Bab 30 W

671 168 48
                                    

Memeriksa dokumen yang menumpuk setelah ia selesai izin dari kantor. Jennifer benar-benar bingung. Ia semestinya tidak meminta untuk bekerja di kantor karena ini tidak cocok dengannya. Beberapa dokumen sudah dimengertinya setelah dijelaskan asisten sang ayah dan hasil belajar dari Yunho, tapi sebagian lagi tidak. Ia menumpuk dokumen itu dan berdiri. Tujuannya jelas tidak akan mengerjakannya. Tidak juga memanggil Yunho untuk bekerja. Ia akan membawa dokumen ke ruangan Seonho dan membiarkan kakaknya itu mengerjakan.

Belum sempat ia mencapai pintu, ponselnya berdering. Dari Jiyeon. Nah, ini dia wanita yang di tunggu-tunggu Jennifer, akhirnya menunjukan diri juga. Segera mengangkat telepon itu, Jennifer langsung menyapa.

"Eunni!" Jennifer sedikit memekik memanggil wanita itu.

"Je, kau dimana? Bisa kita bertemu?"

"Di kantor, oh tentu saja, kau ingin bertemu dimana?"

"Di caffe biasa!"

"Okay baiklah, sekarang?"

"Iya, aku tunggu."

Telepon terputus setelah Jiyeon berkata begitu. Ia bergegas berlari mengambil tas dan kembali menuju pintu dengan tumpukan dokumen menuju ke ruangan Seonho, ia menyerahkan dokumen tadi kepada sekretaris sang kakak.

"Ah berikan ini pada Seonho Oppa, katakan Jaejoongie ada yang dikerjakan di luar bersama Jiyeon!" Jennifer segera melangkah menjauh setelah berucap dengan cepat seperti tadi.

Sungguh, ia bingung apa maksud Jiyeon memanggilnya ke caffee biasa mereka bertemu. Entah lah, ia tidak bisa mengira apa yang akan dikatakan oleh Jiyeon nanti. Mengenai Yunho atau mengenai kebohongan kepada ibunya.

———

Jennifer tiba di caffee dan melihat Jiyeon ada di tempat biasa duduk dengan dua gelas kopi yang sudah dipesannya. Ia segera duduk di seberang wanita itu dan wajah Jiyeon berseri kala melihatnya tiba.

"Je!" panggil wanita itu dengan bersemangat.

"Apa yang membuat Eunni tergesa memanggilku, umh?"

Tersenyum manis, Jiyeon menatap lekat Jennifer. "Apa kau ada menemui Ibu?"

"Ada, minggu lalu. Kenapa?" dengan santai Jennifer menjawab dan tidak berekspresi macam-macam.

"Ibu bertanya aku tinggal dengan siapa, dia bertanya—"

"Iya dia bertanya, aku tidak tahu apa-apa jadi aku menjawab seadanya, memang kau tidak mengatakan apa-apa padaku sebelumnya, jadi kau tinggal dengan siapa?" Jennifer menyela dan mencerocos tanpa henti.

Jiyeon sudah menduga, memang salahnya karena tidak mengkonfirmasi dengan Jennifer. Dan ibunya marah-marah dengannya, ia menjadi susah beralasan karena ibunya meminta ia kembali ke apartemen mereka.

"Aku tinggal dengan kekasihku selama ini, aku—"

"Apaaaa?!" Jennifer berteriak, sehingga membuat atensi pengunjung caffee tertuju padanya. Ia segera menutupi wajahnya karena sadar bahwa menjadi pusat perhatian.

"Apa kau tidak terbiasa dengan itu? Kau di London cukup lama, ini sudah biasa kan? Pacarku tinggal di apartemen mewah, dan kami merencanakan akan menikah!"

Astaga, Jiyeon! Wanita ini tidak bisa ditebak, tidak bisa juga ia percaya dengan penuh sekarang. Menikah saja ibunya tidak tahu, dan sekarang tinggal berdua dengan seorang pria. Apa sebenarnya yang dilakukan Jiyeon. "Eunni, kau serius menikah dengan Yunho?"

Wajah Jiyeon sedikit berubah, "Tentu saja! Kenapa? Jangan ingatkan aku dengan pria brengsek itu!"

Masih saja menyebut Yunho pria brengsek, ia tidak yakin pacarnya yang brengsek. Bisa jadi Jiyeon memanipulasi keadaan, padahal sebenarnya wanita ini bermasalah. Dilihat dari track record kebohongan kepada ibunya sendiri. Bahkan, ibunya tidak tahu siapa itu Jung Yunho. Ia curiga.

"Aku masih berhubungan dengan Yunho karena permintaanmu itu!"

