NALLAN

By adanysalsha

20.5M 1.9M 1M

"Tinggal di rumah Alan adalah kesialan se-umur hidup." -Nalla Azzura. //Jangan lupa follow sebelum baca yaπŸ™†... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
47
48
49
52
53
54
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
INFO GRUP CHAT
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88.
INFO PENTING!

46

187K 18.8K 5.4K
By adanysalsha

I'm forced to be rude. even though I don't want to be like that.

____________


Sialnya, karena aksi perkelahiannya tadi bersama Riko, Alisa harus di hukum. Yang lebih memuakkan lagi, ia di hukum bersama Riko untuk membersihkan ruang tata usaha.

Alisa benar-benar sangat kesal, apalagi Riko sedari tadi terus berbeo tanpa henti. "Lo bisa diam gak?" Cetus Alisa sambil mengangkat sapu yang ada di tangannya ke arah Riko.

Untung saja Di ruangan ini sangat sepi. Para karyawan tata usaha sedang berada di ruangan lain.

"Ini salah lo, ngapain pake acara nampar gue segala. Sakit ni, tanggung jawab lo!"

Alisa memutarkan bola mata dengan malas, ingin sekali ia memukul Riko menggunakan kemoceng di tangannya. Namun, niat buruk ia urungkan karena di ruangan ini terdapat CCTV yang memantau mereka.

"Awalnya gue gak niat buat nampar lo, tapi lo bilang sahabat gue dengan kata-kata busuk lo, lo pikir gue terima?" Ucap Alisa tak mau kalah.

Riko meletakan sapu ke sudut ruangan dan kembali mendekati Alisa yang sedang menatap kesal ke arahnya. "Maaf, gue keceplosan. Lagian tuh cewek selalu buat ulah, gue jadi kasian sama Alan." Riko mengatup mulutnya. Lalu sedikit meringis memandang Alisa.

Alisa yang melihat gelagat berbeda Riko langsung melipat kedua tangannya di depan dada. "Gue udah tau kali mereka udah nikah." Ucap Alisa dengan gelagatnya. "Gue juga dateng di acara mereka." Sambung Alisa lagi.

Riko berdecak. "Yaelah, gue temen deketnya Alan, malah gak di undang."

Alisa tertawa hambar.

Detik berikutnya ia kembali berwajah galak ketika menatap Riko. "Gue mau nanya sama lo, apa yang terjadi tadi sama Nalla dan Alan?"

Riko menghela napas, lalu ia duduk di sofa yang ada di ruangan itu. "Panjang ceritanya." Ucap Riko dengan alis menaik sebelah. "Kalo lo mau denger, duduk sini." Ucap Riko lagi sambil menepuk-nepuk sofa yang tepat ada di samping Riko.

Alisa langsung menyunggingkan bibirnya. "Idih, ogah banget gue duduk disamping lo, mending juga gue tetep berdiri. Udah gih, cepet ceritain!" Omel Alisa lagi.

Riko berdecak kembali, lalu mengangguk. "Awalnya Alan datang dan narik gue untuk ikut dia, gak tau kemana, eh taunya ke Apartemen. Rupanya disana Nalla gak ada. Ya Alan lacak GPS HP nya yang kesambung sama HP Nalla, akhirnya kami nemu dia di rumah Gibran." Mendengar itu Alisa melotot.

"Rumah Gibran?"

Riko mengangguk.

"Gak gak gak, gak mungkin." Alisa tak percaya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dengerin gue dulu!" Kali ini Riko mengomel kesal.

Alisa kembali diam dan menyimak Riko.

"Kami liat dia pelukan sama Gibran, terus Alan datangin Nalla dan marah-marah, gue gak tau Alan bicara apa sama tuh cewek, soalnya gue di dalem mobil."

"Terus?" Tanya Alisa yang mulai panik.

"Kayaknya Alan bawa Nalla ke apartemen, dan lo tau? Kayaknya mereka bertengkar hebat, lo tau sendiri kan Alan itu orangnya pendiem, tapi sekali marah-"

Riko memberhentikan ucapannya. Ia melihat Alisa yang tengah sibuk mengeluarkan ponsel di sakunya dan mencoba mengetik sesuatu disana.

"Lo ngechat siapa?"

"Nyokap Alan, untung aja gue punya nomornya." Ujar Alisa yang wajahnya sangat panik. Ia tak ingin terjadi apapun pada Nalla. Satu-satunya cara adalah mengadukan hal itu pada mertua Nalla.

______________




Nalla memejamkan matanya sekuat mungkin, napasnya naik turun, serta keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya. Ia begitu sangat ketakutan sangat tangan Alan dengan kasarnya menarik kerah Nalla dan membuka kancing teratas bajunya.

Mulut Nalla terus mengeluarkan kata permohonan maaf. Namun nihil, jika Alan sudah semarah ini, sifat tidak pedulinya bisa saja bertahan lama.

"Alan, gue minta maaf." Ucap Nalla yang mencoba meraih tangan Alan agar terlepas dari bajunya saat ini.

Alan menepis kuat tangan Nalla. lalu cewek itu pasrah ketika Alan mencoba manarik paksa tangan Nalla menuju ranjang.

"INI ADALAH SATU-SATUNYA CARA AGAR LO TAU STATUS LO YANG SEBENARNYA."

Alan mendorong kuat bahu Nalla ke atas ranjang, lalu cowok itu membuka kancing seragam sekolahnya satu-persatu.

Nalla menggeleng kuat, ia sudah sangat malu dengan tubuh atasnya yang sudah terbuka setengah, apalagi di ditambah dengan Alan yang akan membuka bajunya, Nalla benar-benar sudah sangat malu.

"Awsh, sakit Lan." Alan menarik paksa tangan Nalla mendekat ke arahnya. Tangan kiri Alan berusaha memegang bahu Nalla dengan kuat, tangan kanan Alan bergerak membuka kancing baju Nalla yang belum ia selesaikan.

Nalla sudah sangat gemetar, air matanya tak henti-henti turun.

Dan hal yang sangat memalukan untuk pertama kalinya bagi hidup Nalla adalah Alan berhasil membuka seluruh kancing baju Nalla hingga memperlihatkan hal yang sangat membuat harga diri Nalla hancur seketika.

Setelah itu, giliran Alan membuka seragam sekolahnya.

Hingga tiba-tiba alunan nada dering dari ponsel Alan berbunyi. Membuat Nalla terdiam seketika.

Alan memejamkan matanya sebentar, lalu membuka matanya kesal. Siapa yang sudah berani mengganggunya?

Tangan Alan bergerak mengambil ponsel yang masih berada di saku celana abu sekolahnya dan juga masih ia kenakan saat ini.

"Halo." Ucap Alan lebih dulu tanpa melihat siapa penelpon tersebut.

"Buka pintunya sekarang, Mama ada di depan Apartemen kamu."

Alan memejamkan matanya dengan kesal.

'Shit! ' Batinnya.


_____________


"Ma, tenangin diri dulu. Mereka sudah menikah, gak sepantasnya kita ikut campur begini." Ucap Ardi yang sedari tadi membujuk istrinya agar pulang. Namun, Misha tetaplah Misha. Ia tidak ingin masalah apapun yang terjadi pada Nalla. Ia begitu menyayangi Nalla melebihi Alan.

"Pantas dong Pa kita ikut campur, mereka kan masih sekolah, lagian Nalla juga harus banyak belajar dari Mama, apapun itu." Bantah Misha sambil terus memencet bel Apartemen Alan berulang kali.

Sang suami hanya bisa menghembuskan napasnya, "yaudah kalo itu mau Mama, Papa ikuti." Jawab Ardi mengalah.

Misha tersenyum. "Gitu dong Pa, dari tadi. Kamu juga harus banyak nasihatin Alan biar dia gak keras kepala kayak kamu dulu."

Ardi terdiam.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Di hadapan Misha dan Ardi, Alan berdiri dengan wajah menahan kekesalannya. Tangannya masih setia mengancingi satu persatu baju seragam sekolah yang ia kenakan.

"Kamu abis ngapain?" Tanya sang Mama curiga.

Ardi kembali menghela napas dan membawa Misha masuk ke dalam Apartemen.

Alan tak menjawab, ia mengikuti kedua orang tuanya duduk di sofa ruang tengah.

Mata Misha menatap ke lantai atas. "Mana Nalla?" Tanya Misha tegas.

Alan tak menjawab, namun entah mengapa ia menggertakan rahangnya.

Misha mengerutkan dahi. "Kalian kenapa sih? Ada masalah apa? Mana Nalla?"

Alan tetap bungkam.

Ardi berdeham, menyegarkan suasana. "Alan, panggil Nalla kesini, nak." Ucap Ardi lembut.

Detik berikutnya, Alan menuruti perkataan sang Papa. Ia berdiri dengan langkah berat, lalu berjalan menaiki tangga.

Sesampai di kamar. Ia bisa melihat Nalla yang masih menangis tanpa suara sambil memeluk guling dengan erat.

Alan meraih baju Nalla yang ada di lantai, lalu melemparkan ke arah Nalla. "Pakai, udah tu lo turun, nyokap gue nyari lo." Ucap Alan dengan suara dinginnya.

Nalla berhenti menangis, lalu dengan cepat ia memasang bajunya kembali dan mengelap air matanya.

"Terserah lo, mau ngadu apapun. Gue gak peduli." Ucap Alan yang kini akan keluar kamar.

Namun, saat Nalla turun dari ranjang, suara Alan kembali ia dengar.

"Ingat, urusan kita yang tadi belum selesai, jangan sampai nanti malam lo nginap di rumah temen lo."

Nalla tercekat mendengarnya.

Mimpi buruknya akan segera terjadi.


______________


Alan mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya. Lalu ia melewati kedua orang tua yang kini sedang menatap ke arahnya.

"Kemana kamu?" Tanya Misha dengan nada tinggi.

Alan berhenti melangkah, lalu berbalik menatap sang Mama. "Ke sekolah, ada rapat penting." Jawab Alan datar.

