Bab 42

75K 5.2K 465
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Jalani apa yang bisa dijalani.

Sebuah kalimat sederhana yang menyimpan banyak ekspresi dan emosi.

_____

"Yang aku lakukan sudah benar 'kan Pa? Balasan untuk orang kurang ajar adalah kematian. Balasan untuk perusak kebahagiaan.. hancur berkali-kali," kata Aretha menatap Seno berapi-api.

"Aretha," geram Bara berjalan mendekat dengan langkah lebar.

-

Bara mencengkram lengan Aretha. Matanya menatap tajam satu persatu wajah tiga manusia yang juga menatapnya dengan ekspresi berbeda-beda.

Nafas pria itu memburu, pandangan matanya kembali pada adik kandungnya. Tak ada raut kesakitan ataupun ringisan yang keluar, meski cengkraman Bara tak main-main kuatnya.

"Lo.. lo bunuh orang lagi?!" geramnya.

Aretha mengangkat kedua bahunya acuh. "Hanya kecoak kecil, nggak penting juga."

"Jadi, lo benar-benar bunuh orang lagi?!" sentaknya.

"Bara, lepas sayang. Adik kamu kesakitan," pinta Sea yang sudah berdiri di samping kakak beradik itu. Berusaha melepaskan cengkraman Bara dari lengan putrinya.

"Orang tua jenis apa kalian ini? Yang membenarkan perbuatan sadis anaknya." Bara melepas kasar cengkraman nya, menunjuk wajah datar Aretha. "Membiarkan dia semakin tersesat dalam kubangan dosa!"

"Lalu.. apa bedanya kami dengan kamu, Bara? Bukankah setiap Aretha melenyapkan orang, kamu berperan menutup dan melenyapkan barang bukti?" ujar Seno tersenyum miring.

Skakmat!

Bara terdiam. Apa yang dikatakan Seno adalah kebenaran. Selain karena ia menyayangi Aretha, ancaman Seno selalu menjadi kelemahannya.

"Kamu nggak akan bisa melawan saya, Bara. Ataupun membantah perintah saya. Kamu memang tidak tinggal dirumah saya lagi, tapi.. saya akan tetap menjadi Rajanya, mengatur setiap langkah yang harus kamu ambil kedepannya."

Kedua tangan Bara terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Berusaha menahan emosi yang menguasai diri.

"Brengsek!" desisnya.

Seno terkekeh meremehkan. "Bereskan kekacauan yang dilakukan putri kesayangan saya. Pastikan tidak ada satu orang pun yang tahu, atau.. kamu akan tahu akibatnya.." perintahnya tak terbantahkan. Pria paruh baya itu melenggang pergi.

"Sudah, sudah, ayo duduk sayang. Kamu kenapa nggak pernah pulang? Nggak kangen Mama?" rajuk Sea menuntun putranya agar duduk, namun Bara bergeming.

Sea mengusap lembut punggung Bara, berusaha meredam emosi pria muda di depannya. "Jangan diambil hati ucapan Papa kamu. Tahu sendiri, Papa nggak suka dilawan."

Dua Garis Merah | DEOLINDA [Completed]Where stories live. Discover now