NALLAN

By adanysalsha

20.5M 1.9M 1M

"Tinggal di rumah Alan adalah kesialan se-umur hidup." -Nalla Azzura. //Jangan lupa follow sebelum baca yaπŸ™†... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
48
49
52
53
54
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
INFO GRUP CHAT
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88.
INFO PENTING!

47

191K 19.3K 9K
By adanysalsha

can't refuse, she's addicted

__________

"Mama mau punya cucu gak?" Potong Alan yang suaranya dapat di dengar oleh tiga orang yang saat ini sama-sama kaget mendengarnya.

Apalagi Nalla. lihatlah, wajahnya bahkan sudah memerah seperti kepiting rebus.

Misha dan Ardi langsung saling tatap. Mereka terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Alan barusan. Lalu Misha beralih menatap Nalla yang saat ini terlihat canggung.

"Sebentar ya Nalla, Bunda mau ngomong berdua sama Alan dulu." Ucap Misha yang kini berjalan menuju dapur, menjauh dari Nalla dan Suaminya.

"Alan!" Panggil Misha dengan nada sedikit kesal.

"Ya?" Jawab Alan di sebrang sana.

Misha menghela napas kesal kembali. Ia tak habis pikir apa yang sudah anaknya katakan tadi. Pasti Nalla merasa sangat malu. "Maksud kamu tadi bicara kayak gitu apa? Mama gak suka ya, kamu tau kan resikonya?" Ucap Misha dengan tegas.

"Alan, kenapa diam aja!"

"Bercanda, Ma."

"Duh, kamu ini. Ya sudah, awas ya kalau kalian gak sampai selesaikan masalah, besok pagi Mama datang lagi ke sini, memastikan kalian." Ancam Misha.

Terdengar helaan napas berat dari Alan.

"Yaudah, kamu lanjutkan rapatnya, Mama mau pulang."

"Iya, hati-hati, Assalamualaikum." Baru saja Alan akan menutupnya, suara Misha kembali terdengar.

"Alan,"

"Apalagi, Ma?"

Haruskah Misha mengatakan ini? Padahal ia benar-benar sangat iri ketika datang ke acara arisan bersama teman-temannya. Semua temannya menceritakan tentang cucu mereka, bahkan mereka membawanya ke acara tersebut. Misha memejamkan matanya sebentar, mencoba menepis pikiran anehnya untuk cepat-cepat memiliki cucu.

"Hm, kamu-"

Misha kembali diam, bingung harus berkata apa.

"Aduh, Ma. Kenapa sih? Rapat udah mau di mulai."

Misha berdeham. "Alan, temen-temen Mama di arisan kadang bawa cucu mereka, lucu-lucu tau. Mama suka liatnya." Tanya Misha dengan spontan, membuat Alan langsung terdiam.

"Kamu tau kan apa Maksud Mama?" Tanya Misha dengan hati-hati.

Terjadi hening beberapa saat.

Hingga suara Alan terdengar kembali. "Udah dulu ya Ma, Assalamualaikum"

Tut..tutt..tutt.. sambungan terputus.

Misha hanya bisa menarik napasnya perlahan. Ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa pertanyaan sensitif itu berhasil lolos dari mulutnya. Sungguh, Misha menyesali ucapannya tersebut.

Lalu ia kembali menemui Nalla dan suaminya yang berada di ruang tengah. Misha langsung memeluk Nalla dan mengelus kepada menantunya itu dengan sayang. "Yaudah, sayang. Bunda sama Ayah mau pulang dulu ya, kamu harus janji. Masalah kamu sama Alan harus di selesaikan hari ini juga, Alan juga cuti dari kantor hari ini." Ujar Misha.

Nalla hanya mengangguk pelan.

"Yaudah, Ayah pulang dulu ya Nalla. Jangan segan kasih tau Ayah, kalau Alan jahat sama kamu." Ujar Ardi yang beranjak berdiri.

