38. ADA, TAPI DIPAKSA UNTUK HILANG

Start from the beginning
                                    

Semua yang mendengar kalimat Bobby lalu tertawa bersamaan, sore itu ramai, dengan mereka Satrova, sarang dari anak-anak berandalan.

Di tempat yang lain, Angkasa melajukan motornya dengan kecepatan yang berada di atas rata-rata. Benar dugaan Alaska, cowok itu memang akan ke rumah sakit, memastikan perempuan berbanda biru itu baik-baik saja.

Sejak tadi pikiran Angkasa memang selalu bertemakan Aurora, entah kenapa dengan perasaan dan pikirannya akhir-akhir ini, Angkasa juga tidak tahu, terlebih lagi, harusnya ia sadar, ada Analisa yang berstatus sebagai pacarnya sekarang, tetapi anehnya, Angkasa lebih memprioritaskan perempuan lain di bandingkan Analisa.

Tepat di parkiran, Angkasa memburu langkahnya dengan cepat, bahkan kali ini ia sedikit berlari, dan berjalan masuk ke ruangan lain, yang bukan tempat ruangan Aurora di rawat, ya ruangan CCTV.

Di medan tawuran Angkasa adalah cowok berani yang sama sekali tidak takut dengan apapun yang ada di depannya, bahkan ketika lawannya sendiri memakai alat dan dia hanya mengandalkan tangan kosong, tetap saja tidak membuat nyalinya goyang. Lantas dengan Aurora, kenapa Angkasa justru begitu pengecut sekarang?

"Kenapa lo nggak ke ruangannya aja? disana lo bisa lebih memastikan kalau dia baik-baik saja," tanya petugas rumah sakit, namanya Kiara Siska Harianti. Kemarin Angkasa juga datang ke sini, dan bukan hanya sekali, tetapi sudah berkali-kali selama 2 hari, dan tentu membuat Kiara menggeleng-geleng kepalanya, heran.

"Disini lebih nyaman, ada AC," jawab Angkasa sekenanya.

"Ngaco, ruangan yang lo pantau, ruangan VIV, disana lebih nyaman, fasilitasnya mewah," balas Keira sembari tertawa kecil mendengar jawaban cowok bermata elang yang duduk di sampingnya.

Angkasa tidak memedulikan ucapan Keira lagi yang ada di sampingnya, cowok itu sibuk mengamati layar yang di depannya. Ruangan Aurora, dengan perempuan berbanda biru itu yang duduk di atas brankarnya dan Sekala yang duduk di samping kanan Aurora.

Terlihat Sekala sedang memainkan gitar yang ada di pangkuannya, lalu Aurora dengan suara pelan bernyanyi bersama Sekala, sesekali perempuan itu tersenyum bahagia bersama Sekala.

BERSAMA SEKALA. CATAT!

Mata Angkasa terus mengamati mereka melalui layar yang ada di depannya, walaupun Angkasa sendiri benci dengan apa yang ia lihat. Aurora bahagia, dan bukan ia yang jadi alasannya.

Naif? Selamat berkenalan dengan sikap Angkasa Naufal Merapi yang sebenarnya.

Keira yang melihat Angkasa bergeming saat melihat layar yang ada di depannya mengerutkan keningnya, apa dia cemburu?

"Cinta itu indah, jangan sembunyi kalau perasaan lo nyata," sahut Keira, lebih tepatnya berbisik, membuat Angkasa menoleh, dan melihatnya dengan tatapan dingin.

Mata perempuan itu ikut menatap layar yang Angkasa lihat, "Seseorang yang sama nggak datang dua kali, lebih baik mengutarakan lalu di tolak dibanding hanya diam lalu menyesal, nggak ada gunanya,"

Ya. Pada hakikatnya, hidup itu tentang pilihan, dan lagi-lagi Angkasa terjebak dengan pilihan yang tidak bisa ia pilih tetapi harus. 

"Sok tahu lo," balas Angkasa.

"Ah! lo orang ke sekian yang bilang kayak gitu sama gue," kata Keira, "Tapi lo percaya nggak kalau mata itu adalah jendala hati yang nggak pernah bohong?"

Angkasa sebenarnya sangat enggan meladeni orang seperti Keira, tetapi demi kententramannya untuk terus di bolehkan masuk dan melihat CCTV ruangan inap Aurora, ia dengan terpaksa bersuara.

"Percaya, Nyokap gue pernah bilang," kata Angkasa.

"Kalau lo percaya dengan hal itu, jadi lo harus percaya juga dengan ucapan gue," balas Keira. Perempuan itu merubah posisinya, ia memandangi Angkasa, bukan wajahnya, tetapi matanya, mata elang cowok itu. 

DIA ANGKASA Where stories live. Discover now