Jiyeon terbelalak, ia sudah meminta Jennifer untuk berhenti ketika pria itu mencampakkan Bora. Tapi, sampai sekarang Jennifer meneruskan berhubungan dengan Yunho. Astaga, ia harus menghentikan ini. "Jauhi dia, Je. Kau tidak tahu betapa mengerikannya pria itu kan? Jangan sampai kau menyukainya! Jangan sampai!"

Semakin Jiyeon melarangnya, ia semakin curiga. Ia berpacaran dengan Yunho lebih sebulan, orang tua mereka sudah menyetujui, dan menurutnya Yunho baik-baik saja selama ini kepada dirinya. Ia yakin ada yang tidak beres pada Jiyeon.

"Eunni, aku tidak percaya dia sejahat itu, apa kau—"

"Kau dan dia baru mengenal, kau dan aku mengenal jauh lebih baik kan? Kau tidak percaya padaku?"

Jiyeon sedikit meninggikan suaranya. Ia terhenyak dengan sikap Jiyeon seperti ini. "Kenapa Eunni bersikap begini, aku hanya bertanya!"

"Aku mengingatkanmu Je!"

Okay, fine! Jiyeon mengingatkan. Tapi, ini seperti Jiyeon sedang menyembunyikan sesuatu. Ia tidak ingin membahas tentang kekasihnya lagi. Tidak peduli sekarang jika Yunho benar mantan Jiyeon atau tidak, suatu saat semua akan terungkap. "Ibu tahu kau tinggal dengan pacarmu?" Jennifer sengaja mengubah topik.

"Belum, aku belum memberitahu, kau jangan beritahu ibu dahulu."

"Cepat beritahu dia, dia sangat peduli padamu, jika pria itu baik maka dia pasti akan menemui ibu."

"Dia ingin, tapi aku yang belum ingin mempertemukan, sudah lah aku bisa mengatur semuanya."

Jennifer tidak ingin terlalu ingin mencampuri urusan Jiyeon. Ia juga sudah sedikit kesal karena Jiyeon menjelekan Yunho. Ia sudah mulai percaya penuh dengan calon suaminya itu.

———

Sebelah alis Yunho terangkat ketika melihat sebuah photo yang menurutnya tidak mungkin. Ada kekasihnya dan wanita itu dalam satu frame. Ia menatap Changmin dan meletakan ponsel ke atas meja.

"Ini benar?"

"Kapan aku bercanda?"

"Jaejoongie mengenal Jiyeon?" Yunho masih belum percaya.

"Awalnya kukira itu tidak benar, lalu aku sengaja berlama-lama si situ dan mereka mengobrol cukup lama. Jika bukan kenal maka apa?"

Menggigit bibir bawahnya, ia mulai emosi. Dimana Jennifer mengenal wanita ini dan apa yang dibicarakan mereka. Rahangnya tiba-tiba mengeras dan ia langsung mengambil ponselnya untuk mendial nomor ponsel sang kekasih.

Tak lama menunggu dering telepon, Jennifer mengangkat panggilannya.

"Halo, Hon—"

"Dimana kau kenal wanita itu?"

"Wanita apa maksudmu, Hon?"

"Park Jiyeon! Kau dan dia kenal dimana?"

Sejenak sambungan telepon hening hingga Jennifer menyahut dengan terbata.

"Ji-Jiyeon? A-apa maksudmu?"

"Kim Jaejoong, aku melihat kau bersama dengannya di caffee, kau kenal dengannya? Atau kau adalah sekutunya?"

Changmin menggeleng melihat kemarahan Yunho kepada Jennifer. Semestinya bukan begini, tidak mungkin Jennifer sekutu Jiyeon. Wanita itu jelas terverifikasi anak Kim Namgil. "Dia tidak mungkin sekutu Jiyeon," ucap Changmin dengan pelan dan Yunho bisa mendengar dengan baik.

"Aku tidak mengerti mengapa kau begitu marah? Apa kau dan Jiyeon pernah memiliki hubungan? Sehingga kau membentakku, apa ada yang salah dengan Jiyeon dan kau?"

Nah, kali ini Jennifer lebih berani bertanya kepada Yunho. Pria itu menautkan kening dan tertawa kering. "Hubungan? Bullshit! Aku paling anti dengan wanita yang berhubungan dengan wanita brengsek seperti Jiyeon!"

Memutuskan sambungan telepon, Yunho terbawa emosi. Lebih-lebih kala terlintas begitu saja, bahwa Jennifer mendekatinya dengan sengaja dan ingin menjebaknya. Entahlah, firasat itu tiba-tiba muncul, sial sekali jika itu memang benar, maka ia dikelilingi wanita toxic.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Rules ya genk, 35 komentar.

.
.
.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang