BAB 16

756 76 8
                                    

"Permisi."

"Permisi."

"Halo. . . permisi, apa kau mendengarkanku?" Seseorang menjentikkan jarinya di hadapanku. Aku berkedip dengan cepat sebelum memfokuskan wajahku kepadanya.

"Oh, maaf. Ada yang bisa aku bantu?" Aku bertanya sambil tersenyum ke arah orang di hadapanku.

"Aku ingin meminjam beberapa buku ini." Dia menunjukkan beberapa buku mulai dari novel hingga buku sejarah.

"Oke, aku akan mengeceknya dari komputer—atas nama siapa?"

"Louisa Reid."

"Oke, baiklah. Bukunya sudah teregistrasi. Ini buktinya, jangan sampai hilang." Aku memberikannya kertas bukti yang aku stempel sebelum ia mengucapkan terima kasih dan pergi.

Aku kembali membuka halaman novel yang aku baca yang masih berada di tengah-tengah, mungkin karena aku melamun setiap sepuluh menit, jika saja aku tidak melamun maka aku dapat menyelesaikan buku ini dalam tiga jam.

Sebentar lagi perpustakaan ditutup, aku mulai membereskan meja lalu mematikan komputer. Beberapa orang yang membaca di perpustakaan mulai keluar tidak lupa menata bukunya kembali ke dalam rak. Ada beberapa orang yang meletakkan bukunya di atas meja. Aku mendengus pelan sebelum mengambil buku tersebut dan menatanya dengan rinci menurut genrenya.

Aku meletakkan kartu identitasku sambil mengucapkan selamat tinggal kepada Jodi dan Tonya. Mereka melambaikan tangannya kepadaku sementara aku mengangguk kecil.

Di rumah makan aku masih bergerak menjadi kasir, di sana aku juga melatih diriku untuk tidak muntah saat ada orang yang memesan makanan. Tentu saja tidak mudah, aku sempat berkeringat dingin dan harus menahan napas setiap makanan baru disajikan dadi dapur.

Tugasku yang berdiri di depan kasir sebagian besar membuat kakiku pegal, pahaku masih perih setiap aku menggesekkan tanganku ke pakaian dengan tidak sengaja. Lengan dan perutku juga masih perih, aku tidak bisa bergerak dengan bebas, aku harus membeli antiseptik dan antibiotik ke toko obat sebelum aku kembali.

Aku bahkan tidak tahu jika aku ingin kembali ke tempat itu.

Selama bekerja aku mencoba untuk fokus, untung saja hari ini rumah makan tidak sepadat hari-hari biasanya, masalahnya adalah hujan deras mengguyur kota, membuat orang-orang lebih memilih untuk tidak makan ketimbang harus keluar dari rumah. Bahkan beberapa orang yang memesan makanan kepada kami diantar melalui aplikasi makanan online.

James menemukan alternatifnya beberapa bulan yang lalu saat aku memberitahunya. Dia dengan cepat meregistrasi akun agar orang-orang dapat membeli makanan melalui aplikasi online. James berkata bahwa hal ini menambah profit ruang makan, dia tertawa sambil menepuk punggungku pelan membuatku mengernyit karena ada beberapa goresan di sana.

Lola masih sibuk mengurus tanaman venusnya yang datang seminggu yang lalu, dia juga membeli kapur serangga untuk mencegah semut keluar dari dapur kecuali melalui tanaman venus. Dia berkata bahwa kini hanya ada sedikit semut yang mengitari dapurnya. 

Perutku kembali keroncongan, hal ini selalu terjadi setiap malam saat aku hanya memakan satu kentang rebus setiap hari dan dua gelas air setiap hari. Aku tidak memiliki peraturan lainnya, yang jelas aku tidak butuh makan karena hal itu akan menghambat penurunan berat badanku.

Sepulang dari rumah makan aku memutuskan untuk pergi ke toko obat. Aku mengambil obat anti nyeri, antiseptik, obat oles agar lukanya tidak basah, serta satu boks perban dan satu pak kapas.

Max, seorang pria lulusan perkuliahan farmasi berjaga di toko, dia tidak terlalu peduli dengan apa yang orang lain lakukan. Aku tahu dia tahu tentang apa yang terjadi denganku tapi dia tidak berbicara apapun. Aku tidak apa, aku harap orang-orang ini tidak membuat masalah besar tentang apa yang aku lakukan.

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now