28. MELINDUNGI DARI JAUH

Comenzar desde el principio
                                    

"Iya, saya takut kejadian yang sama terulang, Non," terang Pak Dio.

Dulunya waktu SMP, kejadian seperti ini pernah menimpa Pak Dio dan Aurora, dan mereka mengepung mobil saat di jalanan kosong seperti ini, dan parahnya pelaku berhasil menusuk Pak Dio dengan benda tajam.

"Nggak papa, Pak, focus aja menyetir," ujar Aurora menenangkan, walaupun sejak tadi ia juga merasa perasaannya tidak enak saat memasuki wilayah ini.

Aurora berbalik, mencari motor sport hitam yang mengikutinya, tetapi nihil, motor itu sudah tidak ada lagi di belakangnya. Kemana dia?

"Pak, tambah kecepatan lagi, perasaan saya tidak enak disini," ujar Aurora, dan tanpa basa-basi Pak Dio lalu menginjak pedal gas, melajukan mobil dengan sangat kencang.

Pak Dio menatap spion kanannya, "Sepertinya ada 5 motor yang mengikuti kita sejak tadi, Non," kata Pak Dio.

Aurora menoleh kebelakang lagi, benar. Ada 5 motor yang mengikutinya. Motor hitam yang mengikutinya tadi tidak ada, hanya motor sport hijau dan merah yang berusaha untuk maju dan menghadang mobil dari depan.

Pak Dio menatap spionnya, salah satu dari mereka memberi isyarat untuk segera pergi dan berbelok kanan. Siapa sebenarnya mereka?

"Pakai seatbeltnya, Non, saya akan menambah kecepatan," kata Pak Dio.

Tanpa basa-basi, Aurora lalu meraih seatbelt yang ada di sampingnya, sembari memejamkan mata, perempuan itu berdoa agar ia selamat.

Hingga memasuki jalanan besar, dengan kendaraan yang sudah ramai berlalu lalang, Pak Dio menarik senyum kecil ketika motor-motor sialan tadi tidak terlihat di belakangnya.

"Non, sudah aman," ujar Pak Dio.

Perlahan, Aurora membuka matanya, kondisinya sekarang sama saat Angkasa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi waktu ke rumah sakit, wajah perempuan berbanda biru itu terlihat pucat dengan bibir yang bergetar.

"Alhamdulillah," kata Aurora bersyukur.

Lalu dari arah kanan, motor hitam yang persis Aurora lihat mengikutinya tadi, menyalip mobilnya dari arah kanan, pengemudi motor itu sempat melirik spion motornya yang memantulkan kaca jendela mobil Aurora, detik kemudian ia menambah kecepatannya dan berlalu begitu saja. Apa mungkin dia memang Angkasa?

Chandra Pati Sagara: Ra, plg sekolah gue tnggu lo di halte lama SMANDA.

Chandra?

**

Suara motor besar terdengar nyaring memasuki kawasan SMA ANDROMEDA, suara motor itu menarik perhatian beberapa siswa yang baru saja datang. Di parkiran terlihat teman-temannya sedang menunggu kedatangannya, dengan pergerakan slow motion Angkasa membuka helm full-facenya, menampilkan wajah tampan yang digilai oleh semua perempuan di sekolah ini.

"Dari mana lo, Boss, pagi-pagi udah lebam gitu wajah lo," komentar Bobby yang membuat teman-temannya memperhatikan Angkasa.

"Anjir! Lo kelahi dimana, Sa?" tanya Alaska sembari menatap intens wajah ketuanya yang penuh bekas tinjuan.

"Gue udah tahu dimana markas rahasia Vagans," ungkap Angkasa tanpa basa-basi. Mata tajam cowok itu terlihat tenang, tetapi menyiratkan emosi.

"Dimana?" tanya Razi.

"Jalur kiri persimpangan trisakti, daerah yang lo bilang nggak berpenghuni, Bar," balas Angkasa sembari berbalik menatap Bara.

"Astaga, mereka stay di pedalaman sana?" tanya Bobby asal.

"Pantes aja gue pernah liat Pati berbelok ke daerah sana waktu gue nggak sengaja dapat dia di jalanan," jelas Rama. "Tapi tempat itu 'kan angker, Sa. Gue pernah denger ibu-ibu di kompleks gue cerita." 

