BAB 27

772 83 10
                                    

Aku duduk di depan kantor Caden sambil sesekali memperharikan orang-orang berjas yang keluar masuk dari ruang rapat. Caden masih ada di dalam ruang rapat, menyelesaikan rapat bersama dengan timnya. Aku dapat melihat mereka dari kaca tembus di depanku. Caden berdiri sambil menyampaikan materi presentasinya sementara timnya duduk di kursi sambil sesekali mencatat di atas buku catatan mereka.

Caden terlihat serius, matanya memerah dan hidungnya mengatup saat dia berjalan ke arah salah satu pria yang duduk di atas kursi pertemuan. Pria malang tersebut hanya mengangguk pelan sebelum menundukkan kepala. Caden terus melanjutkan presentasinya di hadapan layar proyektor di ruang rapatnya, seluruh orang terlihat diam saat dia menjelaskan, sesekali mengangguk sambil mencatat sesuatu di buku catatan mereka. Sesekali dia menunjuk beberapa orang yang ada duduk di kursi sebelum mengangguk-angguk kecil.

Pertemuan rapat mereka berakhir selama dua jam, dia membubarkan seluruh orang sebelum berjalan ke arah kantornya yang ada di sebelahku.

Tidak ada dari kami yang bersuara saat kita berpapasan. Caden hanya mengangguk sekali sebelum mengambil kartu yang dia gesekkan ke pintu kantornya. Aku ikut berdiri di belakangnya, tanpa suara dia membuka pintunya sebelum menggesturkan diriku untuk masukke dalam, sesekali membersihkan tenggorokan canggung. 

Caden mengambil dua cangkir dari meja konter sebelum mengisinya dengan air, dia memberikan satu cangkirnya kepadaku sebelum meminum yang lainnya dengan cepat. 

Aku masih berdiri di depan meja, melirik cangkir berisi air penuh di hadapanku tanpa menyentuhnya sama sekali. Caden hanya melirikku sebentar, meletakkan cangkir kosong miliknya ke atas meja.

Aku masih mengamati pria tersebut yang bolak-balik di belakang meja sembari mengusap wajah frustasi. Aku tidak tahu apa yan terjadi di dalam rapatnya, tapi aku yakin semuanya tidak berjalan sesuai yang dia kira. 

Caden mendengkus, melepas jas hitamnya lalu meletakkannya di belakang kursi duduknya sebelum ia duduk di hadapanku, memijat kening sebelum mendengus keras. 

Aku memojok ke belakang, Caden menyadarinya sebelum dia menyuruhku duduk di sofa yang ada di ruang sebelahnya. Aku mengangguk cepat, berjalan ke ruang lain yang ada di kantor Caden yang tersekat dinding tipis, ada ruang tamu dengan dinding penuh buku di sisinya.

Aku mendongak, mataku menatap buku-buku yang berjejeran dengan rapi di atas rak kayu sebelum tanganku merambat permukaan buku-buku tersebut.

Ada banyak buku tentang bisnis di dalam rak-rak tersebut, lalu buku mengenai fencing, boxing, juga buku petunjuk travel, psikologi, serta buku novel klasik yang ada dalam daftar buku yang aku ingin baca sejak lama.

Melihat buku-buku yang ada di rak ruang tamu Caden membuatku ingin membacanya, tapi sayangnya aku bahkan tidak berani menyentuh bukunya, jadi aku memilih untuk duduk di sofa yang berhadapan dengan dinding rak buku sebelum mataku melihat-lihat seluruh judul buku di depanku.

Aku dapat melihat orang tua Caden dan orang tuaku berjalan masuk ke dalam ruang tamu, membuatku terperanjat kecil sambil kembali berdiri dengan cepat.

Ayah dan ibu duduk di sofa yang sebelumnya aku duduki. Samantha dan Warden duduk di sofa lain yang berhadapan dengan orang tuaku. Caden masuk ke dalam ruang tamu sebelum duduk di sofa tunggal yang ada di depanku. Kini aku masih berdiri mencari kursi kosong yang dapat aku duduki tapi tidak ada.

Saat kemarin Caden memberitahuku mengenai proses akhir perjanjian yang hampir legal. Dia mengatakan bahwa dia ingin semua orang berkumpul untuk membahas perjanjian untuk terakhir kalinya, terutama bagi orang tua kami berdua.

Caden menginginkan pertemuan ini dilakukan secepatnya karena Pak Finley akan datang, karena itu hari ini aku diantar Caden menuju ke cabang perusahaannya, menunggu orang tua kita datang untuk membahas kolaborasinya.

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now