NALLAN

By adanysalsha

20.5M 1.9M 1M

"Tinggal di rumah Alan adalah kesialan se-umur hidup." -Nalla Azzura. //Jangan lupa follow sebelum baca yaπŸ™†... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
52
53
54
56
57
58
59
60
62
63
64
65
66
67
68
69
70
INFO GRUP CHAT
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88.
INFO PENTING!

61

220K 21.3K 17.5K
By adanysalsha

Mau tanya, selain Alan & Nalla, kalian ngeship siapa?

_______

Kalo nemu typo, kasih tau yaa☺️

Selamat membaca;)

______________

Untung saja Gibran berhasil membuat Alan meredakan emosinya. Mereka berhasil masuk ke dalam Apartemen Alan dan kini duduk di sofa sambil menatap bingung satu persatu. Pasalnya, Alan kini masih berdiri di hadapan mereka dengan kedua tangan di lipat di depan dada dan pandangan menyorot tak suka.

"Lan, men-mending lo..." Alisa mencoba untuk tidak melihat Alan, apalagi dada bidang itu. Oh, tuhan. Sangat susah mengelaknya. Alisa mengakui hal itu. "Pakai baju dulu sana." Ucap Alisa dengan setengah meringis.

Alan tak menanggapi ucapan Alisa, kini ia beralih menatap Gibran dengan sebelah alis terangkat. "Lo..." Panggil Alan kepada Gibran, membuat Gibran langsung menatap ke arah Alan, menunggu cowok itu menyelesaikan ucapannya. "Udah dari awal gue tekanin sama lo, jangan pernah jumpai Nalla lagi, lo tuli atau gimana!" Tanya Alan dengan emosi.

Gibran mengulumkan senyumnya. "Gue-"

"Udahlah alan, lagian dia kesini cuma mau nemenin gue doang ambil koper." Relai Dinda sambil takut-takut menatap Alan, "yakan, Gibran sayang." Ucap lagi Dinda beralih menatap Gibran.

Mendengar itu sontak Alisa dan Ernon menatap jijik ke arah Dinda, ingin sekali mereka mengarungi cewek itu sekarang.

Gibran mengangguk. "Cepet, ambil kopernya sayang." Ujar Gibran sambil tersenyum smirk ke arah Dinda.

Bukan malah senang Gibran menjawab seperti itu, Dinda kini menjadi kesal. "Najong banget sih lo!" Ucap Dinda sambil mencebikan bibirnya. Lalu Dinda berdiri, dan kini berani menatap Alan terang-terangan. "Mana kunci kamar tamu?" Pinta Dinda sambil mengadahkan tangannya ke hadapan Alan.

"Bisa sopan sama gue?"

Dinda langsung meringis. "Eh, iya kak Alan, maaf. Dinda yang cantik ini boleh gak minjem kunci kamar tamunya bentar, soalnya-"

"Bacot lo, masuk aja sono. Gak gue kunci!" Cetus Alan kesal.

Alisa, Ernon dan Gibran menahan tawa mereka.

Sementara Dinda, cewek itu mengepalkan tangannya. Mengapa Alan jadi sensian seperti ini? Dinda jadi curiga. Alan dan Nalla pasti ada masalah. Bodo amat, Dinda kini berjalan dengan kesal ke arah kamar tamu untuk mengambil kopernya.

Sementara Alan kini kembali menatap tiga orang di hadapannya. "Ada perlu apa kalian kesini? To the point !" Ujar Alan.

"Kita mau minta maaf sama Nalla, kemarin sempet ada selisih paham. Jadi, kita perlu lurusin masalah ini. Nalla ada kan di atas?" Tanya Alisa.

Alan menggeleng. "Nalla ada di rumah gue." Jawab Alan datar, lalu ia beralih menatap ke belakang, Dinda keluar dari kamar tamu itu sambil membawa koper dengan menggeretnya.

Alisa menyipitkan matanya. "Loh, kenapa Nalla di-"

"Lo semua keluar dari apartemen gue!" Ucap Alan menggema.

"Loh, kok mas ganteng ngusir-ngusir kita? Kan kita belum jumpa Nalla." Oceh Dinda yang kini bergabung duduk dengan ketiga temannya.

"Lo bawel banget sih jadi cewek!" Ujar Alan geram. Lalu ia melihat jam yang tergantung di dinding. "Pulang gue bilang!" Ucap Alan lagi sambil menatap tak suka ke empat orang di hadapannya.

Gibran berdiri. "Oke, kita pulang." Ucap Gibran mengalah.

Lalu Gibran memberi kode kepada tiga cewek tersebut untuk segera meninggalkan tempat ini dengan cara mengedipkan sebelah matanya. Sontak Alisa, Ernon dan Dinda pun langsung segera berdiri.

"Kami pulang dulu ya abang ganteng." Ucap Dinda sambil mengedipkan matanya kepada Alan.

Dengan cepat, Gibran mendorong Dinda menuju pintu keluar di ikuti Alisa dan Ernon.

Sampai di ambang pintu, Dinda menoleh ke Gibran. "Nalla mana?" Ucap Dinda sambil mengecilkan volume suaranya.

"Rumah mertua." Jawab Gibran.

"Loh, kok-"

Dengan gemas, Gibran merangkul bahu Dinda menuju mobilnya.

Di sisi lain, Alan buru-buru menelpon Anhar. Ia tahu ponsel Nalla saat ini pasti sedang di pegang oleh Mama atau Papanya. Bisa-bisa hukumannya bertambah jika sampai dirinya menelpon Nalla.

"Kenapa lo? Baru juga gue tinggal sebentar, dah rindu aj-"

"Diam lo!"

Di sebrang sana, Anhar langsung terdiam.

"Bantu gue, tiga curut bakal dateng kesana. Lo pantau mata tuh cowok jangan sampe mantengin si Nalla. Kalo sampe dia lakuin itu, lo bertindak!" Perintah Alan serius.

Anhar malah menahan tawanya, untung saja saat ini posisinya jauh dari Alan. Cowok itu tak akan bisa menghajar Anhar ketika menahan tawa seperti ini.

"Oke."

"Lo jangan oke-oke aja. Kerjain perintah gue!"

"Siap bos."

____________

Sejak tadi Nalla tak berhenti menangis. Ia duduk di depan cermin di dalam kamarnya sambil terisak-isak. Bukan karena hukuman yang di berikan oleh kedua orangtua Alan, namun ini tentang keluarganya.

Sang Papa yang beberapa menit lalu baru saja menelpon dirinya dan memberi kabar bahwa lelaki itu telah memutuskan untuk menceraikan istrinya, dan ingin kembali bersama Mamanya.

Tidak, Nalla tidak bisa semudah itu menerima. Apalagi ketika mengingat perempuan perusak rumah tangga Papa dan Mamanya membuat Nalla semakin sakit hati.

Nalla benar-benar tidak bisa menerima sang Papa dengan mudahnya kembali di kehidupannya. Apalagi sang Mama, pasti sangat sulit bagi perempuan itu kembali percaya dengan mantan suaminya.

Sebuah ketokan pintu membuyarkan lamunan Nalla. Cepat-cepat Nalla menghapus air matanya dan berjalan membuka pintu kamar.

Misha tersenyum lalu memeluk Nalla dengan erat, ia tahu Nalla sedang terpuruk saat ini. "Sayang, ingat ya. Disetiap masalah akan ada hikmah besar di baliknya. Kamu harus tetap kuat ya." Ucap Misha sambil mengelus rambut Nalla dengan lembut.

Nalla mengangguk paham. Lalu melepaskan pelukannya pada Misha. "Ini Bunda, Ponselnya." Ucap Nalla sambil mengembalikan ponselnya pada Misha.

Ya, ponsel Nalla untuk sementara waktu di sita oleh Misha. Nalla hanya boleh meminjam ponsel ketika ada hal penting seperti menelpon sang Papa.

Misha mengambil ponsel itu dari tangan Nalla. "Yaudah, turun yuk. Temen kamu ada di bawah tuh." Mendengar ucapan Misha, Nalla menahan kaget.

"Te-temen?"

"Iya...yaudah yuk turun." Misha membawa Nalla menuju lantai bawah.

_____________

Sesampai di lantai bawah, Nalla menahan kagetnya. Ternyata ketiga sahabatnya dan Gibran. Mengapa mereka datang kesini? Dan siapa yang memberitahu bahwa Nalla ada disini? Nalla berpikir, pasti Alan yang sudah memberitahu.

"Yaudah, kamu samperin temen kamu ya. Bunda mau ke kamar dulu." Ujar Bunda yang kini pergi menuju kamarnya.

Alisa yang menyadari kehadiran Nalla langsung bergegas mendekati sahabatnya dan memeluk erat, membuat Nalla menahan kaget. "Nal, gue minta maaf ya." Ucap Alisa dengan tulus.

Dinda dan Ernon ikut berdiri, dengan cepat Gibran menarik dua orang itu agar duduk kembali. "Gak usah ikut-ikutan bisa?" Cetus Gibran sambil menaikan sebelah alisnya. "Lebay banget!" Ucap Gibran lagi.

Sontak Dinda dan Ernon mendadak kesal mendengar perkataan Gibran.

Nalla melepaskan pelukannya dengan Alisa. Lalu mengajak Alisa duduk.

"Kenapa Sa tiba-tiba lo meluk gue, dan kalian-"

"Nal, sebenarnya kita kesini mau minta maaf sama lo. Kita udah di kasih tau sama Gibran kalau lo deketin Rava karena ancaman Chelin, maafin gue ya Nal, udah nuduh lo yang nggak-nggak." Ucap Dinda sambil berwajah sedih.

Nalla menatap Gibran, ternyata cowok itu benar-benar berubah dan menepati janjinya untuk membantu Nalla. Nalla yakin Gibran sebenarnya bukanlah orang yang kejam yang selama ini Nalla bayangkan.

"Jangan liatin gue mulu, gue salting ni." Ujar Gibran membuat Nalla segera beralih menatap ketiga temannya.

"Iya, gue juga minta maaf sama kalian. Terutama lo Din, gue sempet bohong soal nomor Rava. Gue gak ada maksud untuk bikin lo-"

"Nal, udah. Gue gak mau kita berantem lagi. Mulai hari ini, jangan ada lagi yang di tutup-tutupi ya. Kita saling terbuka aja. Kita udah lama loh Nal temenan." Ujar Dinda.

Mendengar itu, Nalla mengangguk mengerti lalu tersenyum. "Iya, janji gak akan nutupi lagi." Ucap Nalla sambil terkekeh.

Tak lama kemudian, Anhar datang dan langsung duduk di sebelah Nalla, menatap satu persatu teman-teman Nalla dengan tajam. Lalu matanya terhenti tepat pada mata Gibran yang kini juga ikut menatap Anhar sambil menaikan sebelah alisnya.

"Ada urusan apa lo sama Nalla?" Tanya Anhar tajam.

Gibran tak menjawab, ia bingung dengan orang di hadapannya ini.

"Anhar, lo kenapa sih?" Tanya Nalla kesal.

"Nal, dia siapa?" Tanya Dinda dengan suara kecil seperti bisikan.

"Gue sepupu Alan." Jawab Anhar yang mendengar bisikan Dinda kepada Nalla.

Dinda langsung mencebikan bibirnya, Menatap Anhar dengan kesal.

"Iya, dia sepupunya Alan, sekaligus orang yang udah sering buat masalah di dalam kehidupan Nalla dan Alan." Cerocos Alisa.

Anhar langsung melototkan matanya. "Eh, lo!Jangan maen-maen ya. Mulut lo sembarangan kalo ngomong." Tukas Anhar tak suka.

"Sepupunya?" Tanya Ernon yang mulai menatap Anhar dengan teliti. "Kok beda jauh mukanya sama Alan, Alan cakep banget. Lo malah mirip kayak jamet..."

"Jamet, jamet gigi lu!" Bantah Anhar.

Semua orang menahan tawanya kecuali Anhar. Cowok itu malah menatap Ernon dengan aura permusuhan.

"Santai dong, gue kan bercanda." Ujar Ernon ikut kesal.

"Baperan banget sih!" Sambung Nalla yang kini menatap Anhar tak suka.

"Eh, eh, eh..." Tunjuk Anhar pada Gibran. "Mata lo, ngapain natap-natap Nalla segitunya? Oh, lo mau ambil Nalla dari Alan ya? Hadapi gue dulu!" Ucap Anhar menepuk-nepuk dadanya dengan percaya diri.

Nalla dan ketiga temannya saling menatap.

Setelah itu, Nalla langsung memukul pelan bahu Anhar. "Lo kenapa sih? Kenapa lo tiba-tiba gini Har?" Tanya Nalla sambil mengerutkan dahinya. Lalu detik berikutnya kerutan dahi Nalla menghilang, lalu Nalla menatap serius kepada Anhar. "Gue tau. Lo pasti disuruh Alan kan?" Tebak Nalla sambil menatap curiga ke Anhar.

Anhar menggeleng. "Jangan asal nuduh lo!"

Nalla menatap curiga kepada Anhar. Detik berikutnya Nalla mengadahkan tangannya kepada Alisa. "Sa, pinjem deh ponsel lo. Gue mau nelpon Alan bentar." Pinta Nalla.

"Eh, jangan!" Ucap Anhar mulai panik.

"Kenapa?" Tanya Nalla tertantang.

Anhar menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu terkekeh. "Iya, gue ngaku kalo gue di suruh Alan, ya lo tau kan maksud Alan nyuruh gue kayak gitu, artinya Alan itu sayang banget sama lo..."

"Cie...." Ucap Alisa, Ernon dan Dinda dengan kompak, membuat pipi Nalla seketika merona merah dan menahan senyumnya. Ia malu. Berbeda dengan Gibran yang kini hanya berwajah datar.

"Idih, nape lu? jealous?" Ejek Anhar kepada Gibran, membuat cowok itu langsung berdecak kesal.

"Udah, udah. Gibran udah tobat kok, ya kan sayang?" Ucap Dinda sambil mengelus kepala Gibran.

Sontak Gibran langsung menepisnya. "Apaan sih lu!" Cetus Gibran kepada Dinda.

"Kok marah sih lo? Lo pms ya?" Tanya Ernon.

Gibran memutarkan bola matanya malas. "Gue mau balik, kalo kalian mau pulang sama gue. Sekarang!" Ucap Gibran yang kini berdiri menatap satu persatu pengikutnya tadi.

"Lah, kok? Kan belum selesai Gib." Ucap Dinda mencebikan bibir.

"Tau ni, Gibran, Gak seru lo!" Sambung Ernon.

"Tunggu Gib, sebelum pulang gue mau nanya hal penting sama Nalla." Ucap Alisa yang kini menatap Nalla intens.

"Tanya apa Sa?"

"Lo ada masalah apa sama Alan? Kok sampai pisah atap segala?" Ucap Alisa serius.

Detik berikutnya, Anhar yang mendengar langsung tertawa terbahak-bahak. "Pertanyaan lo gak moral, pisah atap-pisah atap. Mending lo semua pulang gih cepet!" Usir Anhar sambil mendorong-dorong Dinda dan Ernon.

"ANHAR! LO UDAH GILA YA? BUNDA ANHAR NGUSIR-NGUSIR TEMEN NAL...MPSS." Anhar langsung membekap mulut Nalla, lalu mengusir teman-teman Nalla dengan menggerakan tangannya.

"Pulang ya, pulang. Nalla harus bobo sore." Ucap Anhar yang kini menarik Nalla menuju lantai atas dengan tangan masih setia pada mulut Nalla.

Dengan kesal, Dinda menarik tangan Alisa dan Ernon keluar rumah. Sementara Gibran sudah keluar rumah lebih dulu.

_______________

Jam menunjukan pukul 19.00 WIB. Alan baru saja selesai membasahi rambut dan kini sedang menatap cermin di kamarnya mengenakan celana pendek selutut dan bertelanjang dada.

Ia sedang menatap dirinya di pantulan cermin sambil tersenyum miring dan melipat kedua tangan di depan dada.

Ya, ia akui memiliki wajah di atas rata-rata.

Nyaris di kata sempurna.

Setelah menatap wajahnya cukup lama, lalu tangannya bergerak mengambil parfum yang ada di atas meja di hadapannya sambil sesekali mengacak rambutnya yang masih basah.

Sttt..sttt..stt...

Alan menyemprotkan di bagian leher.

Sttt...sttt...stt...

Kemudian bagian sisi tubuhnya.

Setelah itu ia berjalan menuju lemari pakaiannya. Memilih baju dengan semangat 45!

Kalian tahu? Inilah Alan yang sebenarnya. Di luar sana ia terlihat tegas, dingin dan cendrung berbicara cetus kepada orang lain dan menjawab seadanya. Namun, jika sudah soal urusan rumah, ia berubah 99% dari sikap normal di luar sana.

Lihatlah, saat ini ia begitu bergembira dan bersorak heboh saat akan memilih baju yang harua ia kenakan sekarang. Untuk apa lagi jika bukan bertemu dengan permaisurinya.

"Im coming." Ucapnya disela memakai baju kaos hitam. Lalu ia melihat ke bawah, celana pendek selututnya itu tak masalah jika ia kenakan saat ini.

Oke, Alan memilih berpakaian santai saja. Tidak perlu banyak gaya, yang penting tubuh wangi dan wajah tetap tampan.

Glow up sejak lahir memang yang paling beruntung.

Selesai memilih pakaian, Alan bergerak mengambil ponselnya. Lalu segera menghubungi seseorang.

"Gimana?" Tanya Alan pada orang di sebrang sana.

"Dia lagi siap-siap, bentar-"

"Kasih HP lo ke dia." Perintah Alan.

"Nanti Lan, gue lagi ngemil kue n-"

"LO MAU MATI?"

Dengan cepat, Anhar berlari selaju-lajunya menuju lantai atas lalu segera mengetuk pintu kamar Nalla. "Nal, cepet bukain gue-"

"Gue lagi make baju, lo jangan masuk!" Teriak Nalla dari dalam kamar, untung saja pintu sudah ia kunci.

Alan dapat mendengar teriakan Nalla di dalam ponselnya. Wajahnya berubah menjadi panik. "KALO LO SAMPE MASUK KE KAMAR ISTRI GUE, NYAWA LO BESOK UDAH GAK ADA!" Tekan Alan.

Anhar terkejut, ia segera menjauhkan ponselnya dari telinga. "Serba salah gue idup." Ujar Anhar sendiri,

Sambungan terputus.

Anhar memutuskan sambungan teleponnya dari Alan.

"Nal, cepetan woi. lelet banget sih lo." Panggil Anhar sekali lagi.

"Lo bisa kan gak teriak-teriak? Ntar Bunda denger, Har!" Ucap Nalla yang kini membuka pintu dengan wajah kesal.

Anhar langsung memberikan ponselnya pada Nalla. "Lo telepon Alan cepetan, gue bakal tunggu di balkon kamar gue." Ucap anhar yang kemudian pergi menuju kamarnya.

Ya, Anhar sudah membicarakan hal itu kepada Nalla. Nalla akui ia juga ingin sekali bertemu Alan walaupun hanya sebentar. ada banyak hal yang harus Nalla bicarakan kepada suaminya. Ada banyak yang harus Nalla beritahu tentang kesedihannya.

Awalnya Nalla marah kepada Alan karena cowok itu dengan mudahnya menerima kerjasama dengan Pak Wira- Papa Leona. Namun, Nalla akui Alan terpaksa melakukan hal itu. Apalagi mengingat ketika Alan mengakui Nalla adalah istrinya.

Nalla menahan senyumnya ketika mengingat hal itu.

Oke, masuk ke dalam kamarnya dan buru-buru Nalla menelpon Alan.

"Hallo, Alan..."

"Iya, ini gue. HP lo kemana?" Tanya Alan langsung ke intinya.

"Disita Bunda." Jawab Nalla yang kini berjalan menuju meja hiasnya, duduk disana sambil mulai memilih skincare.

Terdengar helaan napas kesal disebrang sana.

"Yaudah, siap-siap cepet. Gue bakalan kesana ini." Ucap Alan.

"Alan jangan pergi dulu!" Cegah Nalla.

"Kenapa?"

"Gue bingung mau make makeup yang mana. Tapi tipis aja kok janji deh. Mau kan bantuin gue milih?" Ucap Nalla dengan suara seperti anak kecil yang minta di belikan ice cream.

Tuh kan, Alan yang baru saja ingin keluar Apartemen langsung duduk di sofa sambil menahan kegemasannya kepada Nalla.

"Iya, gue bantu." Jawab Alan.

"Yaudah, sekarang pilihin. Nalla harus make apa aja?" Tanya Nalla.

"Semua, kecuali pewarna bibir."

Jawaban Alan membuat Nalla mengatupkan mulutnya tiba-tiba, Pipinya merona. "Ke-kenapa gak boleh pakai pewarna bibir?" Tanya Nalla gugup.

"Gue lagi pengen rasain yang natural."

Nalla menjadi kaku seketika.

"Kok diam?"

Nalla terbuyar, lalu ia mulai memakai skincare, kecuali pewarna bibir.

"I-iya, gue gak bakal pake itu." Jawab Nalla, lalu ia mencoba menstabilkan detak jantungnya yang terus saja berdebar.

"Good Girl." Jawab Alan sambil tersenyum miring.

"Lan, gue harus pakai baju yang gimana?" Tanya Nalla lagi.

"Baju tebal, jangan sampai masuk angin, Udara malam ini dingin banget." Perintah Alan.

Nalla menahan senyumnya lagi, Alan sangat peduli dengannya. "Oke." Jawab Nalla. Kini cewek itu berjalan menuju lemari, mengambil pakaian tebal dan segera memakainya.

Nalla dapat mendengar di telepon, Alan sedang menyalakan mobilnya namun ponselnya masih setia terhubung padanya.

"Nal, coba liat ke jendela. Berapa banyak bodyguard bokap gue?" Tanya Alan.

Nalla segera mengintip ke jendela, melihat ke bawah tepatnya di halaman depan rumah.

"Lima orang, tapi kayaknya mereka lagi ngerumpi gitu deh." Ucap Nalla yang kini langsung menutup tirai gordennya kembali.

"Bagus, kesempatan lo. Sekarang lo ke balkon kamar Anhar, dia lagi nunggu lo disana."

"Turunnya di balkon kamar Anhar? Gak mau, gak berani pasti tinggi banget kalo loncat yang ada-"

"Gak bakal." Potong Alan. "Udah disediain tangga buat turun sama dia, cepet sekarang lo kesana." Sambung Alan.

"Ta-tapi lo bakal kesini kan? Gue takut ketahuan sama Bunda dan Ayah, apalagi cowok-cowok yang ngerumpi itu, bisa-bisa hukuman kita nanti di tambah."

"Ini gue lagi di jalan. Nanti gue susul lewat jalan pintas belakang rumah. Gue bakal jemput lo."

Mendengar itu, Nalla tersenyum. "Oke."

"Yaudah, matiin aja dulu teleponnya. Gue bentar lagi sampe. Lo ke kamar Anhar sana." Perintah Alan.

Nalla tidak rela sebenarnya memutuskan sambungan telepon ini, namun ia harus melakukannya. "Oke, sampai nanti." Ucap Nalla yang kini langsung mematikan ponselnya.

Sekali lagi Nalla bercermin.

Ia tersenyum pada pantulan wajahnya di cermin. Lalu perlahan ia menggigit bibirnya serta jantungnya yang mulai berdebar.

"Nalla? Lo boker ya? Lama amat!"

Nalla memutarkan bola matanya malas, suara Anhar membuatnya menggeram. "IYA GUE KELUAR NI!" Teriak Nalla.

Lalu ia segera membuka pintu kamarnya. melihat Anhar yang berdiri di depan kamar sambil melipat kedua tangannya di depan dada membuat Nalla mencebikan bibir. "Ayo, cepet." Ucap Nalla yang kini mendahului Anhar dan memasuki kamar cowok itu.

Anhar menjadi kesal, padahal cewek ini yang lambat, mengapa dirinya yang dimarahi?

Kini Anhar ikut masuk ke dalam kamarnya dan berjalan menuju balkon.

"Anhar, lo yakin kita bakal turun lewat tangga ini? Ini tinggi Har, gue gak yakin." Ucap Nalla dengan berwajah panik.

Anhar berdecak. "Yakin gak bakal mau turun?" Tanya Anhar sambil menaikan sebelah alisnya.

"Iyalah, ini tinggi banget. Kalo gue ke pleset? Gak gak, gak mau." Ucap Nalla sambil menggeleng-geleng takut.

Anhar tersenyum miring. "Kalo pangeran bakal nungguin di bawah gimana? Mau turun gak?" Goda Anhar sambil menaik-turunkan alisnya.

Nalla mengerutkan dahinya. "Maksud lo?" Tanya Nalla tak mengerti.

"Lo liat ke bawah." Perintah Anhar.

Nalla segera melihat kembali ke bawah. Dan...

"A-alan?" Ucap Nalla sambil menatap ke bawah tak percaya. Alan sedang berdiri disana sambil menatap ke arah Nalla. Cepat sekali cowok itu sampai. Dan, dari mana Alan memasuki perkarangan rumah ini? Padahal di depan sana lima orang bodyguard sudah menjaga.

"Ayo turun." Ucap Alan.

Nalla menstabilkan kembali detak jantungnya. Jujur saja, malam ini Alan sangat keren.

"Udah cepet sono, lo kebanyakan mikir." Ujar Anhar sambil mendorong bahu Nalla pelan.

"Lan, g-gue takut." Ucap Nalla grogi sambil menatap ke bawah. Membayangkan jika dirinya jatuh, ia akan terkena batu besar disana, apalagi ada tanaman-tanaman berduri di bawah sana, bisa-bisa bokong Nalla terduduki tanaman itu.

"Jangan khawatir, gue disini." Ucap lagi Alan meyakinkan Nalla.

Nalla menghela napasnya. Oke, ia bisa melakukan ini.

Kini Nalla mulai menjejakan kakinya di anak tangga pertama. Jantungnya mulai tidak normal. Lalu kaki kirinya mulai mencari anak tangga berikutnya. Hingga anak tangga kelima tubuhnya mulai tidak seimbang, "Alan, Alan tolong ini tangganya goyang-goyang..." Ucap Nalla ingin menangis.

"Gue megang tangga kuat-kuat, lo jangan khawatir Nal, jangan pikir apapun." Ucap Alan.

"Alan, gak bisa...tangganya kayak ada yang rusak deh yang gue jejakin ini." Ujar Nalla sambil terus memejamkan matanya.

Anhar mulai panik, apalagi Alan.

Lihatlah, Alan kini menatap Anhar dengan tajam. "Har, lo bego banget sih. Lo dapet tangga beginian dari mana!" Tanya Alan dengan menahan emosi.

"Aa-anu, itu tadi g-gue minjem sama tetangga..." Ucap Anhar sambil meringis.

Rahang Alan mengeras, jika terjadi hal buruk pada Nalla mungkin dirinya tak akan memaafkan sepupunya itu.

"Alan, gue takut..." Ucap Nalla yang kini mulai menggigil takut.

"Nal, loncat sekarang!" Perintah Alan.

Nalla melototkan matanya.

"Loncat!"

Nalla menggeleng dengan sungguh-sungguh. "GAK MAU! GAK MAU ALAN, GUE TAKUT." Tolak Nala.

"Nalla, loncat!"

Nalla masih menggelengkan kepalanya dan menutup matanya, menggenggam kuat tangannya pada sisi tangga.

"Lo gak loncat, gue balik ke Apartemen!" Ucap Alan serius.

Nalla segera membuka matanya, tidak! Nalla belum melampiaskan rindunya hari ini pada cowok itu.

"Nal, loncat aja. Alan ada di bawah kok lo tenang aja ya." Ucap Anhar meyakinkan.

Oke, Nalla mulai memberanikan dirinya. Walaupun napasnya naik turun, namun ia mencoba untuk tidak membayangkan apapun.

Satu...

Nalla menarik napas kembali.

Dua...

Kakinya mulai gemetar hebat.

Tiga!

Nalla benar-benar loncat, dengan cepat Alan membuka tangannya lebar-lebar dan...

brak!

Nalla dan Alan sama-sama terjatuh.

Yang membuat jantung Nalla kembali berdetak lebih cepat adalah sewaktu ia membuka matanya.

Ia sudah ada di pelukan Alan.

________________

Follow IG :

@Nallan_Story
@Alan.Adrn
@Nalla.Azzura
@Gibran.denandra
@Alisa.fbriana
@Leona_Cleona

IG yg lainnya soon ya.

🍁🍁🍁

VOTE AND COMMENT

SPAM COMMENT JUGA, AYOO☺️👍

....

Dinda

Alisa

Ernon

Continue Reading

You'll Also Like

372K 19.5K 42
"Gue yakin sedikit demi sedikit tuh cowok bakal berubah." Kisah sederhana ini menceritakan tentang Morin yang diam-diam tertarik dengan seorang cowok...
13.4M 521K 48
DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT CERITA INI YA. KALO YG CAKEP..... YA TETEP GA BOLEH ANJIR! FOLLOW DULU SEBELUM BACA:) Warning! : 1. banyak typo berteba...
3.5M 166K 62
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
3.5M 286K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’β€’ "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...