Bualan Sandy

87 7 0
                                    

Brandon berhasil menjauh dua langkah dari Arini begitu pintu dibuka dari luar. Wanita itu cekatan sekali, langsung mendorongnya sebelum pintu dibuka. Bisa bahaya jika Sandy atau orang yang datang bersamanya, melihat mereka berpelukan bahkan berciuman.

"Lho Arini sedang di sini?" seru Sandy begitu tiba di ruangan. Pria itu berusaha untuk terlihat santai, meski tersirat nada ketus pada suaranya.

"Iya, Om. Mau ... ucapkan selamat datang sama Brandon," sahut Arini gugup. Jantungnya nyaris saja meloncat ke tenggorokan, membuat mulut mendadak kering.

Sandy tertawa seraya menggerakkan jari telunjuk ke arah Brandon dan Arini dengan gerakan singkat. Kemudian, ia melirik pria yang berdiri di sampingnya.

"Mereka memang dekat sekali dari dulu, Mas Ilham," infonya semringah.

Ilham—ayah Sheila—tidak segera merespons perkataan Sandy. Tilikan matanya menatap Arini dari ujung rambut hingga kaki, lalu kembali lagi ke wajah wanita itu. Dia mematut lekat paras tirus yang cantik itu, sebelum mengulas senyum maut.

"Wajar, Mas Sandy. Mereka 'kan sepupu, jadi tidak heran dekat seperti saudara kandung," sahut Ilham dengan pandangan tidak lepas dari Arini.

Brandon melongo mendengar perkataan Ilham. Sepupu? Apakah Sandy memperkenalkan Arini sebagai sepupunya? Wah, luar biasa pria itu! Bisa-bisanya mengarang cerita dan mengatakan Arini adalah sepupunya.

Tubuh yang tidak terlalu tinggi dan cukup berisi itu melangkah ke arah Arini, lantas mengulurkan tangan. "Senang bertemu kamu, Arini," ujar Ilham tersenyum penuh makna.

Arini yang sama terkejutnya dengan Brandon, tampak bingung harus menyambut uluran tangan itu atau tidak.

"Arini, Pak," balas Arini akhirnya bersalaman sebentar dengan Ilham sebagai bentuk hormat.

Namun, keinginan untuk menarik tangan secepatnya harus diurungkan. Ilham menggenggam tangannya erat. Ibu jari pria paruh baya itu mengusap punggung tangan mulus Arini. Jelas saja membuat wanita itu risih dan berusaha melepaskan tautan tangan mereka.

Brandon yang benar-benar peka dengan situasi langsung mengambil inisiatif mendekati Arini. "Katanya lo lagi banyak kerjaan. Balik gih ke ruangan," selanya membuat Ilham melepaskan tangan dari Arini.

"Eh, i-iya. Gue balik ke ruangan dulu ya," pamitnya kepada Brandon dengan kikuk.

"Aku ke ruangan dulu ya, Om," kata Arini membungkukkan sedikit tubuh, kemudian ngacir dari sana.

Brandon hanya bisa melihat istrinya kabur, meninggalkan area depan ruangan direktur pelaksana dari balik tirai horizontal yang menutupi jendela. Tilikan netra sayunya kembali beralih kepada Sandy, lalu berakhir tepat di wajah Ilham yang masih menoleh ke arah pintu. Dia tahu persis calon ayah mertuanya tertarik dengan Arini.

Sialan! Mereka berdua sebelas dua belas. Pantas aja akrab begitu, geram Brandon di dalam hati.

"Gen keluarga Harun benar-benar luar biasa ya, Mas Sandy. Lihat Brandon dan Arini," decak Ilham terkagum-kagum.

Sandy tertawa lagi penuh bangga. "Jelas, Mas Ilham. Waktu SMA mereka jadi siswa favorit di sekolah, karena sama-sama rupawan," tanggapnya berbohong.

Rahang Brandon mengeras menahan kesal di dalam diri. Andai tidak pernah terikat dengan perjodohan itu, ia sudah melayangkan tinju keras di batang hidung Ilham, karena berani menyentuh istrinya. Namun, demi melanjutkan rencana ia harus bisa menahan diri.

"Mau apa Papa ke sini?" tanya Brandon sinis. Dia benar-benar terganggu dengan kedatangan Sandy di sana.

"Pertanyaan yang tidak sulit dijawab, Bran." Sandy tersenyum lebar, kemudian maju dua langkah memberi pelukan kepada sang putra. "Papa mau sambut kamu, sebelum acara pelantikan diadakan."

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن