Bab 24

737 173 39
                                    

Memeluk sang ayah, Jennifer merasa bahwa ucapan Namgil terdengar pelan dan ada tersirat kesedihan. Ia tidak mau ayah tersayangnya ini merasa sedih karena dirinya. Jujur saja selama ini Namgil tidak pernah marah padanya. Tidak pernah sekalipun memukulnya, atau menyumpah serapahinya. Bagaimana pun nakalnya dirinya, Namgil hanya menggeleng kepala dan berbicara dengan sangat memanjakannya. Memberitahu bahwa hal ini dan itu tidak baik untuknya. Ia mengakui pria ini adalah pria terhebat, dan sangat menyayanginya di seluruh dunia.

Tetapi, satu hal yang tidak dimengertinya dari Namgil. Mengapa masih mempertahankan rumah tangga dengan Chaerim? Padahal kakek dan nenek sudah tidak ada lagi. Bukankah Namgil bisa mencerai wanita itu, namun ayahnya hanya bisa mendiamkan saja.

"Pa, apa kah Papa mulai menyukai Bibi Chaerim?" Jennifer bertanya dengan suara pelan, sungguh ia sebenarnya takut mendengar jawabannya, takut andai benar ayahnya sudah suka dengan ibu tiri bak ibu Cinderella itu.

Namgil terkekeh, pertanyaan Jennifer ada-ada saja. Ia menggeleng dan menjawab dengan mantap, "Mungkin Papa pernah nyaris tertarik dengannya karena merasa sepi, namun Papa mengingat kembali apa yang sudah dilakukannya kepada anak Papa, dan lagi Papa masih mencintai ibumu, Nak."

Nah, itu dia! Mengapa Namgil tidak mencari ibunya saja?

"Pa, kenapa masih dengannya? Jika Papa mencintai ibuku, mengapa tidak mencarinya dan menikahinya uumh?"

Hal ini sudah pernah diprediksi Namgil akan ditanyakan oleh anaknya, ia tersenyum dan mengusap lembut pipi Jennifer. "Mengenai itu sulit untuk Papa jelaskan, Nak. Suatu saat nanti kau pasti akan mengerti. Bukannya Papa tidak ingin mencari ibumu, dia baik-baik saja dan masih sama seperti dulu."

"Itu berarti Papa—"

"Tidak Sayang, Papa hanya melihat dari jauh. Sudah Papa katakan bukan, ibumu tidak ingin Papa ganggu lagi setelah membawamu kemari."

Jennifer rasa, ada sesuatu terjadi antara orang tuanya. Pertengkaran jelas adalah sumber utama, tetapi apakah ibunya tega membiarkan ia tinggal di mansion ini dan disiksa oleh Chaerim? Ah, andai ibunya tahu mungkin tidak akan sudi membiarkan ia di sini dulu. Namun, ia berhasil tumbuh dengan baik meski memiliki luka kenangan pahit masa kecil. Ada banyak hal sebenarnya yang hendak Jennifer katakan pada Namgil, tapi ia tidak ingin membuat ayahnya gelagapan menjawab pertanyaannya.

"Pa, sebenarnya Yeena cukup sering ke mansion, ketika itu di ruang gym, aku langsung pergi karena sudah selesai gym. Tapi, apa Papa yakin mengusirnya?"

Namgil mengernyitkan kening, mengapa Jennifer baru mengatakannya? Dan lagi, apa maksud anaknya tentang ia yakin mengusir Yeena? Tentu saja, ia sangat yakin. "Dia mengataimu keterlaluan, Papa yakin memberinya hukuman itu, Nak."

"Pa, tapi dia kasihan! Bibi Chaerim pasti akan membuatku tidak nyaman nanti, apa lagi Papa sudah menyetop uang bulanan Yeena, menurutku biarkan saja dia tetap di paviliun Pa, tapi dengan penjagaan lebih ketat?"

Sejujurnya, Jennifer tidak sebaik itu. Ia hanya ingin memantau Yeena dan sepupunya saja. Toh, jika Yeena tidak di sekitarnya sulit untuk melihat pergerakan wanita itu. Jadi, ia memutuskan agar Yeena tetap di sini, itu pun mungkin akan membuat Namgil merasa bahwa ia putri yang baik. Bukan untuk menipu sang ayah, tapi ini demi agar ia bisa membuat Yeena merasakan bagaimana menjadinya, dahulu.

"Benar kah? Tapi dia keterlaluan dengan Putri Papa!"

"Iya Pa, tapi dia kasihan. Sungguh, Pa. Biarkan dia tetap di paviliun."

