Bab 46

76.1K 5.9K 620
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Pagi yang cerah untuk hati yang dipenuhi warna merah muda. Jiwanya seperti terlahir kembali. Gundah yang sempat bersemayam, kini terenggut, terbuang jauh.

Pagi-pagi sekali Melvin sudah berada di depan sebuah rumah bergaya klasik modern.

Semburat warna jingga perlahan memudar, mulai terganti dengan warna biru muda. Meski silau di tatap mata, tak membuat para penghuni bumi mengalihkan pandangannya. Dengan bebasnya mereka menghirup udara pagi yang belum tercampur polusi kendaraan.

Tanpa ragu pria itu berjalan menuju pintu besar.

Di tempat ini Melvin dibesarkan, tanpa kekurangan kasih sayang barang secuil pun.
Rumah yang menjadi saksi bisu pertengkaran antara anak dengan orang tuanya.

Tujuan serta pemahaman yang berbeda menjadi awal konflik dimulai. Ditambah Melvin yang memutuskan pembatalan pertunangan secara sepihak dan memilih hidup terpisah dari keluarga. Hal itu semakin memperkeruh keadaan.

Ini bukan pertama kalinya pria itu datang setelah memutuskan untuk hidup mandiri di luar lingkup keluarga.
Karena pada kenyataannya, ia seperti belanja bulanan, akan datang tiap sebulan sekali untuk menemui anggota keluarganya.

Disana. Di dalam rumah itu, wanita yang ia cintai tanpa jeda berada. Sosok tangguh yang selalu mendukungnya tanpa celah. Dia menjadi orang pertama yang akan selalu mempercayainya. Apapun, bagaimanapun terjalnya jalan yang telah dipilihnya, dia akan mendukung sepenuhnya. Sesulit apapun, walau semua orang berusaha mematahkan harapan, akan ada satu sosok yang tetap menyuruhnya berlari ke depan tanpa menggubris orang yang berusaha menjatuhkannya.

Dia ... wanita pertamanya, wanita yang menjadi jembatan menuju surganya.

Bau harum masakan langsung menyapa indera penciuman begitu Melvin membuka pintu rumah. Pria itu berjalan santai mencari sumber harum yang membuat perutnya berbunyi.

"Pagi Ma," sapanya mencium bergantian kedua pipi wanita paruh baya yang masih terlihat cantik. "Mama, apa kabar?" tanyanya.

Wanita paruh baya yang diketahui bernama Mia itu mengangkat kepalanya, menatap putranya sebentar sebelum kembali berkutat dengan masakannya. "Tanggal berapa ini, Vin?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Melvin.

Meski bingung dengan pertanyaan Mamanya, Melvin tetap menjawab. "Empat belas. Kenapa Ma? Uang belanja dari Papa sudah habis?"

"Ini bukan lagi masalah uang. Kamu tau sendiri 'kan? Mama mu ini punya banyak black card dari ngerampok Papa."

Melvin mengangguk. Papanya memang over royal dengan orang yang dia sayang. "Terus?"

"Empat belas.."

"Iya, ada apa dengan tanggal 14, Ma?" Melvin mulai gemas sendiri.

"Kamu udah telat 14 hari.." jelas Mia ambigu.

Dua Garis Merah | DEOLINDA [Completed]Where stories live. Discover now