Nalla kembali mengangguk dan tersenyum. "Iya, Yah. Makasih ya Ayah Bunda udah jengukin aku kesini." Ucap Nalla pelan.

"Iya, sayang. Sama-sama."




___________

Nalla benar-benar ingin mengutuk dirinya sendiri agar lenyap dari bumi ini, atau minimal menghilang sebentar dari Ibu kota Jakarta. Lihatlah Wajahnya benar-benar sangat malu ketika mendengar pertanyaan Alan tadi yang tertuju untuk Mamanya.

"Mama mau punya cucu gak?"

Huh, kalimat apa itu? Dia pikir mengandung selama 9 bulan itu enak apa! Belum lagi harus mengurusnya hingga besar. Jangankan mengurus anak, bahkan mengurus pelajaran di sekolah yang belum tuntas saja, Nalla bodo amat tentang itu. Sedangkan anak, gak bisa di bilang 'bodo amat'.

Nalla menarik napas panjangnya. "Aduh, kenapa sih gue bisa dapet suami kayak dia!" Teriaknya kesal.

Nalla berdecak kesal. Ini sudah sore, tapi mengapa Alan belum pulang juga? Padahal dirinya berniat untuk menyelesaikan semua masalahnya. Ia sudah jera dengan perlakuan Alan. Apalagi mengingat kejadian tadi pagi.

Nalla bergidik ngeri.

Untung saja kedua orangtua Alan datang tepat waktu. Jika mereka tidak datang. Entah apa yang terjadi pada dirinya sekarang?

Tiba-tiba ponselnya berdering, dengan cepat Nalla segera berjalan menuju nakas di samping ranjangnya.

Ternyata itu dari Alan.

Belum mengangkatnya, tapi jantung Nalla sudah berdetak dengan cepat. Entah apa yang Nalla pikirkan saat ini, yang pasti bayangan tentang Alan yang sangat emosi, dan ucapan Alan yang - ah sudahlah. Nalla menepis pikirannya. Dengan hati-hati Nalla mengangkat telepon itu.

"Ha-halo?"

"Ke sini cepet."

Kesini? Kemana? Nalla benar-benar kesal dengan orang yang selalu to the point.

"Kemana?" Tanya Nalla dengan nada bingung.

"Ke sekolah. Rapatnya udah siap."

"Kenapa gue harus kesana?" Tanya lagi Nalla yang bertambah bingung.

Terdengar dercakan kesal dan helaan napas berat dari Alan. Nalla tahu, Alan pasti sangat lelah hari ini. Nalla terus bersumpah serapah di dalam hatinya agar Alan cepat keluar dari organisasi Osis.

"Lo bilang mau jelasin semuanya."

Hah? Yakali harus di sekolah. Apa Alan tidak berpikir, bagaimana jika teman-temannya tahu hubungan dirinya dengan Alan. Dan kenapa tidak di rumah saja?

Sangat susah bagi Nalla untuk memahami apa yang Alan pikirkan.

"Kenapa harus disekolah?" Lihat, sekarang Nalla banyak bertanya. Ini semua karena Alan.  Cowok itu seolah menarik Nalla agar bertanya banyak hal.

"Ntar di rumah gue khilaf lagi."

Wajah Nalla berubah seperti kepiting rebus kembali. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa maksud Alan barusan? Baiklah, Nalla mencoba mengabaikannya.

"Iya, gue kesana sekarang."


_____________



Jam menunjukan pukul 5 sore. Untung saja taxi melewati rumah Nalla tadi. Jadi cepat-cepat ia menaiki taxi tersebut. Dan tak butuh waktu lama, ia sampai di sekolah.

Nalla menghela napas lega karena sekolah sudah terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang yang terlihat sedang piket di luar kelas mereka, menyapu koridor.

Beberapa menit yang lalu Alan mengirim pesan bahwa ia ada di Ruang Osis. Langsung saja Nalla berjalan menuju ruang itu. Awalnya Nalla tidak berniat pergi, namun ia harus mematuhi ucapan Bundanya bahwa masalah harus selesai hari ini juga.

Nalla menghela napas lega saat sampai di depan Ruang Osis. Tampaknya semua anak osis sudah pulang. Nalla berdoa agar di dalam ruangan nanti tidak ada siapapun kecuali dirinya dan Alan.

Kaki Nalla berjalan masuk ke dalam Ruangan itu.

Untung saja hanya Alan yang ada di sana sedang menyusun kertas-kertas dimejanya. Lalu Alan tersadar Nalla sudah datang. Alan langsung mengambil sebuah kursi dan meletakkan di depan mejanya.

"Duduk." Ucap Alan yang masih terdengar dingin.

Nalla merinding seketika.

Tidak, Nalla mencoba bersikap sebaik mungkin. Jangan sampai dirinya kembali membuat masalah yang dapat menimbulkan pertengkaran kembali.

Dengan hati-hati, Nalla duduk di hadapan Alan. Cowok itu tampak terang-terangan menatap Nalla saat ini. Lalu tangan Alan ia letakan di atas meja, dan sorot matanya menatap lurus ke arah Nalla.

Sepertinya Nalla akan banyak di introgasi hari ini.

"Ceritain." Ucap Alan.

Nalla menghela napas perlahan, "semua berawal dari Chelin." Ucap Nalla spontan. Membuat Alan menautkan kedua alisnya, bingung.

"Lo tau kan kalau gue gak mau rahasia pernikahan kita kebongkar. Apalagi di sekolah. Bisa-bisa jabatan lo di cabut Lan, dan mungkin gue akan di keluarin dari sekolah. Pasti mereka mikirnya macem-macem kenapa gue bisa nikah di umur gue yang segini."

"To the point bisa kan?"

Nalla berdecak kesal mendengar ucapan Alan.

"Chelin ngancem gue." Nalla sedikit menarik napasnya. Menatap lurus ke arah Alan. "Gue di ancam sama dia, kalo sampe gue gak ngikutin kemauan dia, dia bakal bongkar tentang pernikahan kita." Ucap Nalla dengan mata berkaca-kaca.

Alan terdiam, meresapi apa yang Nalla katakan tadi.

Sekejam itukah saudara tirinya?

"Dia ngancam apa aja?" Tanya Alan.

Apa Nalla harus menyebutkan semuanya? Soal Rava? Tidak, Nalla tidak bisa mengatakan itu untuk sekarang ini. Yang ada Rava bakal jadi sasaran amuk Alan, padahal cowok itu adalah penyelamat dirinya waktu kecil.

"Di bar kemarin, dia maksa gue untuk pakai baju yang gak pantes, terus dia juga bawa gue ke tempat itu. Ternyata dia sekongkol sama Gibran, dan dia ngasih gue banyak minuman."

Alan mengalihkan tatapannya dari Nalla. Terlihat dari wajah Alan ada perasaan sangat kesal. Namun, detik berikutnya Alan malah tersenyum simpul. "Terus, kenapa lo semalem pake acara peluk-pelukan sama Gibran? Nagih lo sama dia?" Mendengar itu tentu saja ubun-ubun Nalla terasa terbakar, bagaimana tidak, belum selesai bicara, Alan sudah menuduhnya yang bukan-bukan.

"LAN, LO BISA GAK SIH DENGERIN GUE SAMPAI SELESAI BICARA!" Ucap Nalla dengan nada emosi dan tinggi.

Alan mengubah posisi duduknya lebih nyaman. Lalu mengangguk. "Lanjut."

"Soal semalem, lo liat kan kalau Apartemen dalam kondisi berantakan?" Tanya Nalla.

Alan mencoba mengingatnya, saat ia kembali ke Apartemen bersama Riko. Dan Riko menunggunya di mobil. Dan benar, ketika Alan masuk ke dalam, telepon rumahnya terhempas ke lantai, serta ada pecahan pot bunga disana.

"Iya." Jawab Alan.

"Gue gak tau kenapa Gibran tiba-tiba dateng ke sana. Padahal gue gak pernah ngasih alamat yang baru ke dia, dia dateng sama dua temennya. Dia maksa gue untuk maafin dia, gue bilang gak mau, dia maksa dan narik gue, sampai-" Nalla terdiam, ia ingin menangis.

Dengan cepat Alan langsung memegang tangannya. "Lanjut aja, tenang ada gue." Ujar Alan menenangkan.

"Kepala gue waktu itu masih pusing banget, dan waktu gue mau minta tolong sama lo, teleponnya di rampas sama dia dan di banting, terus, gu-gue-"

"Kenapa?" Tanya Alan dengan ekspresi berbeda, terlihat ada kekhawatiran dari Alan.

"Gue pingsan."

Benar saja, Alan kini mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras. Jika Gibran berada di hadapannya sekarang. Ia tak akan segan-segan memberikan pelajaran yang setimpal.

"Tiba-tiba aja gue ada di rumah dia." Nalla berhenti berbicara. Apa yang harus Nalla ceritakan lagi? Untuk saat ini ia mencoba tidak mengatakan apapun soal Dea-kakak kandung Gibran. Karena Nalla sudah berjanji pada Dea untuk membantunya.

"Dan gue niat mau pergi dari sana, tapi Gibran cegat gue, dia langsung minta maaf atas apa yang udah dia lakuin sama gue, dan tiba-tiba dia meluk gue, gue gak tau kenapa dia lakuin itu, dan setelah itu lo dateng."

Alan masih menggerakan rahangnya, emosi. Segitu kuatkah Gibran menyukai Nalla? Hingga cowok itu melakukan hal buruk agar mendapatkan cintanya? Alan tidak berpikir bahwa ada manusia sekejam itu.

Alan langsung menyerahkan ponselnya kepada Nalla. "Lo pasti ada nomor Gibran kan? Simpan di HP gue." Perintah Alan.

Apa yang akan Alan lakukan pada nomor Gibran? tidak, kali ini Nalla tidak ingin ikut campur urusan Alan. Nalla mencoba menyerahkan semuanya pada Alan. Terserah Alan mau melakukan apapun pada Gibran, jika cowok gila itu mati di tangan Alan, Nalla akan lebih bersyukur.

Nalla mengambil ponsel Alan, dan segera memasukan nomor Gibran ke ponsel tersebut.

Setelah selesai, Nalla kembali menyerahkan benda itu ke Alan. "Udah." Ucap Nalla.

"Sekarang lo blokir nomor dia." Ucap Alan yang langsung di angguki oleh Nalla. Entahlah, sekarang Nalla mengikuti apa kata suaminya, bukannya itu lebih baik kan?

Nalla menyipitkan matanya saat sebuah pesan masuk. Dan ternyata itu dari salah satu sahabatnya, Ernon. Dengan cepat, Nalla langsung membacanya.

Ernon : gue liat lo masuk ruang osis.

Nalla : lo masih di sekolah?

Ernon : iya, gue piket sendirian. Yang lain malah kabur gak bertanggung jawab :)

Baiklah, Nalla merasa tersindir saat ini.

Ernon : NAL, ADA KABAR BURUK, INI LEBIH BURUK DARI YANG LO BAYANGIN SUMPAH DEH, BOLEH GAK SIH GUE JUJUR?

Nalla menghela napasnya. Ernon memang sangat lebay jika ada suatu masalah. Tapi, terlihat dari ketikkannya, seperti masalah serius.

"Chatting sama siapa?" Tanya Alan yang memandang Nalla sejak tadi.

"Ernon," jawab Nalla. Lalu ia kembali mengabaikan Alan dan melanjutkan chattingannya.

Nalla : APA!

Ernon : gue semalem liat Leona nyosor pipi Alan, emang ya tuh cewek gak punya harga diri banget, maen nyium pipi suami orang aja!

Nalla menahan kagetnya.

Ernon : gue semalem ambil buku gue yang ketinggalan di kelas, eh jumpa sama Leona yang lagi ngasih kue ke Alan, eh maen cium pipi Alan lagi, ew bgt ga sih!

Leona melakukan hal gila itu kepada suaminya? Tangan Nalla langsung terkepal kuat.

Baru saja Nalla ingin membalas chatnya, Ernon kembali menyepam Nalla dengan kalimat yang sama.

Ernon : NALLA, LAKUIN SESUATU! GUE BARUSAN LIAT LEONA JALAN KE ARAH RUANG OSIS, KAYAKNYA DIA MAU JUMPAIN ALAN LAGI DEH.

Nalla melototkan matanya, lalu mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan.

Ernon : LAKUIN SESUATU YANG BISA BUAT LEONA PATAH HATI, CEPET ANJIMMM!

Lihatlah, Nalla panik. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Lo kenapa sih?" Tanya Alan kesal.

Apa yang harus Nalla lakukan sekarang?

Ernon : NAL! DIA MAU MASUK KE RUANG OSIS, CEPET GEBLEK!

Nalla berdiri, lalu berjalan ke samping Alan. "Alan maaf ya, gue harus lakuin ini." Ucap Nalla dengan hati-hati.

Alan menaikan sebelah alisnya,
Bingung.

Nalla langsung duduk di pangkuan Alan, tanpa aba-aba, dirinya langsung melakukan aksi gilanya.

Ia menautkan bibirnya ke bibir Alan dan langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Alan, agar jarak mereka semakin dekat. Nalla tidak peduli apa yang Alan pikirkan tentang dirinya, yang penting dendamnya kepada Leona terbalaskan.

Alan sangat kaget melihat perlakuan Nalla yang secara tiba-tiba menciumnya. Alan tidak munafik, ia sudah mengaku kecanduan dengan bibir mungil itu. Kini Alan membalas ciuman itu, sangat lama mereka berada di posisi itu, hingga pintu terbuka.

Alan dan Nalla tidak mengetahui bahwa seseorang tengah melihat mereka bercumbu. Lihatlah, Alan dan Nalla bahkan telah berada di dunia mereka sendiri.

Leona, cewek yang sedang memegang knop pintu meneteskan airmatanya dan meremas kue kotak yang ada di tangannya dengan kuat.

Pemandangan di hadapannya adalah hal terburuk yang pernah ia lihat.

Leona menahan kagetnya kembali, saat melihat tangan Alan yang bergerak membuka kancing baju teratas milik Nalla.

Ia tidak percaya apa yang ia lihat sekarang.

Dengan cepat, Leona menutup pintu kembali. Berlari entah menuju kemana. Yang pasti ia harus meredakan hatinya yang terasa sangat sakit dan terbakar saat ini.

#typo bertebaran.
_____________

MAAFKAN AKU YANG HOBI GANTUNGIN CERITA 🤪

###

GIMANA NIH PERASAAN KALIAN ? UDAH PUAS BELUM LIHAT LEONA POTEK HATINYA ???

NEXT ?

VOTE & COMMENT.




Continue Reading

You'll Also Like

1M 86.6K 37
[Sequel Kayla] Bercerita tentang seorang Ketua Osis yang tidak suka dengan siapa pun yang selalu melanggar peraturan, tapi sialnya dia malah dikejar...
253K 9.8K 52
[SELESAI] Akan ku sejajarkan langkah ku dan langkahnya. Akan ku kejar dirinya hingga dapat. Dan akan ku cairkan hatinya yang sedingin kutub utara. ...
5.8M 479K 50
FOLLOW DULU ❗❗ BANYAK PART DI PRIVATE ...oOo... Zara Cyra Aprilaen dan Areon Aciel Ligarta, dua orang remaja yang harus terikat dalam ikatan pernikah...
1.9M 74.3K 40
COMPLETED Menjabat sebagai Ketua Osis di SMA Harapan Bangsa. Daffa dengan gantengnya, pinternya dan sikap dinginnya adalah idaman bagi hampir semua s...