BAB 45

1.1K 96 5
                                    

Selama satu bulan lebih aku menjalani fisioterapi, dan selama satu bulan lebih aku bertemu dengan terapis. Aku merasa hidupku yang lebih baik dari sebelumnya. Aku tidak akan pernah melupakan betapa membantunya Caden dalam proses kesembuhanku.

Caden selalu membantuku di setiap langkah yang aku ambil. Dia juga mendukung apapun yang aku katakan kepada terapisnya. Aku tahu Caden juga lelah. Pria itu selalu ada di layar laptopnya selama lima jam sebelum ia harus mengurusku.

Ada beberapa hari yang mana aku merasa memberatkan Caden, tapi pria tersebut hanya tersenyum sembari mengecup keningku sebagai jawaban. Aku ingin membantu Caden setelah segala hal yang dia lakukan kepadaku.

Mungkin setelah kita pulang ke apartemen, aku akan mulai membantu Caden jika dia menginginkan bantuan. Aku berbicara kepada Caden bahwa aku ingin kembali bekerja, aku ingin membalas seluruh hal yang dia lakukan kepadaku. Caden menggeleng, pria tersebut memperbolehkanku untuk bekerja tanpa ada pemikiran di dalam diriku bahwa aku harus membayar seluruh jasa Caden.

Hari ini aku dipastikan dapat pulang. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan, yang jelas suasana rumah sakit ini akan aku rindukan. Lagipula sudah sangat lama sejak aku ada di apartemen Caden. Aku tidak tahu apakah dia mengubah beberapa hal atau tidak. Aku sedikit gugup, berpindah ke tempat satu ke tempat lainnya membuatku sedikit tidak nyaman.

Aku berjalan hati-hati untuk mengambil seluruh barangku. Caden membawakan pakaian milikku dari apartemennya. Dia juga sudah mengemas seluruh barangnya. Kita membawa dua ransel serta bingkisan dari teman-teman yang berkunjung. Caden memaksakan dirinya untuk membawa keduanya.

Caden meletakkan dua ranselnya menuju ke mobil terlebih dahulu. Itu kenapa sekarang aku masih ada di kamar ini, mengecek kamar untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Aku dapat melihat ponsel Caden yang ada di meja kasur tidurku. Aku mengambilnya sebelum kembali berjalan ke kursi rodaku. Caden akan menggeram saat ia melihatku berdiri dari kursi rodanya, tapi bagaimana bisa jika aku tidak dapat bergerak dengan leluasa pada kursi ini.

Caden datang lima menit berikutnya, sibuk memutari ruanganku sambil bernapas kasar. Pria itu kemudian menatapku dengan wajah cemas. "Aku kehilangan ponselku, aku yakin aku meletakkannya di dalam mobil."

Aku tersenyum. "Kau yakin?"

"Ya. . . ." Dia menyeret suaranya tidak yakin. "Flo?"

Aku menunjukkan ponsel Caden dari tanganku sebelum memberikannya kepada Caden. Pria tersebut langsung bernapas lega sebelum mengambil ponselnya dari tanganku.

"Di mana kau menemukannya?" tanya Caden.

Aku tersenyum lebar. "Bukan di mobil, tentu saja."

"Ha. Ha. Terus saja membuatku terlihat seperti orang bodoh, Flo. Aku akan membalasmu nanti." Caden mendorong kursi rodaku ke depan kamar sebelum ia menutup kamarnya. "Sudah siap?"

Aku mengangguk. Caden membawa kami menuju ke dalam lift sebelum kami langsung keluar ke garasi bagian dalam. Aku tidak pernah melihat garasi bagian ini, hanya ada beberapa mobil serta jajaran mobil ambulan yang tidak digunakan.

Caden membuka mobil, menggendong tubuhku untuk duduk di kursi depan. Aku dapat melihat Caden yang melipat kursi rodanya sebelum memasukkannya ke dalam kursi bagian belakang.

Dia masuk ke bagian kursi penumpang, mengenakan sabuk pengamannya sebelum menyalakan mesin. Aku masih memegang bola remasku sementara tanganku yang satunya memegangi sabuk pengaman. Aku menelan ludah, kakiku bergerak-gerak kecil sebelum Caden meletakkan tangan kirinya ke atas pahaku, mengelusnya beberapa kali untuk menenangkan diriku.

Kami keluar dari rumah sakit, berkendara melewati jalanan Kota London yang mulai kembali dingin. Aku tidak percaya aku ada di rumah sakit tersebut selama sepuluh bulan kurang lebih. Aku dapat merasakan Kota London yang kembali menuju ke musim dinginnya.

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now