"Dasar, nguping lo yah sama ibu-ibu kompleks," timpal Bobby kepada Rama. 

"Nggak, gue ikut ngegosip sama ibu-ibu, puas lo," balas Rama pada Bobby. 

"Terus lo kenapa bisa bonyok gini?" tanya Bara.

"Gue dikepung sama anak Vagans di lorong itu, ada 30 pasukan mereka yang hadang gue, dan semuanya bawa senjata," jelas Angkasa.

"Lo kenapa bisa lewat situ?" tanya Alaska serius.

"Gue ngikutin mobil Aurora, dan tahu-tahunya supirnya lewat lorong itu untuk menghindari macet," jelas Angkasa.

"Apa yang buat lo yakin kalau itu markas rahasia Vagans?" tanya Alaska. Cowok itu tentu tahu Vagans bukan perkumpulan yang dengan mudah dilacak keberadaannya.

"Gue liat ada bendera kebesaran mereka di rumah ujung," balas Angkasa. Andai saja dia tidak berhenti tadi, cowok itu juga tidak akan melihat keberadaan bendera itu, karena posisinya memang cukup tersembunyi.

"Terus Aurora? Cewek itu, aman?" tanya Bara.

"Aman, gue ngasih kode sama supirnya buat ambil kanan pas pertigaan," ungkap Angkasa. Semuanya terdiam, mungkin sedang merenungi ucapan ketuanya.

"Lo mau bantu gue?" tanya Angkasa pada semua anak Satrova yang ada di parkiran.

"Bantu apa?" tanya mereka hampir serentak.

"Bantu gue buat jaga Aurora, karena gue pikir, gue bisa lengah kalau cuman gue yang jagain dia sendirian, sedangkan yang ngincar cewek itu banyak," jelas Angkasa.

Tentu bukan tanpa sebab Angkasa memerintah Anggotanya untuk ikut andil. Keberadaan Aurora sangat berbahaya bagi Angkasa dan Dwipa, perempuan itu diincar oleh banyak pihak, karena beberapa musuh mereka sudah tahu tentang perempuan itu. Aurora adalah kelemahan mereka.

Rama menyahut, "Sa, tapi kenapa dia?"

"Dia anak perempuan kesayangan Om Dwipa, laki-laki tegas panutan lo," jawab Angkasa.

Semua yang ada di parkiran melebarkan matanya, percaya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ketuanya, semuanya tentu sangat tahu siapa itu Dwipa Matra, tetapi sejauh mereka mengenal laki-laki tegas itu, sama sekali Dwipa tidak pernah menyinggung tentang anaknya.

"Nggak salah sih, Aurora 'kan memang cantik, jadi anggapan buat tidak jatuh jauh dari pohonnya, itu nyata sekarang," kata Bobby.

"Yang muji Aurora cantik dari awal ngeliat tuh cewek, sini buat barisan," tambah Bara. 

"Awas lo semua," ujar Angkasa sembari menatap tajam Bobby dan Bara.

"Lo semua nggak perlu mendekat, atau sengaja buat deketin dia, cukup jaga dia dari jauh buat gue, gue cuman butuh itu," jelas Angkasa. Seolah memberi rem kepada teman-temannya.

Bobby mengangguk, "Siap sih kalau gue, kapan lagi coba dapat berkah jagain cecant,"

"Gue juga siap," kata Rama dan Alaska secara bersamaan.

"Siap," kata yang lainnya.

Angkasa berbalik menatap juniornya, ada Juna, Lois, dan Fajar, "Namanya Aurelani Aurora, kelas XI MIPA 4, dia cewek berbandana biru yang pernah gue bawa ke basecamp waktu itu."

"Cantik, Bang," kata Fajar, keceplosan.

"Awas lo, Jar, Angkasa ganas kalau lo berani nyentuh dia seujung kuku," peringat Alaska.

"Ampun, Bang, aku mah apa atuh," ujar Fajar yang membuat semuanya tertawa.

Salah satu yang bergabung dengan Angkasa bergumam dalam hatinya sendiri, ternyata bukan soal susah buat menghancurkan lo, gue udah dapat kelemahan lo, Angkasa Naufal Merapi.





**
Jgn lupa ngasih vote yeah. See u❤️🍫

DIA ANGKASA Donde viven las historias. Descúbrelo ahora