BAB 36

905 93 12
                                    

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Andrew bertanya dengan mulut penuh roti lapis yang dia beli di kafetaria, matanya melirik Caden yang masih mengamati kertas berisi poin-poin yang Andrew tulis setelah membaca seluruh buku Flora semalaman. Sudah ada dua cangkir kopi yang kosong di atas meja Caden. Mata Andrew merah, setelah menelan roti lapi ia langsung menguap.

"Hanya membaca, bisakah kau diam?" Caden menatap tajam Andrew, memutar nata sebentar sebelum ia kembali membaca catatan buku Andrew mengenai apa yang terjadi kepada Flora.

Caden membolak-balikkan kertasnya. Dia tidak percaya jika seluruh hal ini terjadi kepada Flora. Caden juga mengakui, dia ikut berperan dalam menyakiti wanita ini. Setelah Flora sadar dia akan meminta maaf kepada wanita tersebut. Caden merasa bahwa itu merupakan hal yang patut dilakukan karena dia tidak ingin Flora melihatnya sebagai pria yang menyakitinya.

Caden ingin Flora menyukainya. Caden punya harapan tinggi bahwa Flora menyukai pria tersebut. Caden punya segalanya, dia tidak perlu berusaha keras agar wanita itu menyukainya, 'kan?

Caden memperhatikan kertas yang ada di tangannya, semakin dia membaca daftar poin yang ditulis oleh Andrew mengenai Flora semakin dia tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai Flora.

"Jadi kekerasannya dimulai bahkan saat dia menulis buku pertamanya? Maksudku dia sudah punya tanda-tandanya lebih lama?" tanya Caden kepada Andrew.

"Ye, dia sudah mengalaminya, jadi ada kemungkinan kekerasannya terjadi sejak dia kecil." Andrew menjawab.

"Kau sudah menemukan alasan mereka?" tanya Caden.

Andrew tersenyum sinis sebelum dia mendengkus. "Orang tuanya berekspektasi bahwa mereka akan mempunyai anak laki-laki sebagai anak kedua mereka—itu yang dikatakan oleh dokter kandungannya, tidak sampai Flora lahir." Andrew berhenti sebentar, menggigit pipi dalamnya sebelum ia menatap Caden. "Mereka punya rencana melakukan kerja sama dengan perusahaan Green agar mereka mendapat profit lebih banyak karena perusahaan mereka diambang kebangkrutan, jadi setiap Flora mencapai sesuatu dalam kehidupannya orang tuanya akan menyabotasenya. Ada kemungkinan besar orang tuanya tahu mengenai keinginannya menjadi perancang busana, jadi mereka merusak mesin jahitnya." Andrew berhenti sebentar, telunjuknya menunjuk salah satu buku harian Flora.

"Di sini juga dijelaskan bahwa mereka membakar alat gambar Flora saat ulang tahunnya yang keempat belas karena dia ingin mencoba menjadi pelukis. Orang tuanya juga menyabotase kuliahnya. Dia membayar orang dalam untuk menggantikan posisi Flora yang diundang masuk di jurusan desain busana dengan menukarnya dengan kakaknya. Orang tuanya tahu saat membaca syarat dan layanan dalam firma mereka membutuhkan seseorang yang tidak memiliki kontribusi dalam bidang perekonomian untuk membantu mempercepat prosesnya, karena itu keluargamu dan keluarganya memilih Flora, aku yakin kau tahu tentang apa yang aku bicarakan."

Caden bernapas acak, dia langsung berdiri dari kursinya lalu berjalan bolak-balik ke ruangan kantornya. Dia mengacak-acak rambutnya sebelum menjambaknya keras. Caden menghembuskan dan menarik napas dengan cepat, bibirnya terbuka sedikit. Dia menatap Andrew dengan wajah bingung dan alis yang menyatu. Tangan Caden menggenggam. 

Bagaimana dia bisa sebodoh ini? Kenapa dia tidak pernah mencari tahu lebih banyak tentang Flora, keluarganya, dan juga perusahaan Nelson? Seharusnya dia tidak langsung menyetujui pendapat kedua orang tuanya untuk menandatangani perjanjiannya.

Caden mengira perjanjian ini dapat menjauhkannya dari perintah ayahnya karena sekarang dia merupakan pemegang perusahaan Green. Namun, ternyata selebrasi kecilnya ketika dia menandatangani perjanjian firma hanya berlaku sementara. Caden seharusnya memikirkan hal ini dengan matang. Dia seharusnya melibatkan pengacaranya untuk mengatasi penyimpangan perjanjiannya. Dia juga seharusnya meminta Andrew untuk mengorek lebih dalam mengenai keluarga Nelson. 

How We Fix Sorrow ✅Where stories live. Discover now