BAB 17

716 77 1
                                    

Aku membuka kardus yang menutupi cermin kamar mandi dengan tidak yakin. Melipat bibirku yang kering, aku melepas kertas tersebut dan meletakkannya di depan wastafel.

Aku masih menunduk, memperhatikan berbagai macam riasan yang masih terkumpul menjadi satu dan tersegel. Aku tidak pernah membukanya hingga sekarang. Aku tidak yakin aku punya alasan untuk membukanya sampai sekarang. Lagipula aku tidak akan pernah mengenakannya; aku terlalu malas untuk mengenakannya.

Dengan ragu aku melihat wajahku dari cermin. Aku membencinya, tapi satu hal yang aku perhatikan adalah lenganku tidak sebesar sebelumnya meskipun masih belum cukup. Aku masih butuh menurunkan berat badanku lebih jauh karena tubuhku masih terlihat menakutkan bagiku, aku tidak menyukainya.

Aku mulai memoleskan riasan tersebut ke wajahku dengan lembut, beberapa kali mencoba mencari di internet urutannya karena aku sudah lupa. Terakhir kali aku mengenakan riasan adalah saat aku melamar kerja, untungnya bekerja di rumah makan dan juga perpustakaan tidak mengharuskanku untuk mengenakan riasan.

Aku harap riasan ini tidak terlalu berlebihan. Aku juga berharap jika pakaianku terlihat formal. Aku tidak dapat membayangkan pakaian yang akan Samantha atau ibuku kenakan; aku yakin mereka tidak bermasalah jika aku mengenakan gaun ini, 'kan?

Menyisir rambut dengan hati-hati, aku menyadari bahwa rambutku lebih rontok dari biasanya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk mencegahnya, tapi aku punya satu alasan kenapa rambutku tiba-tiba rontok lebih. Obat pil dietku. Aku tidak makan apa-apa kecuali beberapa potong kentang setiap hari.

Aku mengenakan pita yang aku temukan saat berjalan keluar mall. Aku menguncir rambutku rendah sebelum menalikan pitanya pada rambutku. Membenarkan poni aku harus memastikan bahwa poninya menutupi kening karena aku tidak menyukai keningku, aku rasa hal ini sangat berpengaruh pada penampilanku saat aku hadir dalam pertemuan ini.

Aku berdiri lalu mengambil gaun yang tergeletak di atas kasur. Aku memiringkan kepala pelan sebelum memperhatikan gaun tersebut. Aku rasa aku lupa melihat area dada gaun tersebut yang sedikit terbuka membuatku mengernyit tidak menyukainya. Lengan panjangnya yang sedikit menerawang tubuh tapi tidak terlalu buruk karena gliter di permukaannya.

Menarik gaun tersebut ke tubuh, aku mulai mengancingkan lengan panjangnya sebelum menarik resletingnya ke atas. Ada cela di kaki kananku membuat pahaku terlihat, aku kembali mengernyit, seharusnya aku menjahit tangan celah tersebut tapi aku lupa melakukannya, untung saja di bawahnya ada rok span yang menutupi paha. Paling tidak aku berharap bahwa tidak ada orang yang akan memperhatikannya.

Aku mengambil boks sepatu hak yang tersimpan di dalam lemari pakaianku sebelum mengenakannya. Aku menali pengaman hak tinggi tersebut sebelum mencoba berjalan, gaunku sedikit terangkat dari tanah, membuatku lega karena aku tidak akan tersandung saat berjalan.

Aku jarang menggunakan sepatu hak tinggi kecuali saat pernikahanku dan sekarang, ini membuatku lebih tinggi, tapi juga membuat diriku nampak terlihat bodoh saat berjalan karena tumitku akan nyeri setelah beberapa menit mengenakannya.

Aku kembali menuju ke wastafel sebelum merapikan riasannya. Menutup kembali cermin kaca tersebut dengan plester plastik sebelum mengambil dompet dan ponselku lalu memasukkannya ke dalam saku gaunku.

Membuka pintu kamar aku berjalan menuju ke lift. Caden menunggu di mobil, katanya. Dia tidak ingin menungguku di apartemen entah karena apa. Aku asumsikan dia tidak ingin terjebak denganku di dalam lift setelah aku berteriak di depan wajahnya minggu lalu.

Aku berjalan mengitari garasi mobil, tidak menemukan di mana Caden berada. Aku berjalan melewati mobil satu persatu sampai mendengar suara klakson mobil yang menggema di seluruh tempat parkiran. Aku terperanjat mundur, menolehkan kepala ke arah sumber suara untuk melihat satu mobil yang menyala sebelum bergerak ke arahku.

How We Fix Sorrow ✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora