BAB 48

983 74 6
                                    

Aku menatap jendela, melihat rumah-rumah di daerah pedesaan sambil membuka jendela mobilnya, membiarkan rambutku berkibar dan meskipun aku sedikit kedinginan. Tangan kananku ada di paha Caden, dia menahannya di sana dan bahkan tidak mau melepaskannya sehingga aku pasrah.

Caden sesekali mengecup tanganku sebelum meletakkannya kembali ke pahanya. Dia akan menengok ke arahku sambil tersenyum sebelum matanya kembali fokus ke jalan.

Aku menggenggam sebuket bunga matahari yang aku potong dari taman tadi pagi, menyelimutinya dengan kain yang aku jahit semalaman.

Caden berhenti di depan pekarangan penuh dengan nisan. Aku mencoba membuka pintu tapi dia tidak mengunciku dari dalam, menyeringai sebelum dia berjalan ke pintuku lalu membukakannya untukku.

Aku ingin berjalan sendiri, Caden sempat menolak permintaanku ini tapi aku memaksa, jadi sekarang ia tidak mau pergi dari sebelahku sementara aku turun sambil menerima tangannya.

Caden menggenggam tanganku, membawaku ke dalam jajaran makam sampai kami berdua berhenti pada salah satu makam yang masih terlihat baru, ada boneka yang aku kenali beserta bunga-bunga yang sudah layu.

Caden membantuku untuk berlutut, membersihkan rumput-rumput layu yang menumpuk sebelum aku membuangnya ke samping. Caden ikut membantu, dia membersihkan nisan Caden lalu menata ulang boneka dan bunga-bunga yang ada di depan nisan tersebut.

Aku meletakkan bunga matahariku di depan nisannya, menatap tulisan yang terukir sambil menggigit bibir.

Aku akan merindukan Eddie. Aku sedih saat kanker melawannya balik. Aku ingat terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat aku harus mengantarkan dia untuk tidur. Dia berkata jika dia mencintaiku, lalu aku membalasnya, mengatakan bahwa aku juga mencintainya sebelum mengecupnya.

Aku tidak bisa melakukan hal itu sekarang.

Aku ingin ada di sana saat detik-detik ia menutup mata. Aku masih belum rela meninggalkannya, Eddie merupakan adikku dan aku ingin selalu menjaganya.

Sayangnya tugasku gagal, Eddie meninggal saat aku sedang koma.

Aku mengusap air mata yang turun ke wajah, Caden berjongkok di depanku, mengelus pundakku pelan sampai aku berhenti terisak.

Kami menghabiskan waktu di sana selama lima belas menit sebelum kita kembali ke mobil. Caden harus kembali ke Kota London. Orang tua Caden semalam menelepon Caden, mereka ingin berbicara kepada Caden saat mereka mengadakan perayaan hari pernikahan mereka.

Caden sempat menolak, tapi aku menyuruhnya untuk datang, alasannya adalah karena orang tua Caden mungkin akan mengatakan hal penting kepada Caden, mereka mungkin punya resolusi atas masalah mereka.

Dia mengangguk ragu, sekarang dia menyetir menuju ke Kota London sambil sesekali menarik napas dalam. Tanganku yang ada di pahanya ia remas pelan, aku ikut mengelus tangannya pelan sambil tersenyum kecil saat dia menatapku.

Caden ingin mengajakku mengunjungi orang tuanya karena dia memaksaku untuk ikut, aku sempat menolak karena aku tidak ingin menambahkan masalah. Aku tidak pernah berbicara dengan mereka kecuali Parker. Terakhir kali aku melihat dua adik kembarnya mereka tertawa kecil saat aku makan malam pertama dengannya.

Aku akhirnya mengangguk dengan ragu, meyainkan Caden untuk mengunjungi orang tuanya. Ia mengatakan kepadaku bahwa hubungannya dengan orang tuanya tidak begitu baik sejak perjanjiannya dibatalkan.

Aku tahu jantungku berdegup kencang, menggigit bibir sambil menatap jendela untuk menenangkan diri. Aku juga tahu bahwa Caden merasakan yang sama. Ia sesekali menggerak-gerakkan pahanya pelan sambil bernapas acak.

How We Fix Sorrow ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang