NALLAN

By adanysalsha

20.5M 1.9M 1M

"Tinggal di rumah Alan adalah kesialan se-umur hidup." -Nalla Azzura. //Jangan lupa follow sebelum baca yaπŸ™†... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
52
53
54
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
67
68
69
70
INFO GRUP CHAT
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88.
INFO PENTING!

66

197K 24.4K 23.5K
By adanysalsha

"can't see another man with you!"

☀️☀️☀️

HAPPY READING 💃

.
.
.

Nemu Typo? Kasih tau ya... Soalnya aku hobi banget typo typo gajelas, entah itu satu huruf or satu kalimat, tapi risih aja gitu liatnya.

*"*"*"*"*"

Alan membawa Nalla dengan tergesah. Ia tahu, Nalla sedang meritih kesakitan. Jujur, ia tidak bisa melihat cewek di dekapannya ini menahan sakit, apalagi saat ia mengingat Leona mengatakan hal tadi. Dan pastinya ini juga ada sangkut paut dengan dirinya.

"Kenapa gak ngelawan sama cewek gila itu?" Tanya Alan di tengah perjalanan mereka menuju Ruang OSIS.

Nalla diam dan sesekali menatap Alan, tampaknya cowok itu sangat khawatir.

"Udah, gak usah di jawab. Tahan dulu, bentar lagi sampe." Ucap lagi Alan.

Namun, saat mereka akan berbelok ke arah koridor kiri, hampir saja mereka tertabrak seseorang yang mana orang itu langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat, mencoba menatap Nalla dan Alan secara bergantian.

"Minggir!" Ucap Alan dengan suara dingin.

Pria itu masih menatap Nalla dan Alan berulang kali.

"Lan, dia Om Bodyguard yang jagain gue sampe di kelas tadi, dan dia ilang disaat gue mau ke kantin." Adu Nalla pada Alan.

Om itu menunduk saat mengingat di samping Nalla adalah anak dari bosnya.

Rahang Alan mengeras, menatap pria berbadan kekar didepannya dengan tatapan tak suka. Ingin sekali ia menghajar orang ini, namun ia urungkan. Karena situasi juga tidak menundukungnya.

"Apa yang terjadi? Neng ke-kenapa nangis atuh? Ma-maaf Om ta-tadi baru siap makan di mobil__"

"MINGGIR!" suara bariton Alan menggema, membuat beberapa orang yang berlalu lalang di koridor merinding mendengarnya.

Om berkepala botak itu langsung menepikan tubuhnya, menghindar dari hadapan Alan.

Alan kembali membawa Nalla berjalan menuju Ruang OSIS. namun baru beberapa langkah, ia segera berbalik. Kembali menatap Pria berbadan besar itu dengan dingin. "Oh, iya. Jangan lupa, hari ini lo harus angkat kaki dari rumah Bokap gue, yang pasti Bokap gue gak nerima orang yang makan gaji buta kayak lo." Ucap lagi Alan tegas. setelah itu ia kembali membawa Nalla pergi.

Tuk!

Om botak itu memukul jidatnya. "Mampus kalo gini, padahal tadi aku cuma makan bentar di mobil, kenapa bisa jadi rumit gini Ya Rabb..." Ucapnya meringis sambil terus mengusap kepalanya yang licin.

___________

Alan dan Nalla sudah sampai di depan pintu Ruang OSIS. Baru saja Alan membuka pintu tersebut, semua orang yang ada di dalam Ruang OSIS berhenti beraktivitas. Mata mereka kali ini tertuju tepat di ambang pintu.

"Keluar, semua." Ucap Alan dengan nada rendah memerintahkan semua anggotanya meninggalkan ruangan ini.

Semua saling menatap satu sama lain.

Lalu Ana, cewek berkacamata itu meletakan pulpen ke meja dengan kasar, lalu berdiri. Perlahan kakinya melangkah mendekat ke arah Alan sambil melipat kedua tangannya didepan dada. "Kenapa lagi dengan ni cewek?" Tanya Ana dengan tatapan sinisnya ke arah Nalla.

Nalla kali ini hanya bisa menggerutu dalam hatinya, mengepalkan tangannya kuat. Bisa-bisanya Ana menatapnya seperti itu.

"Bisa ikuti perintah gue?" Tanya Alan dingin, membuat Ana terbungkam seketika.

Riko maju, mendekat kearah Ana lalu memegang bahu cewek itu. "Na, udah mending kita keluar, nanti tugasnya kita samb__"

"GAK BISA!" Ucap Ana tegas, sambil menatap Alan dengan kesal. "tugas OSIS kita akhir-akhir ini sering berantakan, dan pastinya sejak ni cewek selalu nempelkan sama lo kan?" Ucapnya lagi dengan lantang sambil menatap Alan dan Nalla secara bergantian.

"Ana, udah." Ucap Riko menenangkan.

Riko kembali memegang bahu Ana agar cewek itu tidak kelewat batas dalam bicara, namun Ana langsung menghempaskan tangan Riko dari bahunya dengan kasar.

"Selama ini gue selalu sabar sama lo, Lan. Gue juga sabar setiap kali lo nyuruh kita keluar masuk ruangan OSIS dengan seenak lo aja. Gue juga sabar, setiap lo izin di waktu rapat, dan sekarang? Lo ninggalin pekerjaan lo juga demi jemput ni cewek?" Ucap Ana sambil menatap Nalla dengan aura persetan.

"Ana..." Panggil lagi Riko yang mulai khawatir akan terjadi sesuatu. Ya, ia khawatir ketika melihat Alan yang kini sedang menggertakan rahangnya kuat.

"Nalla, lo sadar gak? Selama ini lo udah buat ni cowok benar-benar gak bisa lepas dari lo, lo sadar gak? cowok ini udah ninggalin tugas pentingnya demi lo, lo, lo, dan elo." Ana mengepalkan tangannya. "Jangan bilang lo udah ke dukun biar Alan___"

BRAK!

Beberapa Anggota OSIS yang sedang duduk langsung berdiri dan menahan takut mereka. Begitupun Riko, Ana dan Nalla yang sama-sama menahan kaget mereka.

Bagaimana tidak? Alan menendang kursi plastik yang ada di dekatnya hingga patah.

Lalu napas Alan naik turun dan menatap Ana dengan sorot menajam. Sontak Ana langsung tertunduk takut, kakinya mendadak gemetar.

"Gue gak bisa kasar sama cewek, kursi itu di dalam imajinasi gue adalah lo." Alan kembali menggertakan rahangnya. Lalu ia menatap beberapa anggota OSIS lainnya yang kini menundukan kepala, takut.

"GUE KELUAR DARI OSIS." Ucap Alan dengan lantang. Membuat semua Anggota OSIS menatap Alan tak percaya.

Riko dan Ana menahan kaget mereka.

"Lan, ja-jangan Lan." Ucap Riko yang panik seketika.

Alan tidak peduli, kini ia kembali memegang kedua bahu Nalla dan membawanya melangkah pergi keluar Ruangan OSIS.

"Lan, gue belum siap naik tahta Lan..." Ucap Riko meringis, ia begitu panik hingga bingung antara mau mengejar Alan atau menenangkan para Anggotanya yang kini mulai saling berkomentar.

"Aduh, mampus gue." Riko menggaruk kepalanya berulang kali, lalu membalikan tubuhnya menatap Ana.

"Lo!" Tunjuk Riko pada Ana yang kini sedang termenung. "Mau lo apa sih, Na? Gue pokoknya gak mau ya kalo sampe gue naik tahta, gak, gak bisa." Protes Riko.

"Tau ni, gara-gara lo ni Na, tanggung jawab!" Ujar Yanti, salahsatu Anggota OSIS.

"Ana, lo tuh kenapa sih benci banget sama Nalla? Lo tau kan kalo dia deket banget sama Alan. Emangnya dia ada ganggu idup lo apa?" Tanya Rangga yang sedari tadi ia tahan untuk tidak mengatakannya.

"Na, lo itu mau apasih? Mau OSIS kita ancur kayak gini? Lo tau kan Alan itu paling bisa ngasih solusi yang terbaik, paling pinter soal apapun, emang lo bisa gantiin posisi dia? Otak lo kalah jauh kayaknya dari dia." Cercah Nisa yang kini menutup laptopnya dengan kesal.

"TUTUP MULUT LO NIS, LO CUMA OSIS CADANGAN DIEM AJA DEH. JANGAN BELAGU!" Umpat Ana dengan penuh emosi.

Sontak Nisa yang merasa tersindir langsung berdiri, mengambil laptopnya. "Selamat Ibu Ketua OSIS, anggota lo ancur!" Ucap Nisa dengan puas, lalu ia berjalan menuju pintu.

"Nisa, lo mau kemana? Ya Allah..." Ringis lagi Riko sambil terduduk di lantai seperti anak kecil yang baru saja kehilangan balonnya.

"Anak cadangan mau ke kelas. Oh iya, gue juga ikutan deh kayak Alan. gue keluar dari OSIS, bye!" Ucap Nisa dengan tegas lalu berlenggak pergi meninggalan ruangan OSIS.

Riko memijit pelipisnya. Lalu matanya menatap Ana yang tengah terdiam. "Puas lo, Na? Tanggung jawab lo sama semuanya!" Ucap Riko yang kini berdiri dan menatap Ana dengan kesal.

______________

Dinda, Alisa dan Ernon kini berada di dalam UKS. Dinda dan Ernon sedang sibuk mengobati luka yang ada di tangan Alisa. Bahkan, selama mengobati luka Alisa, Dinda terus saja bercerocoh dan menyumpah- serapahi Cewek yang membuat sahabatnya seperti ini.

"Liat aja nanti, gue gak akan biarin tuh cewek selamat!" Ucap Dinda dengan sangat tegas.

Ernon memutarkan bola matanya malas, "Udah Din, stop ya. Dari tadi ngedumel mulu." Keluh Ernon.

"Ya, abisnya tuh cewek kayaknya sengaja deh ambil tiket ke neraka. Abis kali ya obatnya?" Ucap lagi Dinda yang kini meletakan kotak P3K ke tempatnya kembali.

Alisa menghela napas. "Biarin aja, lagian tuh cewek pasti gak akan selamat di tangan Alan, gue pastiin." Ucap Alisa yakin.

Ernon mengangguk setuju mendengar ucapan Alisa.

"Btw, Nalla sama Alan kemana?" Tanya Dinda.

Brak!

Ketiganya langsung menahan kaget. Seorang cowok membuka pintu UKS dengan kasar, lalu menatap ketiga orang itu satu-persatu.

"Alan sama Nalla kemana?" Tanya cowok itu sambil menatap ke berbagai sisi ruangan.

Alisa menahan senyumnya. Lalu ia berdiri dari duduknya. "Kak Riko." Panggil Alisa.

Cowok itu langsung menatap ke arah Alisa. "Eh, baru nyadar ada peri cantik." Ujar Riko sambil menatap Alisa dan tersenyum manis.

Dinda memutar bola matanya malas, "mulai deh ngebucin." Ujarnya kesal.

Alisa menahan senyumnya. "Ma-makasih, Kak. Oh iya, kak. Nanti jadi gak___"

"Bentar ya, Sa. Gue harus buru-buru cari Alan. Ada masalah di organisasi kami." Ucap Riko tergesa-gesa, lalu cowok itu keluar dari UKS.

Ernon dan Dinda menatap Alisa kasihan.

"Udahlah Sa, bibit buaya itu." Ujar Dinda.

______________

Untung saja Satpam di SMA Praja Mukti sangat mengenal Alan. Jadi, cowok itu dengan mudahnya meminta izin ke Rumah sakit untuk mengantarkan Nalla.

Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, tak ada yang saling berbicara. Mereka berdua diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing

Alan terus melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Nalla sesekali memejamkan matanya takut, ia juga mencoba menahan punggungnya yang terasa sangat perih.

Hingga akhirnya ketika sedikit lagi akan memasuki pekarangan rumah sakit, Alan memelankan mobilnya.

Lalu ia menatap Nalla sebentar, kemudian kembali memandang ke arah jalanan. "Maaf, gue kebawa emosi." Ucap Alan yang kini mematikan mesin mobilnya setelah terparkir rapi.

Nalla mengangguk mengerti.

Alan kini keluar dari mobil, lalu berjalan ke sisi kiri, membukakan pintu untuk Nalla. Tangannya memegang kedua bahu Nalla pelan, dan membawa cewek itu menuju ke dalam Rumah Sakit.

Untung saja, saat membuka pintu utama rumah sakit, seorang dokter yang merupakan kenalan Papa Alan langsung menyambut Alan dengan ramah.

"Alan, apa kabar nak?" Tanya dokter tersebut antusias, namanya Ridwan.

"Baik, Om."

"Ada apa kamu kesini? Siapa yang sakit? Dia?" Tanya Dokter tersebut sambut menatap Nalla khawatir.

"Iya, punggungnya tergores silet."

Mendengar ucapan Alan, Dokter tersebut menatap kaget ke arah Nalla. Lalu ia dengan cepat membawa Alan dan Nalla menuju ke sebuah ruangan.

"Ayo, Nak. Ikut Om." Ucapnya lembut.

"Om bukannya dokter gigi?" Tanya Alan.

"Iya, teman Om yang bakal ngobati pacar kamu, sabar ya anak cantik." Ucapnya pada Nalla sambil tersenyum.

Nalla hanya mengangguk dan tersenyum simpul.

Setelah melewati tiga ruangan, ruangan keempat kini mereka masuki dan untung saja tidak ada pasien yang sedang berobat di ruangan ini.

"Dokter Risky." Panggil Dokter Ridwan itu ke penjuru ruangan. Namun tak di temukan seorang pun.

"Aduh, kemana ya dia." Ucap Dokter Ridwan bingung.

"Ya, saya disin___" Dokter tersebut terkejut, sontak membalikan tubuhnya yang sedang bertelanjang dada, lalu mengambil baju yang ada di sofa.

Dengan cepat Alan segera menutup mata Nalla dengan tangannya. "Jangan liat." Ucapnya pada Nalla.

"Kenapa gak pakai baju kamu? Ini ada pasien mau berobat." Ucap Dokter Ridwan yang sedikit membentak.

"Iya-iya pak, maaf. Saya tadi kepanasan, AC disini mati, Pak." Ujarnya yang kini telah berbalik dan jas putih sudah terpasang di tubuhnya.

"Yasudah, tolong obatkan pacar anak teman saya ini."

Dokter Risky mengangguk, lalu tangannya mempersilahkan Nalla agar duduk di sofa yang ada di dekatnya. "Duduk disini ya kamu, saya akan periksa dulu."

Dokter Ridwan menyentuh bahu Alan. "Ayo kita tunggu di luar. Nalla harus di periksa."

Alan tidak melepaskan pegangannya pada bahu Nalla, matanya masih menyorot tak suka kepada Dokter Risky, apalagi Dokter itu tampaknya memiliki usia yang sama dengan dirinya.

"Kenapa gak duduk?" Tanya lagi Dokter Risky pada Nalla.

Dokter Ridwan menarik Alan perlahan keluar dari ruangan. Akhirnya Alan menurut dan melepaskan tangannya perlahan dari bahu Nalla.

Sementara Nalla, cewek itu berjalan menuju Sofa dan duduk disana.

"Mana yang harus saya obatin?" Tanyanya sambil menatap Nalla . Nalla akui, Dokter ini sangat tampan.

"A-anu Dok, di pung-gung sa-saya." Ucap Nalla agak grogi.

Dokter tersebut hanya mengangguk-angguk mengerti. Lalu ia mengambil beberapa perban dan obat-obatan.

"Maaf sebelumnya, kamu jangan takut. Saya disini melakukan tugas saya sebagai Dokter, bukan yang lain. Maka dari itu, saya boleh lihat ___"

"Berdiri, Nal."

Sontak Nalla dan Dokter Risky menatap kaget ke arah Alan. Cowok itu tiba-tiba ada di belakang Dokter Risky dengan sorot matanya menatap Nalla lurus.

"Kenapa? Saya cuma____"

"Diam lo, gue mau bawa dia ke Dokter lain, kayaknya rumah sakit ini memang gak nyediain Dokter cewek ya?" Ucap Alan dengan tegas.

Dokter Risky tertawa. "Dokter beranak mau?"

"Gak lucu candaan lo." Gertak Alan. Lalu ia kembali menatap Nalla. "Berdiri, Nal." Ujarnya lagi.

Nalla berdiri.

"Posesif ya pacarnya." Ucap Dokter Risky kepada Nalla sambil terkekeh.

Detik berikutnya Alan langsung memegang kerah Cowok itu dengan kuat, membuat Nalla menutup mulutnya dengan tangan. Ia juga melihat ke arah pintu, Dokter yang menemani mereka tadi juga tidak ada.

Apa yang harus Nalla lakukan?

"Santai, bro. Santai." Ucap Dokter Risky sambil melepaskan perlahan tangan Alan dari kerahnya.

Alan melepaskannya dengan kasar, lalu ia segera mengambil tangan Nalla dan menariknya menuju keluar ruangan.

Tiba-tiba langkah mereka terhenti.

Misha berjalan masuk ke ruangan itu dengan tergesah, lalu menatap Nalla dengan sangat khawatir.

"Nalla, Ya Allah sayang. Kamu kenapa? Apa yang luka sayang? Aduh, Bunda gak akan lepasin orang yang udah buat kamu kayak gini..." Ucapnya sambil meraba-raba wajah Nalla dengan khawatir.

"Bukan dimuka, Ma. Tapi punggung dia." Ucap Alan.

Misha langsung melihat ke arah Alan dan-

Pug!

Misha memukul lengan anaknya dengan kesal. "Kan sudah Mama bilang, kamu jangan jumpa sama Nalla di sekolah, pasti___"

"Bukan salah Alan, Bunda." Ucap Nalla meyakinkan.

"Nah tu, denger sendiri kan Ma."

Misha mengabaikan ucapan Alan. Lalu wanita berjalan ke arah punggung Nalla, membuka Alamamater yang ada di punggung menantunya itu perlahan.

"Astaghfirullah." Ucap Misha sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan, kaget.

"Kenapa belum di obatin, Dok?" Tanya Misha melotot kepada Dokter Risky yang sedang duduk santai sofa.

"Tanyain sama anak Ibu." Ucap Dokter Risky dengan santainya.

Misha lalu menatap Alan dengan tajam. "Kamu jangan kayak anak kecil, Alan. Mama tau kenapa kamu melarang Nalla sama Dokter itu." Ucap Misha dengan penuh emosi.

Misha lalu memegang tangan Nalla. "Ayo, Nalla, Bunda temenin." Ujar Misha yang kini membawa Nalla menuju Dokter Risky.

Alan memejamkan matanya sebentar. Ya, ia lalu berjalan keluar ruangan. Ia tak sanggup melihat Dokter gila itu mengobati luka Nalla.

______________

Selesai sudah punggung Nalla di obati. Setelah itu Misha dan Nalla segera keluar dari ruangan dan menemui Alan yang sedang duduk di sebuah kursi panjang.

Alan yang melihat Nalla keluar langsung segera menghampirinya.

"Nal, dia gak ngapa-ngapain lo kan? Dia gak macem-macemkan? Dia___"

Pug!

Lagi, Misha memukul lengan Alan. "Kamu kenapa sih sampe segitunya? Udah Alan, sekarang kamu antarkan Mama ke sekolah. Ada hal penting yang mau Mama selesaikan."

Alan menggeleng. "Gak Ma, Alan mau antar Nalla ke___"

"Ingat ya Alan, hukuman kamu belum selesai. Biar Nalla diantar pulang sama Pak Karno." Ujar Misha.

Nalla mengerutkan keningnya. "Pak Karno siapa Bunda?" Tanya Nalla bingung.

Misha melototkan matanya. "Jadi kamu belum tau namanya? Aduh." Misha menepuk jidatnya sendiri, lalu matanya menatap ke setiap lorong rumah sakit.

"KARNO, KARNO, DIMANA KAMU?"

Seorang Pria berlari kecil menghampiri ketiga orang itu. Siapa sangkah bahwa Karno adalah Pria berkepala botak dan berbadan kekar itu.

"Iya, nyonya." Jawabnya pelan, lalu matanya sempat menatap ke arah Alan, sontak dengan cepat ia langsung menunduk takut ketika melihat tatapan Alan yang tampak mematikan.

"Kamu antarkan Nalla ke rumah dan jaga dia jangan sampai____"

"Nah, Ma...ni orang yang udah makan gaji buta. Dia gak jagain Nalla disekolah, dia gak ada saat Nalla terluka tadi." Adu Alan sambil tersenyum puas menatap Karno.

Sontak Misha langsung melototkan matanya menatap Karno.

"Karno? Benar yang dikatakan Alan? Bukannya kamu tadi bilang jagain Nalla?"

"Bohong, Ma. Siswa pada istirahat, dia juga ikutan istirahat." Adu lagi Alan.

Nalla menahan tawanya, ternyata Alan pandai dalam hal mengadu seperti itu.

Karno menunduk takut.

"Karno, saya kecewa sama kamu!" Ucap Misha sambil mengepalkan tangannya kesal.

"Udah, Ma. Pecat aja." Ucap Alan mengompori.

Karno terus menunduk, "Maaf Nyonya, saya____"

"Sudah, sudah. Masalah ini akan saya bicarakan nanti sama suami saya, saya akan ke sekolah dulu, kamu antarkan Nalla. Jangan sampai lalai dalam tugas kamu lagi!" Ucap Misha dengan tegas.

Misha kembali menatap Nalla. "Bunda ke sekolah dulu ya sayang. Bunda gak bisa diam saja disaat kamu di perlakukan gak adil seperti ini. Ayo Alan." Ucap Misha yang kini melangkahkan kakinya pergi.

Alan belum beranjak dari tempatnya, ia lalu menatap Nalla. "Gue ke sekolah dulu, jangan bandel, dan jangan ngobrol sama Anhar." Perintah Alan.

Nalla mengangguk tersenyum. "Iya, gak bakal." Jawab Nalla.

Alan ini sangat pecemburu sekali.

Cup!

Alan langsung mengecup bibirnya sekilas.

Tentu saja Nalla merasakan seperti sebuah setruman walaupun itu hanya sekilas. Tubuhnya juga mendadak kaku ditempat.

"Gue pergi dulu." Ucap Alan sambil mengelus puncak kepala Nalla dengan pelan. Lalu ia berbalik menatap Karno yang tengah menunduk sejak tadi.

"Lo!" Panggil Alan dengan nada tinggi.

Karno segera mengangkat kepalanya perlahan, menatap Alan agak takut.

"Jagain dia, jangan sampai lo buat masalah lagi, habis lo sama gue." Ucap Alan dengan nada serius.

Karno mengangguk mengerti. "Baik, Den Alan."

Setelah itu Alan melangkah pergi meninggalkan Nalla dan Karno.

______________

Next? Vote and spam Comment,
Gamau tau😼💃

Sticker yang lagi kalian suka akhir-akhir ini apa? Komen dong.

Tambahan :

Emoji fav kalian apa?

Continue Reading

You'll Also Like

60K 3.5K 42
[SELESAI] "Ayo putus" "Ha?" "Kita putus, Seren" Seren menyipitkan matanya, menelisik ke dalam mata Devan--cowok yang dua tahun terakhir ini berstat...
84.7K 4.3K 51
Keizya Aliputri Purnama-Keke-Gadis yang memiliki segalanya baik dari segi fisik maupun keuangan.Dan karena hal itu Keke pun tumbuh menjadi gadis mani...
3.3M 161K 40
" kenapa cuma aku yang selalu kalian bikin menderita??!!!! cewek cupu pun juga punya hati!!! " bentak Alara murka. " karna cuma lo yang jelek disini...
372K 19.5K 42
"Gue yakin sedikit demi sedikit tuh cowok bakal berubah." Kisah sederhana ini menceritakan tentang Morin yang diam-diam tertarik dengan seorang cowok...