77. CERITA PANJANG UNTUK KITA YANG BAHAGIA

Start from the beginning
                                    

"Pindah lo," usir Angkasa. "Bangku yang lo duduki punya cewek gue."

Atlas ingin damai pagi ini, ia lalu berpindah ke bangku belakang.

"Duduk, Ra," kata Angkasa pada Aurora.

Seperti biasa, Aurora akan meletakkan tasnya lalu mengeluarkan buku Fokus SBMPTN yang memang selalu ia bawa kemana-mana. Angkasa akan pergi dari kelas ini ketika bell masuk berbunyi.

"Mau sarapan dulu?" tanya Angkasa. "Gue suapin lo deh, lo belajar aja."

Beberapa perempuan yang mendengar kalimat itu, merasa panas sendiri di tempatnya, sembari merapalkan doa, ia bertanya-tanya juga, kapan ada cowok sejenis Angkasa yang mampir di hati gue ya?

"Nggak, aku sudah sarapan."

Angkasa mengangguk, kemudian menarik kursi ke samping Aurora. Walaupun terlihat kuker, tapi memandangi Aurora adalah kebiasaannya sekarang.

"Nggak ke Wazeb?" tanya Aurora.

"Bentar aja."

"Jangan bolos, Sa," peringat Aurora sembari membuka halaman selanjutnya pada buku yang ia baca.

"Iya."

Atlas yang sejak tadi jadi pengamat mengumpati Angkasa dalam hatinya, Badan gede, tampan oke, tapi bucin juga ternyata.

Pas bell berbunyi, Angkasa keluar dari kelas itu. Ia berjalan gontai hingga sampai ke depan ruangan kepala sekolah, butuh banyak pertimbangan yang dilakukan cowok itu, hingga akhirnya badannya tergerak untuk masuk.

Di depan Pak Yono, Angkasa mengeluarkan banyak berkas yang ia bawa untuk di hadapkan dan di legalisir.

Seulas senyum kecil terbit di bibir kepala sekolah, "Kamu serius?"

Dengan tatapan malas Angkasa bersuara, "Kalau saya nggak serius, saya nggak mungkin repot-repot ngurus berkas, Pak."

Pak Yono manggut-manggut, bangga sekaligus kagum melihat siswa brandalan yang selalu saja susah itu ia atur.

"Kapan berkas ini kamu perlukan?" tanya Pak Yono.

"Secepatnya, Pak. Kalau lebih cepat, ada harapan besar untuk saya lulus," jawab Angkasa.

Bu Renata yang tidak sengaja membaca judul dokumen itu, ikut tersenyum. "Yang susah di atur, akhirnya mau mengatur."

"Hidup itu butuh perubahan kan, Bu? Masa saya nakal mulu," balas Angkasa, entah hal apa yang berhasil mendorong cowok itu untuk melakukan hal senekad ini.

Bu Renata manggut-manggut, "Kalau mau mendapatkan sesuatu, usaha dan doanya jangan lupa."

"Doain saya kalau begitu, Bu," kata Angkasa.

"Selamat berjuang siswa brandalan kesayangan, Ibu," ujar Bu Renata setengah tertawa. 

Selesai membawa berkas itu, Angkasa keluar, cowok itu berhenti sejenak mengamati jam tangannya, pukul 07:40, yakin dan percaya, Bu Dira sudah ada di dalam kelasnya berpote-pote, tapi untuk kali pertamanya, Angkasa tidak ingin bolos, bukan karena Aurora, tapi karena dirinya sendiri. Selama 12 tahun sekolah, Angkasa sekarang paham artinya hidup yang butuh aturan.

**

Warung Zebra sedang ramai sekarang, ada banyak anak Satrova yang menghabiskan jam istirahatnya untuk mangkal disini. Dari jauh suara ramai terdengar memecah tempat itu.

Tapi berbeda di lingkaran inti Satrova, mereka terlihat tegang, seperti ada hal serius yang tidak ada ganggu gugatnya.

"Lo yakin, dia yang ngelakuin semua ini?" tanya Bobby, sembari melihat beberapa foto yang ada di tangannya.

DIA ANGKASA Where stories live. Discover now