Bab 11

829 197 44
                                    

Ketakjuban terpancar jelas di wajah Jennifer usai Yunho mengatakan hal tadi. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Entah apakah itu ajakan untuk berkencan atau sekedar menjadi bestie saja. Ia menatap lekat wajah tampan yang diklaim sebagai type idamannya. Sejurus kemudian, ia mengangkat kepala dari sandaran nyaman bahu pria itu dan mulai serius menatap ke dalam manik mata bak musang Yunho.

Sekali lagi, Jennifer takut mengartikan ucapan Yunho tadi, serta ia takut salah dengar. Jika boleh minta ulang, ia ingin pria itu mengulang, namun ia tidak akan meminta Yunho mengulang ucapannya, bisa saja pria itu berkata hal berbeda dari yang tadi, jadi ia harus mencari kata yang tepat, dan beruntungnya Yunho pun hanya diam menunggu reaksi lanjutan darinya.

"Kau sedang bercanda apa serius?" ini adalah kalimat yang menurut Jennifer bisa membuat ia tidak terlalu kentara tertarik menggebu-gebu kepada Jung Yunho.

"Tergantung kau mengartikannya, jika aku klaim itu serius kau bisa saja mengelaknya, jadi aku bisa apa?"

Pria itu memasang mimik wajah yang terlihat tak berdaya dengan pandangan mata lembut menusuk hingga Jennifer berdebar lebih. Astaga, bagaimana jika ia serius jatuh untuk Yunho? Apa yang akan dikatakan Jiyeon? Ini serba salah.

"Aku tidak tahu, kau hanya begitu yang berarti banyak. Mungkin saja dalam konteksnya kau ingin kita berteman saja tetapi seperti ini, di London banyak sesama teman bahkan melakukan seks," Jennifer hanya mengatakan poin, bahwa ia ingin kejelasan lebih.

"We are just friend? What are you saying?"

Menggeleng Jennifer berbalik hingga seluruh pegangan Yunho pada dirinya terlepas. "Bukan, maksudku aku tidak ingin terlalu percaya diri dengan ungkapanmu dan bisa jadi itu ajakan berteman."

"Aku paham tapi aku pria bermartabat, tidak ada sesama teman melakukan seks!"

"Ada. Friend with benefit!"

"Tapi bukan itu yang kumaksud," Yunho segera menyanggah, mungkin karena wanita ini terlalu lama tinggal di luar jadi terlalu curiga kepada maksudnya. "Intinya aku tidak begitu, sekarang terserah kau saja bagaimana, kau yang pegang kendali."

"Huh?"

"Lupakan saja kalau begitu," Yunho tersenyum tipis, ia tidak ingin memperpanjang dan menatap ke arah laut.

Jennifer memperhatikan wajah Yunho, telak pria itu terlihat kecewa dan kesal. Ia jadi merasa bersalah namun juga nampak lucu. Ini wajah kesal Yunho serius tanpa dibuat-buat, mungkin juga ada segenap emosi di pancaran mata pria itu hingga rahangnya pun terlihat menonjol lebih mengeras dari biasa. Ia menarik tangan Yunho, dan spontan mendapat atensi pria itu. "Ikuti alurnya saja."

Nah, kali ini Jennifer malah membuat hubungan mereka seperti friend with benefit. Ia benar-benar tidak paham apa kehendak wanita ini, andai wanita lain pasti mereka akan mengambil kesempatan secepat yang bisa. Tapi Jennifer berbeda, ah tentu beda. Jennifer memiliki semuanya, apa saja yang dikehendaki pasti bisa didapatkannya. Yunho tahu jenis wanita kaya raya bukan mencari materi tetapi mencari kenyamanan dan cinta.

"Friend with benefit? Tidak ada bedanya dengan istilah itu," sahut Yunho.

"Adaaa!" Jennifer sedikit merengek.

"Hmm, terserah."

"Marah?"

"Nope!"

"Kau marah, aku yakin."

"Tidak Jaejoongie."

Mendesah pelan, Jennifer takut salah langkah. Seharusnya ia berkata iya saja, entah iya untuk apa. "Aku minta maaf, tapi ini pertemuan ketiga kita Yunho Oppa," sengaja ia memanggil Yunho dengan embel Oppa dan dengan suara manja.

"We talk on the phone everytime, and so came closer day by day."

"I see..." Jennifer memajukan sedikit bibirnya, ia tidak tahu tapi ini terlalu cepat.

Yunho menyadari bahwa dirinya terkesan memaksa dan memang benar perkenalan mereka baru sepekan, ia tidak boleh egois. Toh, ia harus memainkan karakter lain, seperti dalam sebuah tim sepak bola, mungkin ia harus menjadi pemain tengah yang bersifat bertahan bukan pemain depan yang biasa menyerang. "Lupakan lah, anggap saja kita dua orang teman dekat yang sedang menikmati indahnya pemandangan ini," Yunho mengumbar senyum, ia tidak ingin semua hancur berantakan karena terus menyerang lawan.

Jennifer mengangguk pelan, ia membalas senyuman Yunho dan berbalik kembali memandang ke arah depan. "Oppa," panggil Jennifer dengan lembut.

"Hmm?"

"Jangan berubah."

"Apa?"

"Jangan berubah setelah ini," Jennifer menoleh dan menatap memohon kepada Yunho.

Menggeleng, Yunho menarik perlahan pinggang Jennifer dan menumpukan dagunya ke bahu wanita itu. Meski belum menjadi siapa-siapa tapi Yunho yakin bahwa Jennifer akan segera menjadi seperti yang diinginkannya. Toh, ia harus ingat bahwa wanita ini lah yang pertama memberi umpan dan tertarik padanya. "Tidak, tenang saja."

"Terima kasih," ucap Jennifer dengan pelan. Dan membiarkan posisi mereka semesta ini. Ia tahu bahwa dadanya berdebar dengan kencang dan rasanya ingin berbalik dan membaui parfum Yunho nan manly serta membuat ia betah berlama-lama berdekatan dengan pria ini.

———

Mengusap wajahnya, Jennifer nyaris membanting ponselnya ke atas meja, beruntung Nana dengan cekatan segera mengambil ponsel dari tangannya. Sudah seminggu setelah ia diajak Yunho bermain golf dan masa-masa indah bak kencan, pria itu suka menghilang tiba-tiba. Terakhir Yunho mengirimi pesan chat dan meneleponnya adalah beberapa hari lalu. Ia benar-benar tidak bisa dibeginikan. Yunho sedang meng-ghosting dirinya! Demi apa saja ini tidak enak sekali rasanya. Ia bahkan ingin menangis, dan menyalahkan Jiyeon.

"Ini semua gara-gara Jiyeon Eunni!" geram Jennifer dan menggigit bibir bawahnya seraya menahan kemelut rasanya merindukan seseorang.

Nana membuka ponsel Jennifer, melihat pesan milik Yunho, pria itu memang tidak ada online semenjak terakhir membalas pesan Jennifer. Ia pun membaca pesan kedua orang yang mulai terjebak dalam hubungan semu ini. Sudah bisa Nana pastikan bahwa Jennifer akan terjun dengan bebas ke pelukan pria seperti Jung Yunho. Dan Jiyeon benar-benar keterlaluan karena menyuruh Jennifer menjadi wanita penggoda sehingga Jennifer sesuka itu kepada Yunho.

Ia tidak ingin menyalahkan Jennifer atas rasa yang tiba-tiba muncul. Perlu ia akui untuk jatuh cinta bukan hal yang sulit dan sangat cepat, tapi proses melupakan adalah hal yang paling sulit. Sepanjang di London, Jennifer tidak pernah demikian. Kebanyakan pria mendekatinya adalah bule, sementara selera temannya ini masihlah Korea. Jadi, bisa dikatakan ini pertama kalinya Jennifer bermetafora dalam sebuah cinta.

"Tenang dulu, kau jangan panik. Kau kan ada kerja sama dengan perusahaannya dan kau bisa mengatur pertemuan dengannya untuk bisnis. Sungguh, jika dia benar-benar meng-ghosting, aku akan turun tangan," ujar Nana dan melirik kepada Soohyang serta Eunhye.

Jennifer menatap Nana dengan skeptis, apa yang dikatakan Nana ada benarnya. Apakah ia harus mengatur jadwal untuk pertemuan dan membicarakan agar mereka segera meninjau pabrik yang ada di Busan. Ia menjilat bibirnya dan mengangguk pelan.

Nana terjengit ketika ponsel Jennifer berdering, ia melihat ke layar ponsel dan memberikan segera kepada Jennifer, "Hyunbin Oppa menelepon!"

Dengan segera Jennifer mengangkat telepon dari Hyunbin. "Halo, Hyung?"

"Je, Oppa lupa memberitahumu ada undangan ke pesta, Papa meminta agar kau ikut dengan Papa, segera bersiap-siap, aah pakai dress formal, karena ini acara formal."

"Mmh baiklah, aku mengerti," sahut Jennifer dan sejurus kemudian sambungan telepon terputus.

"Aku akan menemanimu, sister!" Nana berucap dengan segera, dalam keadaan seperti ini Jennifer tidak bisa dilepas sendirian. Jujur Nana tidak ingin Jennifer kenapa-napa.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Rules 35 komentar ya.

.
.
.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang