Chapter 37 | Khawatir

3.8K 650 29
                                    

Hai, jangan lupa tap tap⭐
Happy Reading!

***

"Ari? Ari buka pintunya!" Teriak Elang.

"ARI WOEYYYYY" Kali ini Gema yang berteriak.

"Gimana ini Bang, gue takut Ari kenapa-kenapa." Nalen berujar khawatir.

Mereka berempat cemas karena Janari sudah tidak keluar dari kamar seharian. Sejak ia pulang dan dibuntuti oleh Juna dan Nalen, ia sama sekali belum keluar dari kamar. Mereka takut jika Janari melakukan hal-hal aneh di dalam yang membahayakan tubuhnya.

Sejujurnya Elang baru tahu apa yang dialami adik sepupunya tadi sore. Ia mencium sesuatu yang tidak beres terjadi pada Janari, langsung mengirim pesan pada Juanda. Dan kakak sepupunya itu menceritakan apa yang terjadi di rumah ketika Janari datang. Karena itu, dengan cepat Elang menuju kamar Janari yang terkunci. Dan sialnya lagi, tak ada tanggapan dari lelaki itu.

"Dobrak aja gimana?" Usul Gema. Lelah karena usaha mereka sedari sore tidak membuahkan hasil.

"Gue ada ide." Tiba-tiba Juna bersuara. "Gue nggak yakin sih, tapi gue pikir cara ini bakal lebih manjur dari kita." Lanjutnya dengan ekspresi serius.

Ketiganya menunggu ucapan selanjutnya dari Juna dengan seksama.

***

Disinilah Jolana sekarang. Berdiri di depan kamar Janari. Beberapa menit yang lalu ia dikejutkan dengan kedatangan seorang lelaki di indekosnya. Ia lantas menghela napas gusar setelah lelaki bernama Elang mengaku sebagai kakak sepupu Janari dan membutuhkan bantuannya.

Elang tak menjelaskan secara rinci, namun hatinya langsung mencelos. Tanpa berpikir panjang, Jolana bergegas ke Arcadia. Ia takut jika ada hal yang tak diinginkan terjadi pada Janari. Sangat takut.

Saat Jolana sedang menenangkan dirinya, sudut matanya menangkap sosok yang cukup familiar. Lelaki yang menemuinya ketika ia pertama kali berkunjung ke Arcadia.

"Gue abis dari warung."

Jolana menatap lelaki itu heran. TMI banget?

"Nanti pas lo berhasil masuk, kasih dia ini." Juna menyerahkan sebungkus rokok. Seketika netra Jolana berkilat tajam.

"Dia lagi kayak gitu dan kamu kasih rokok? Gila!" Jolana tak peduli jika ia baru saja meninggalkan kesan jelek pada lelaki ini.

Juna terkekeh. "Buat jaga-jaga doang. Alhamdulillah kalo lo berhasil bujuk dia." Baru tungkainya berjalan selangkah, ia berhenti. "Sebelumnya makasih banyak. Kita nunggu kabar baik dari lo. Dah ya,"

Jolana terdiam. Ia lantas memusatkan perhatiannya pada sebungkus rokok di telapak tangannya. Ia tidak ingin Janari terbelenggu pada kenikmatan fana ini. Ia menghela napas panjang sekali lagi.

"Ari? Ini Lana. Buka pintunya ya?"

Hening.

"Ari, tolong buka pintunya aku mau ngomong."

Tak ada jawaban.

"Ari, biarin aku masuk ya? Aku nggak bakal nanya apa-apa. Aku.. aku cuma mau peluk kamu. Aku khawatir Ari.." Jolana mulai berkaca-kaca.

Rungunya sedikit mendengar pergerakan dari dalam. Jantungnya berdetak kencang.

"Ari?" Panggilnya lagi.

Ceklek.

Pintu kamar itu terbuka. Meski celahnya hanya sedikit. Dengan ragu-ragu, ia membuka pintu lebih lebar. Netranya terperangah. Kamar ini sungguh.. kacau.

Arcadia✔Where stories live. Discover now