BAB 54

988 68 7
                                    

Kami menghabiskan waktu di Hawaii selama tiga hari lebih, berkeliling pantai dan mencoba makanan jalanan yang bertebaran di pusat perbelanjaan.

Selain itu Caden juga memaksaku untuk membeli oleh-oleh yang ada di jalanan. Tentu saja aku menolak, tapi pada akhirnya aku mengambil beberapa oleh-oleh seperti beberapa gulungan kain corak yang dapat aku gunakan sebagai proyekku selanjutnya. Beberapa gulungan kain ini sangat besar sehingga Caden menyewa mobil truk untuk membawanya ke dalam pesawat yang masih ada di bandara.

Kami kembali ke ke rumah pantai saat hari menjelang sore hari. Ini merupakan hari terakhir dalam tahun ini. Kami berdua memutuskan untuk membuat piza yang aku olah beberapa jam yang lalu. Selain itu kami juga memanggang steak untuk makan malam, karena itu kami sekarang berada di dek belakang rumah, melihat langsung ke bawah pantai dengan pagar kaca sebagai pembatasnya.

Kami menikmati makan malam kita di sofa dek belakang rumah, menatap matahari yang terbenam sangat indah di depan kami. Alunan ombak dan juga suara angin berhembus mengenai rambutku yang aku urai.

Selama dua jam kita berada di dek belakang rumah. Caden tidak sabaran. Setelah makan malam dia langsung mengambil adonan piza yang aku buat beberapa jam yang lalu sebelum meletakkannya di atas konter dapur.

Dia mulai menaburkan saus dan juga tambahan seperti keju, daging, jamur, dan seledri. Aku menggigit bibir, tidak tahu apakah aku dapat memakan ini setelah aku menyisakan makan malamku tadi.

Kami kembali ke dek belakang, memanggang pizza lalu menunggu di belakang dek. Aku dan Caden berdiri sambil meletakkan tangan kita di atas pagar kaca. Menatap pantai di bawah kami dan juga ombak-ombak laut yang bergerak pelan membawa angin ke arah kami.

Aku dapat merasakan bahwa Caden menatapku, aku masih bersikukuh untuk memperhatikan pantai. Hal ini sedikit sulit karena Caden sesekali terkekeh sebelum meletakkan rambutku di balik telinga.

Tangannya lalu menuju ke gaunku, mengibas-kibaskannya kecil sambil mengerucutkan wajah. Aku menatapnya, memiringkan kepala sebelum ikut menatap gaunku. "Ada bekas tepung di gaunmu, aku harus melakukannya." Dia mengangkat pundak, mendekatkan dirinya ke arahku sampai bahu kita saling menyentuh satu sama lain.

Gaun lavender yang Caden berikan kepadaku saat kami di Paris aku gunakan untuk menunggu perayaan tahun baru. Gaun ini sangat nyaman, sedikit terbuka dari kebanyakan gaun yang aku punya. Aku kadang tidak sengaja melihat Caden yang melirik belahan dadaku sebelum matanya kembali menatapku. Gaun di atas lutut ini sangat cantik, aku rasa gaun ini cocok digunakan saat di pantai.

Caden tidak dalam semangat tahun baru, dia hanya mengenakan kemeja hitam dengan tiga kancing atas yang terbuka. Rambut panjangnya dia kuncir ke belakang sehingga aku dapat melihat wajahnya lebih jelas. Ada kamera di lehernya, dia menghabiskan banyak waktu memotret seluruh hal yang aku lakukan sampai aku menyerah.

Aku melihat Caden yang beberapa kali meminum sampanye langsung dari botolnya. Aku juga ikut meminum sampanye tersebut karena tawaran Caden, sayangnya aku berakhir dengan wajah berkerut dan lidah yang membekas rasa aneh.

Caden tertawa kecil, melihatku sedikit bermasalah dengan sampanyenya sebelum dia meletakkan botol tersebut ke atas meja makan yang ada di dek. Dia berjalan ke arahku dan membalikkan tubuhku untuk menghadapnya. Jempol Caden mengusap sudut bibirku pelan lalu mengambil kamera dari lehernya sebelum memotret diriku sambil tersenyum.

"Aku harus melakukannya, kau terlihat sangat menawan" Dia melepaskan kamera yang ada di lehernya, meletakkan kamera tersebut di sebelah sampanye.

Piza yang kita panggang telah matang, Caden meletakkannya di atas meja sebelah kamera dan sampanyenya sebelum kita berdua menikmati piza tersebut sambil menunggu malam tahun baru.

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now