Chapter 35 | Sebuah Alasan

3.4K 661 53
                                    

Hai, janlup tapi tap⭐
Happy Reading!

***

Lingga menyeka bulir keringat di keningnya. Kelasnya baru saja sparring dengan kelas sebelah. Ia berjalan menuju tribun untuk melepas dahaga.

"Ini, Kak."

Lingga mendongak. Walaupun cukup terkejut, namun Lingga menatap lawan bicaranya dengan datar.

"Nggak perlu. Aku bawa minum." Lingga berjalan melewatinya.

"Nggak papa Kak, terima aja. Aku beli ini buat Kak Lingga." Jawab seorang gadis yang ternyata adalah Lintang. Lingga lantas memutar tubuhnya.

"Kamu lupa sama yang aku omongin kemaren-kemaren?" Lingga bertanya tajam.

"E-engga ta-tapi–"

"Terus kenapa masih dilakuin?"

Lintang hanya menundukkan kepalanya.

"Bahkan kamu sampe ikut kesini buat kasih aku minum?" Lingga berdecak.

"I-itu–"

"Aku yang ngajak dia ikut. Ada masalah?" Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi mereka berdua.

"M-mas Ridho.." Gumam Lintang saat bahunya dirangkul seseorang.

Lingga menaikkan satu alisnya. Lelaki ini adalah salah satu lawannya saat sparring tadi. Lantas satu sudut bibirnya terangkat. "Oh bagus deh." Tanpa berkata apa-apa lagi, ia bergegas pergi.

"Cuma mau kasih saran sih, jangan kasar sama cewek. Daripada nyesel nantinya!!" Teriak lelaki yang bernama Ridho itu.

Lingga tak membalas apalagi membalikkan tubuhnya. Ia hanya menyeringai. Sedangkan Lintang menatap nanar kepergian Lingga.

***

"Anak Mama udah gede. Mama kangen banget sama Ari."

Janari hanya terdiam kaku ketika sang ibu memeluknya dengan erat sembari terisak. Lagi-lagi tangannya mengepal. Namun sedetik kemudian, suara Jolana terngiang-ngiang di kepalanya. Ia menghela napas dalam. Setelahnya, Janari baru membalas pelukan ibunya.

Juanda tersenyum penuh haru melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya. Sebuah momen yang sangat amat ia rindukan setelah bertahun-tahun. Diam-diam ia menyeka airmata di sudut matanya.

"Ari makan dulu yuk, Mama masak makanan kesukaan Ari." Sang mama menggiring Janari ke ruang makan. Janari masih membisu.

"Nih, Mama ambilin. Kalo mau nambah bilang ya!" Sang mama berseru senang. Janari hanya mengangguk.

"Gimana kuliahnya?"

"Baik."

"Kamu emang kayak Papa kamu, maunya jadi Arsitek." Imbuh sang mama.

Janari menghentikan suapannya yang dari awal sudah terasa hambar. Tiba-tiba suasana menjadi canggung. Juanda berdecak dalam hati. Ia melirik ke arah ibunya yang sepertinya tidak sadar dengan situasi.

"Iya." Jawab Janari akhirnya.

"Papa kamu baik kan?"

"Mungkin."

"Udah kemana aja Ri, di Jogja?" Juanda mengalihkan pembicaraan.

"Nggak banyak sih,"

"Kapan-kapan liburan sama Mama yuk Ri?" Untuk kesekian kalinya, Janari mengangguk.

"Dulu kamu suka banget ke pantai, terus bikin istana pasir–"

"Mah," Tegur Juanda pelan. Ibunya hanya menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Arcadia✔Where stories live. Discover now