D E L A P A N

3.9K 436 2
                                    

🕊️HAPPY READING🕊️

•••

PLAK!

PLAK!

Gadis yang tertunduk dilantai sambil memejamkan kedua matanya saat merasakan perih di kedua pipinya saat tamparan yang bertubi-tubi dilayangkan dari sosok yang ada di hadapannya.

“Gue peringati lo sekali lagi jangan pernah lo deketin Rega.” ancam Dinda menatap tajam Lauren yang sudah duduk melemas di bawah lantai.

Tanpa berdosa Dinda pergi bersama kedua antek-anteknya meninggalkan Lauren seorang diri.

Lauren pasrah saat dirinya benar-benar lelah akibat sebuah tamparan serta air yang membasahi tubuhnya. Lauren ingin menangis saat ini tetapi ia menahannya.

Tolong katakan pada Dinda bahwa Lauren tidak merebut Rega melainkan Rega yang mendapatkan tugas dari Kakaknya untuk menjaga gadis tersebut.

“Aw!”

Lauren mencoba untuk berdiri namun kakinya terasa lemas dan sangat sakit. Ia hanya diam di tempat sadar bahwa dirinya sedang menagis.

Lauren memukul-mukul lantai dengan sangat kuat.

Di sisi lain ke empat gadis yang masih menunggu kedatangan temannya kembali dari toilet belum datang juga dari tadi.

Tasya mengebrak meja dengan sangat kuat hingga membuat seisi kelas menatap dirinya.

“Kita cari ke toilet sekarang,” kata Nara mengajak ke tiga temannya untuk menuju toilet. Sudah 30 menit Lauren belum kembali dari toilet.

Mereka berlari dari kelas menuju toilet yang berada di lantai tetapi sesampainya mereka di sana tidak ada menemukan gadis itu.

“Berpencar gue sama Nara ke toilet lantai 3 dan lo berdua periksa toilet yang ada lantai 1.” pinta Tasya pada ke tiga temannya.

Mereka mengangguk paham berlari menuju toilet sehingga mereka menjadi pusat perhatian seluruh murid yang berada di koridor dan lapangan.

Tasya dan Nara membuka satu persatu pintu toilet yang tertutup tetapi setelah di buka ia tidak menemukan gadis itu. Kemudian mereka memutuskan untuk menghampiri kedua temannya yang berada di lantai 1.

Shela membuka knop pintu toilet yang tertutup dengan perasaan tidak enak, tangannya bergetar ketika Shela membukanya secara perlahan dan membeku di tempat begitu pula dengan ketiga temannya.

“Aure!” pekik Vana dengan segera menghampiri gadis yang duduk di lantai dengan kondisi basah kuyup. Lauren meremas seragamnya lalu ia memeluk Vana.

“G–gue gapapa.”

“Apanya yang gapapa!?” sahut Tasya yang hampir menendang ember yang ada di sebelahnya. Lauren menunduk, bohong jika ia saat ini baik-baik saja.

Vana mengusap pelan kepala Lauren. “Siapa yang lakuin sama lo? bilang sama gue biar gue bales orang itu.” terdengar dari nada suara Vana ia sangat marah.

Laure hanya diam.

“Wait a minutes. Gue kayaknya ada seragam ganti di loker. Lo pake seragam gue aja dulu biar gak kedinginan.” kata Vana kemudian melepaskan pelukannya. “Ayo, Shel!” Vana berdiri lalu menarik Shela keluar dari toilet.

Keduanya langsung berlari menuju loker sesampainya di loker Vana lupa kalau kunci lokernya di pegang oleh Abi. Tak mau berlama-lama ia menarik Shela menuju kantin untuk mencari kekasihnya itu.

Vana menghampiri Abi, jujur sebenarnya ia malas menghampiri pria tersebut. Namun demi teman akan ia lakukan.

Abi mengerutkan keningnya ketika melihat kekasihnya datang menghampirinya dengan raut wajah cemas.

“Mana kunci loker gue?” pinta Vana pada Abi.

“Buat apa?” Vana menoleh ke arah Rega. Ia tidak menjawabnya bisa-bisa Rega mengamuk.

“Ngambil seragam.”

“HAH?”

Vana memejamkan matanya sejenak.

“Cepet! ini gawat dan penting.” sentak Vana pada Abi.

“Bua tapa dulu?” kali ini Erik yang bertanya. Vana menatap tajam pria itu. Vana tidak menjawab pertanyaan Erik membuat pria itu mendengus kesal.

Abi mengeluarkan kunci dari dalam dompetnya dan langsung di ambil oleh Vana dengan cepat ia berlari menuju loker.

“Buset!” celetuk Erik.

“Cewek lo kenapa dah?” tanya Ali.

Abi hanya menggeleng.

Vana dan Shela langsung menuju loker untuk mengambil handuk dan seragam. Kemudian mereka keluar dari loker menuju ke lima pria tadi untuk mengembalikan kunci loker tersebut dengan membawa handuk dan seragam lengkap. Anggota inti The Victor yang melihat itu pun menatap keduanya heran.

“Nih, gue balikin!” Vana memberikan kunci tersebut pada Abi. Kemudian Abi mengambil kunci tersebut.

“Itu seragam sama handuk buat apa?” tanya Abi menatap Vana.

Yovana diam. Baru saja ingin menjawab tapi Shela sudah menarik lengannya menuju toilet. Jika ia menjawab jujur maka masalah akan besar.

“Nanti gue ceritain!” teriak Vana sebelum menjauh. Abi hanya diam dengan berbagai pertanyaan yang ada di otaknya.

Sesampainya di toilet mereka langsung membantu Lauren untuk menggantikan pakaian Lauren. Lauren hanya diam sesakali meringis kesakitan.

“Siapa yang lakuin ini?” tanya Nara.

Lauren hanya diam ia enggan menjawab pertanyaan Nara. Ia tidak ingin masalah ini semakin membesar.

“Dinda sama kedua antek-anteknya?” tebak Tasya.

Lauren masih diam juga tak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Lo diam berarti iya.” sahut Shela.

“Jangan kasih tau siapa-siapa, gue mohon.” pinta Lauren dengan nada memohon.

“Dia ngancem lo? Di mana dia sekarang? Gue habisin juga tuh curut,” Shela yang sudah bersiap untuk pergi dari toilet. Tasya segera menarik Shela sebelum gadis itu membuat masalah baru.

“Shel gue gapapa,”

“Lama-lama dia ngelunjak, cewek kayak dia jangan di biarin.”

“Please.”

Shela menghela nafas pasrah. “Fine!”

Lauren tersenyum tipis saat teman-temannya sangat peduli padanya, ia beruntung bisa memiliki teman baik seperti temannya saat ini.

Bersambung...

REGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang