BAB 14

706 77 4
                                    

TW:/Eating Disorder

Langit London berubah menjadi magenta dan oranye. Awan tipis ada di permukaanya sementara di sisi lain awan gelap menggumpal mengarah ke lokasi kami. Aku berjalan ke apartemen Caden, sesekali melihat beberapa orang yang berjalan di sisi jalan membuka payung mereka atau mulai memasang tudung jaket anti air mereka.

Aku tidak memiliki keduanya, jadi aku berlari sekuat tenaga selama lima belas menit dari tengah jalan sebelum aku dapat masuk ke dalam lobi. Angin AC membuat tubuhku menggigil, jelas saja karena hoodie yang aku kenakan masih tidak dapat melindungi tubuhku sepenuhnya dari air dan tusukan udara dingin yang bercampur menjadi satu.

Aku memegang rambutku yang tertutup tudung sebelum merabanya, bagian depan rambutku basah kuyup, tapi tidak terlalu parah karena airnya tidak menetes ke lantai lift yang naiki sekarang.

Berbeda dengan sepatuku yang sudah basah kuyup, aku bahkan dapat merasakan kaos kaki yang aku kenakan menjadi basah, sangat tidak nyaman karena genangan air yang aku lewati hampir ada di seluruh titik jalanan London.

Setelah lift terbuka aku langsung melepas sepatu dan kaos kakiku, tidak membantu karena apartemen Caden sudah dilengkapi dengan AC, untungnya pemanas ruangan sudah menyala, mungkin pemanasnya akan menyala otomatis saat hujan turun.

Aku menaiki lantai menuju ke kamar sambil membawa tas ransel dan juga sepatu dengan pelan. Tubuhku menggigil ingin segera berganti pakaian yang lebih hangat dan tebal, mungkin menyelimuti diri sambil menggambar. Balkoni kamarku yang sepenuhnya terbuat dari kaca membuatku dapat melihat hujan yang turun dan suara air yang mengenai kaca.

Menutup kamar dan menguncinya aku langsung melepas seluruh pakaianku sebelum mengenakan pakaian lainnya yang lebih tebal, sedikit membuat tubuhku lebih besar tapi untuk kali ini membutuhkannya.

Seluruh pakaianku yang basah aku masukkan ke dalam boks plastik tempat pakaian kotor. Aku kembali membuka pintu lalu berjalan ke lantai bawah di tempat mesin cuci, berharap Caden tidak menggunakan mesin cucinya agar aku dapat segera membersihkan seluruh pakaianku dan mengeringkannya.

Di dalam toilet sebelah mesin cuci aku mendengar suara air yang mengalir pelan. Aku memasukkan seluruh pakaianku ke dalam mesin cuci sebelum berjalan ke toilet tersebut.

Suara orang muntah membuatku tersentak mundur. Aku mengetuk pintu beberapa kali untuk memastikan bahwa itu benar-benar Caden, tapi sayangnya aku tidak mendapat jawaban. Aku menelan ludah lalu menghembuskan napas, membuka pintu yang tidak terkunci sebelum aku dapat melihat punggung Caden dan kepalanya yang ada di toilet.

Aku mengaitkan kedua alis, beberapa kali memanggil namanya tapi dia tidak menjawab. Dia hanya menggeram kecil sebelum kembali memasukkan kepalanya ke dalam toilet dan menekan tombol stainless pada toilet.

Aku menepuk punggungnya pelan, pria itu menggeram sebelum meletakkan kedua tangannya ke atas kepala. Aku menggigit bibir tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Caden. . . kau tidak apa?"

Dia menggeram, memegangi perutnya lalu meringis. Aku berjalan mendekat dan meletakkan kedua tanganku ke keningnya yang sangat panas.

"Kau harus keluar dari sini. Apa kau memakan sesuatu yang membuatmu muntah?" Aku bertanya.

"Pergilah. . . ." Dia menggeram kecil sebelum mengusap bibirnya, berdiri dan menumpu kedua tangannya pada kloset.

Pria tersebut berjalan linglung keluar toilet sebelum meringis dan terjatuh ke lantai. Aku langsung berlari ke arahnya dan menarik tubuhnya untuk berdiri. Caden memprotes, berusaha untuk menarik tanganku menjauh dari pinggangnya sebelum dia hampir terjatuh lagi untuk kedua kalinya.

How We Fix Sorrow ✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant