Gabbie—penata acara yang aku sewa selama dua minggu ini—terlihat stres dengan banyaknya klip dokumen di tangannya. Aku melihat kening dan lehernya yang penuh keringat, hak sepatu yang ia gunakan sesekali membuatnya tersandung ke lantai sebelum aku dapat menangkapnya.

"Bukankah aku sudah berkata jika kau boleh mengenakan sepatu olahraga? Aku tidak masalah. Kau terlihat tidak nyaman dengan sepatu haknya." Aku meringis, melihat Gabbie yang melipat ujung karet sepatunya sampai membengkok agar kakinya dapat berjalan bebas.

"Aku tahu. . . tapi tetap saja. Kau harus keluar sekarang. Semua orang menunggumu di atas panggung." Gabbie tersenyum nesu sebelum ia berjalan melaluiku.

"Ya, tentu saja." Aku menarik napas dalam.

Aku membenarkan gaun yang aku kenakan. Gaun berwarna ungu muda dengan rajutan bunga di seluruh dada sampai ke bawah membuatku sedikit mewah. Lengannya menggembung sampai ke telapak tangan. Ada celah di bagian kaki kananku sebelum aku berusaha untuk kembali menutupnya. Aku tidak ingin menunjukkan kakiku yang tidak baik.

Caden masih belum membalas pesanku. Pria tersebut harus bekerja tengah malam karena harus menyetujui beberapa dokumen yang terbengkalai semenjak liburan akhir tahun. Dia mengatakan kepadaku bahwa ia akan datang. Aku tidak tahu kapan tepatnya ia akan datang, tapi ia akan di sini setelah menyelesaikan semua pekerjaannya.

Aku menutup kembali ponselku, berjalan keluar dari studio sebelum pergi ke belakang panggung. Semua timku sudah ada di sana. Mereka melambaikan tangan kepadaku sebelum mengangguk, tepat saat Gabbie menyuruhku untuk tampil di atas panggung.

Untuk sesaat dunia seakan bergerak lebih lambat dari biasanya. Aku memperhatikan semua tamu undangan yang bertepuk tangan saat aku tampil di atas panggung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa meskipun sudah menyiapkan pidato sejak empat hari sebelumnya. Rasanya sekarang suaraku seperti diambil tanpa sepengetahuanku. Aku tidak tahu bagaimana harus mengembalikannya.

"Flora. . . bicaralah." Aku mendengar Gabbie berbisik di balik tirai panggung yang menutupi studionya. Aku tersenyum nesu, kembali menghadap ke depan sebelum menarik napas sekuat tenaga.

Aku membersihkan tenggorokan, menatap beberapa orang terkenal—yang tidak aku sangka menerima undanganku—tersenyum saat melihatku. Mereka orang terkenal. Aku tahu Caden sering melihat orang terkenal dalam hidupnya, kadang dia menyombongkan diri kepadaku. Tapi bagiku. . . ini sangat luar biasa. Aku tidak menyangka jika mereka menyempatkan waktu mereka untuk datang ke acaraku ini.

"Uh. . . selamat malam semuanya. Namaku Flora . . . Flora Green, aku merupakan pendiri Foremost. Malam ini merupakan malam pembukaan bisnis desainku. Sebelumnya aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah hadir malam ini, aku sangat menghargainya." Aku menoleh ke bawah panggung, menyaksikan Tonya dan Jodi bersama suaminya melambaikan tangan ke arahku, tersenyum lebar saat mereka menunjukkan tas berisi gaun rancanganku.

Aku tersenyum kecil, mengusap bibir untuk menahan senyum sebelum melanjutkan, "Sejak aku kecil aku ingin menjadi seorang perancang busana. Jadi aku mulai menggambar sketsa di dalam kertas buku harianku, menambahkan warna ala kadarnya dengan pensil yang sudah berukuran jari kelingkingku. Lalu saat aku remaja, aku menyimpan uang untuk membeli mesin jahit saat berada di sekolah busana. Tapi sayangnya mesinnya rusak, sehingga mimpiku ini harus aku tangguhkan terlebih dahulu." Aku berhenti berbicara saat melihat Freddie dan Jack mengambil satu kue cokelat dari meja sebelum melahapnya dengan serakah. Sara melihat mereka, wanita tersebut langsung menyentil telinga bocah tersebut sebelum tersenyum canggung ke arah penjaga.

"Sekarang aku dapat membuka busananya dengan bantuan teman-teman dan juga keluargaku. Aku tidak tahu apa Caden sudah berada di ruangan ini sekarang. Dia berkata jika ia harus menyelesaikan semua dokumen yang ia tangguhkan sebelum libur akhir tahun," candaku yang membuat beberapa orang terkekeh, termasuk Parker, Jillian, dan Rosie yang duduk di bangku belakang sambil sesekali menenangkan Jillian yang memakan dua mangkuk puding.

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now