Chapter 15 | Warteg

3.9K 703 65
                                    

Hai, janlup tap tap⭐
Happy Reading!

***

"Naya, habis kamu nyuci piring boleh ngobrol sebentar?"

Naya yang sedang fokus mencuci piring menoleh. Wajah tampan Elang memasuki indra penglihatannya.

"Oh boleh Mas, boleh."

"Mas tunggu di gazebo samping rumah ya?"

"Iya, Mas."

Naya dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya. Lantas ia menyusul Elang yang sudah menunggunya di gazebo.

"Ada apa Mas?" Naya mendudukkan dirinya di sebelah Elang.

"Mas udah ngomong ke Bunda sama Mbak, mereka ngijinin kamu tinggal sementara disini."

Naya menghela napas lega. "Alhamdulillah."

"Awalnya mereka agak keberatan sih, lebih khawatir ke kamunya karena tinggal sama kami para lelaki. Tapi waktu Mas cerita keadaan kamu, mereka nggak tega juga."

"Makasih banyak ya Mas, Naya nggak tau harus gimana buat balas kebaikan Mas sekeluarga."

"Nggak papa Nay. Oh iya, ini buat kamu. Kemaren Mas bawa ke tempat service ternyata masih bisa dipakai." Elang menyerahkan ponsel lamanya.

"Mas?" Naya terkejut.

"Kamu bisa hubungin orangtua kamu, Mas tau pasti kamu kangen banget kan sama mereka? Kalau kamu hapal nomornya, telfon aja. Kabari mereka Nay pasti mereka khawatir."

Naya menunduk. Air mata menggenang di pelupuk matanya.

"Mas, sebenernya Ibu tau kaburnya aku." Ungkap Naya. Kali ini gantian Elang yang terkejut.

"Ibu juga ndak mau aku nikah sama orang itu Mas. Ibu ndak rela anak perempuan satu-satunya harus berkorban. Jadi Ibu relain aku pergi sementara. Makanya aku bertekat kerja dan cari uang yang banyak biar hutang orangtuaku lunas Mas." Jelas Naya sembari terisak.

Elang yang tak tega menepuk pelan pundak rapuh Naya—mencoba menguatkan.

"Naya, Mas bebasin kamu disini sampai kapanpun. Dan Mas akan bantu nyelesein masalah kamu sebisa Mas, ya?"

Naya menatap Elang penuh haru. "Makasih Mas Elang."

***

"Ini warteg apa kayangan ya, kok ada bidadari."

Jolana memejamkan matanya. KENAPA KETEMU BUAYA INI LAGI SIH?!

"Lana mau beli nasi rames?" Tanya Janari.

"Enggak, mau ngapel anak lanangnya yang jualan." Jawab gadis itu kesal.

Janari tertawa keras.

"BU KATANYA CEWEK INI MAU NGAPEL ANAK LANANGNYA IBU!" Teriak Janari.

"APASIHHHH MALU-MALUIN!"

"Walah Mbak, anak lanangku wes due bojo." (Waduh Mbak, anak laki-lakiku udah punya istri.)

Tawa keras Janari menguar. Sedangkan pipi Jolana merah padam. Ia malu setengah mati. Apalagi ia mendengar beberapa tawa dari pengunjung lain.

"Lana pesenin dongggg"

"Males."

"Ayoklah, nanti baliknya gue tebengin."

"Itu doang andalannya." Cibir Jolana.

"Gue nggak punya kuda soalnya."

"Ck bodo ah! Cepetan mau pesen apa?!"

"Sayur kentang sama kering tempe ya. Sama telor dadar deh lauknya."

Saat giliran Jolana, ia langsung memesan nasi rames untuknya dan Janari.

Sembari menunggu dibungkus, Janari mengajak Jolana mengobrol.

"Btw Lan, kok gue baru liat lo akhir-akhir ini ya. Padahal biasanya gue selalu cepet menyadari ada cewe cantik di deket gue."

Jolana memutar bola matanya malas. DASAR COWOK PRIK!

Tapi batas kesabaran Jolana belum habis. "Aku baru pindah kost emang. Baru semingguan disana."

"Pantesan kok baru liat ada bidadari di sekitar gue gitu loh."

"Mbak, ini pesanannya udah. Totalnya lima belas ribu ya." Ibu warteg memotong pembicaraan keduanya.

"Oh iya Bu ini-"

"Ini ya Bu. Kembaliannya buat Ibu aja." Janari menyerahkan uang dua puluh ribuan.

"Ntar aku balikin." Jolana mengekori Janari yang berjalan keluar.

"Nggak usah Lan."

"Nggak enak dong?"

Janari menaiki motornya. "Yuk naik!"

Janari terkekeh geli melihat Jolana yang menatap tak enak dirinya. "Jangan melas gitu dong mukanya,"

"Yaudah kalo lo pengen ganti. Ganti aja." Lanjut Janari.

"Ini-"

"Bukan uang. Gantinya tolong lo apalin sayur kesukaan gue tadi."

"Hm? Kenapa aku harus apalin?" Jolana bertanya dengan bingung.

"Biar lo masakin itu buat gue di masa depan." Jawab Janari santai. Namun senyumnya tak luntur sedikitpun.

Siaga satu Lan, batin Jolana.

***

Cakra berjalan menuju depan sekolahnya selagi menungu Lingga yang mengambil motornya di parkiran. Ia sedang sibuk dengan ponselnya namun percakapan dua siswi di depannya mengalihkan perhatiannya.

"Aku sebel pol sama Cantika. Dia tuh semaunya sendiri kalo kelompokan. Masa dia mau ngerjain sendiri? Dikira anggota yang lain sebodoh itu apa!"

"Pantesan ya anak kelasmu ndak ada yang mau temenan sama dia. Aku sering liat dia sendirian tiap ke kelasmu."

"Siapa juga yang mau temenan sama anak sombong kek gitu! Untungnya ya dia selalu gagal dapetin paralel satu karena Cakra. Kalo dia dapet ranking satu paralel wah makin makin tuh!"

"Lain kali kalo mau ngomongin orang tuh jangan di belakangnya." Kedua siswi tersebut terperanjat kaget. Mereka berdua lantas menoleh ke belakang. Cakra tersenyum tipis.

"C-cak-"

"Eh tapi kalian ngomongin aku di depan orangnya sih bener." Cakra menyeringai. "Tolong ngomongin Cantika di depannya dia ya lain kali." Kedua siswi tersebut pucat dan malu setengah mati.

Cakra melanjutkan langkahnya sampai keluar gerbang sekolah. Ia menoleh ke samping kirinya dan netranya menemukan Cantika diantara siswa-siswi yang berada di halte. Ia duduk sendirian tanpa berinteraksi seperti siswa-siswi di sekitarnya.

Dan Cakra baru menyadari satu hal. Dibalik sikap sombong dan galaknya, ternyata seorang Cantika kesepian.

-TBC-

Makasih banyak semua 😭🥺

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Makasih banyak semua 😭🥺

Selamat hari libur~
Btw mau tanya, kalian milih gak perlu ada translate apa ada di tiap percakapan basa jawanya? Takutnya agak ganggu:"
Makasih udah baca ceritaku, btw happy 4k🥰
Tolong vote + komen❤
Sampai bertemu di chapter selanjutnya!

Arcadia✔Where stories live. Discover now