"Akan Papa pertimbangkan, Sayang. Jika, mengganggumu terus menerus Papa tidak akan segan."

"Iya Pa, aku mengerti," Jennifer tersenyum lebar dan memeluk Namgil penuh sayang.

———

"Bagaimana pertemuan golf sekaligus bisnis hari ini, Honey?"

Jennifer langsung berlari menuruni anak tangga ketika sang asisten pribadi di rumahnya memberitahu bahwa sang kekasih sudah tiba. Ia langsung bergelayut manja di lengan Yunho dan membenarkan tas yang sedang dipakainya.

"Biasa saja, berjalan lancar. Tadinya dia mempengaruhi untuk investasi cara lain, tapi aku menolaknya," Yunho terkekeh mengingat apa yang dibincangkannya dengan sang klien, walau ia menolak tegas ajakan untuk investasi itu.

"Investasi apa, Hon?" Jennifer mengernyitkan kening. Ia bingung mengapa kekasihnya terkekeh dan nampak tidak berminat. Padahal, bukankah wajar jika klien mengajak untuk sebuah investasi diluar kerja sama perusahaan?

"Hmm, semacam trading, tapi bukan saham. Investasi yang bendanya tidak ada!" sahut Yunho, ia memang sudah lazim mendengar tentang investasi jenis ini sekarang, tapi ia tidak mau ikut bergelut ke dalamnya. Mengapa demikian? Karena baginya tidak memiliki keuntungan yang benar-benar. Barangkali istilah kasino bisa diselipkan untuk hal semacam itu.

Dalam bisnis seperti itu yang diuntungkan lebih hanya broker dan afiliator. Dalam kamus bursa saham, meski ada untung dan rugi tapi tidak seperti bisnis investasi virtual semacam itu.

"Maksudnya seperti apa, Sayangku?" Jennifer membawa Yunho segera keluar dari mansion, mereka mulai menuju ke mobil pria itu yang diparkir di depan teras.

"Investasi yang sekarang marak ada, Baby. Aku tidak ingin menyebut namanya, tapi pasti kau tahu. Bahwa dalam investasi itu memiliki banyak afiliator yang dikerahkan, mungkin klienku tadi salah satunya, sayang sekali aku tidak tergiur," Yunho kembali tertawa, lucu sekali orang-orang yang mudah percaya bahwa mereka akan sukses untuk investasi semacam itu. Padahal jika tidak memiliki pengalaman baik, maka sama saja. Ia berpengalaman saja tidak mau mencoba investasi semacam itu. Aset dalam investasi tidak ada bentuk nyatanya.

"Ah, baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi, kau tahu kan aku payah dalam hal bisnis," Jennifer tersenyum dan kekasihnya itu malah menertawainya.

"Ayo masuk," Yunho membukakan pintu mobil untuk Jennifer. Kemudian berkitar dan memasuki kursi kemudi.

"Jadi, kita akan kemana Honey?" Jennifer bertanya dengan antusias. Yunho tidak menyebut sama sekali tentang kemana mereka akan kencan kali ini.

Melirik Jennifer sembari mengemudikan mobil, Yunho tersenyum tipis. "Rahasia, Baby. Kau pasti akan senang."

"Rahasia?" Jennifer menatap lekat Yunho, tidak biasanya Yunho begini.

"Hmm, kau nanti akan menjerit jika kuberitahu sekarang!"

"Uugh, kau ini!"

"Kenapa?"

"Beritahu aku Hon."

"Nanti saja, ngomong-ngomong Sayangku kau cantik sekali."

Yunho tahu bahwa Jennifer selalu tampil cantik walau tanpa make up. Tetapi, kali ini Jennifer memang berdandan sangat cantik. Wanita itu memakai celana jeans dengan atasan blouse yang berkerut-kerut yang mengepas di body. Lalu tas selempang dengan merk branded high class, dan high heels tidak terlalu tinggi. Terlihat sangat casual sekali, dan Yunho suka penampilan casual namun elegan ala Jennifer.

"Jadi, maksudmu aku sebelumnya tidak cantik?"

Menggeleng, Yunho langsung tertawa, "Tentu saja kau cantik selalu."

"Menggombal lagi."

"Aku serius sekali, kenapa selalu bilang aku gombal hmm?"

"Karena mulut pria memang biangnya gombal," sahut Jennifer dan mengulum senyum, Yunho hanya menggeleng singkat dan fokus mengemudi. Tahu, bahwa kekasihnya ini tidak terima, tapi itu adalah fakta.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Rules 35 komentar.

.
.
.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang