BAB 83: Makan Malam yang Panas

103 7 0
                                    

Arini memaki dirinya sendiri karena lupa dengan cincin tunangan yang dibuang Brandon setelah acara dilakukan. Bagaimana ia sampai tidak ingat hal sepenting itu? Bisa bahaya jika keluarga Sheila tidak melihat cincin tunangan yang melingkar di jari manis Brandon. Apalagi ada cincin lain yang melekat di jari manis kanannya.

Dia langsung memberi kode kepada Brandon agar melepas cincin pernikahan. Arini juga sudah menyiapkan jawaban, jika orang tua Sheila menanyakan cincin tunangan yang tidak ada di jari manis pria itu. Namun, jika mereka mengetahui ada cincin yang sama dikenakan Arini dan Brandon, ceritanya akan berbeda.

Bukannya menanggapi, Brandon malah mengabaikan sinyal yang diberikan Arini. Tentu saja hal itu membuatnya kesal. Apalagi sang suami malah melenggang dengan santai menuju meja makan. Dia hanya bisa mengamati gerak-gerik Bran yang mengarah ke tempat duduk Sheila.

Arini melangkah ke dekat kursi yang akan ditempati Brandon seraya melepaskan cincin. Dalam hitungan detik, beda berbentuk bulat tersebut sudah memasuki tas. Ngeri jika Ilham dan istrinya menyadari keberadaan cincin yang dikenakan.

Brandon menarik kursi yang ada di samping Sheila, kemudian menoleh ke arah Arini. "Duduk, In," katanya membuat empat pasang mata melihat kepada mereka bergantian.

Lelaki itu sepertinya sudah senewen. Dia mempersilakan Arini duduk, tampak jelas seperti pasangan yang menjalin hubungan lebih dari sepupuan. Apalagi Brandon sampai menyuruhnya duduk di dekat Sheila. Pikiran Arini meracau dibuatnya. Brandon bahkan tidak menghiraukan arti sorot mata protes yang dilayangkan Arini.

"Kamu masih canggung duduk di dekat Sheila, Brandon?" tanya Pak Ilham tertawa. Arini langsung melongo dengan reaksi yang di luar dugaan. Padahal ia sudah ketar-ketir, cemas jika pria paruh baya itu curiga.

"Ya gitu deh, Pak," sahut Brandon singkat. Dia kembali melihat Arini dan menyuruhnya duduk tepat di kursi sebelah.

Tidak ingin membuat situasi semakin canggung, Arini akhirnya menuruti kemauan Brandon. Dia duduk dengan tenang di samping suaminya, lalu menoleh ke arah Sheila yang masih tidak memberikan ekspresi apa-apa.

"Hai Arini, ketemu lagi di sini. Gue dengar lo sekarang kerja di perusahaan Om Sandy ya?" ujar Sheila berusaha mencairkan situasi yang sempat tegang.

"Eh, iya. Bantuin Mama—Tante Lisa sih di perusahaan," sahut Arini berusaha tersenyum santai.

"Arini dan Brandon ini sangat dekat, Mam. Mereka tumbuh bersama sejak kecil. Seperti anak kembar karena seusia juga. Jadi ke mana-mana selalu bersama," jelas Pak Ilham membuat Arini kembali melongo.

Wah! Cerita almost perfect yang dikarang Om Sandy. Standing applause untuk mertua gue, batinnya terkagum-kagum.

"Kalian bersaudara?" Mama Sheila menatap bingung ke arah Arini dan Brandon bergantian.

Arini hanya tersenyum, sementara Brandon diam.

"Arini anak sepupu Mas Sandy, Ma. Mas Sandy dan Mbak Lisa yang asuh Arini dari kecil, karena kedua orang tuanya sudah meninggal." Lagi-lagi Ilham yang menanggapi.

Sialan! Kedua orang tua gue masih hidup woi! protes Arini di dalam hati, tapi ditahan.

Kedua tangannya mengepal erat di bawah meja, menahan rasa kesal. Tiba-tiba Arini merasakan tangan Brandon menyentuh tangannya. Seakan ingin menenangkan, karena tahu pasti apa yang ia pikirkan sekarang. Sheila tertawa pelan, barangkali karena mendengar penjelasan Ilham.

"Pantesan kalian mirip. Gen keluarga Harun memang jempolan ya. Brandon tampan dan Arini cantik," tanggap ibu Sheila membuat Arini terkejut. Dia tidak sampai berpikir dengan kemiripan yang dimiliki dengan Brandon.

JUST ON BED (Trilogi JUST, seri-2)Where stories live. Discover now