Misha hanya menghembuskan napasnya. Lalu Ardi langsung memegang bahu Misha pelan dan mengelusnya, ia tahu istrinya sedang kesal terhadap sikap anaknya.

"Kamu pergi gitu aja? Selesaikan ini dulu Alan!" Teriak Misha dengan emosi.

Tak lama kemudian, Nalla menuruni anak tangga satu persatu. Membuat pandangan Misha dan Ardi beralih menatap Nalla yang begitu sangat pucat dan pakaiannya yang sangat kusut.

Alan belum beranjak dari tempatnya, ia menatap Nalla sebentar dan kemudian beralih menatap jam di tangan kirinya. "Aku ke sekolah dulu, Pa, Ma." Pamit Alan yang kemudian keluar dari pintu Apartemen.

Misha menahan amarahnya. "Anak itu!" Geramnya.

Sementara Ardi kembali menenangkan istrinya.

Nalla mendekat ke arah keduanya. Lalu dengan tiba-tiba Nalla langsung memeluk erat Misha sambil menangis sejadi-jadinya.

"Bunda, hiks, hiks, bun-daa..." Ucap Nalla sambil terisak-isak di dalam pelukan Misha.

"Iya, sayang. Tenang, tenangin diri kamu dulu, oke?" Ucap Misha sambil mengelus-elus punggung Nalla dengan sangat lembut.

"Nalla, udah jangan nangis, tenang." Ujar Ardi juga menenangkan.

Tak lama Nalla berada di pelukan Misha, Nalla melepaskannya perlahan, dan juga tangisannya mulai mereda.

"Kamu duduk disini, depan Bunda, ayo." Ucap Misha membantu Nalla pindah tempat duduk.

Setelah Nalla mengelap airmatanya. Ia lalu menatap Misha dan Ardi yang juga sedang menatapnya dengan khawatir.

"Udah tenang?" Tanya Misha.

Nalla mengangguk pelan.

Misha tersenyum, "ayo, sayang. Cerita semua ke Bunda. Kalian ada masalah?"

Nalla menunduk, lalu mengangguk kuat sambil ingin menangis kembali. Namun, ia mencoba menahan air matanya agar tidak keluar.

Misha menjadi tidak tega melihat Nalla seperti ini. Lalu ia mencoba berpikir, apa yang harus ia lakukan.

Beberapa detik kemudian, Misha meraih tangan Nalla dan mengelusnya dengan lembut. Ia bisa melihat dari mata Nalla, menantunya ini terlihat sangat lemah sekarang.

"Nalla, dengerin Bunda ya."

Nalla mengangguk.

"Kamu udah jadi istri Alan. Bunda tahu, apa yang kamu rasakan sekarang. Apalagi kamu masih kelas 11 SMA. Sekecil apapun masalah yang Nalla punya, Nalla cerita ke suami. Jangan pernah Nalla tutupin, sedalam apa Nalla tutupin masalah itu, pasti Alan akan tahu pada akhirnya. Bunda hanya menebak, apa betul kamu punya masalah yang gak di ketahui sama Alan?"

Nalla menahan airmatanya lagi, lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Nah, itu dia titik masalah kalian berdua berantem. Bunda tahu betul sifat Alan gimana, dia gak akan marah sama Nalla kalau Nalla gak mulai."

Misha berpindah duduk ke samping Nalla, lalu kembali memeluk Nalla dengan erat. "Bunda mau, hari ini juga kalian selesaikan masalahnya. Nalla harus cerita semua sama Alan, jadi diantara kalian gak ada kesalahpahaman apapun." Ujar Misha lagi sambil melepaskan pelukannya pada Nalla.

Lalu Misha kembali menatap Nalla. "Bunda gak mau tau, hari ini masalah kamu dengan Alan harus selesai." Ucap Misha sambil mengelap air mata Nalla yang masih tersisa.

Nalla kembali mengangguk.

Misha tersenyum. "Bentar ya, Bunda telepon Alan dulu." Ucap Misha yang kini meraih tasnya dan mengambil ponsel.

"Apa Alan ada mukul kamu?" Tanya Ardi yang sedari tadi hanya diam.

Nalla menggeleng.

"Kalo Alan berani mukul kamu, lapor ke Ayah ya, jangan takut." Ucap Ardi tegas.

Nalla mengangguk.

"Assalamualaikum." Ucap Misha yang kini teleponnya tersambung dengan Alan.

"Waalaikumsallam, kenapa lagi Ma?"

Misha berdecak. "Kamu ini! Sekarang kamu dimana?" Tanya Misha dengan nada kesal.

"Sekolah, rapat."

"Mama gak mau tau, pulang sekolah nanti kamu harus selesaikan semua masalah kamu sama Nalla, besok pagi Mama kesini lagi untuk memastikan." Ancam Misha.

"Iya."

"Kamu jangan iya-iya aja!" Cetus Misha.

"Dia masih nangis?"

Misha menghela napas. "Kamu kan yang buat dia nangis, besok-besok kalau sampai dia nangis kayak gini lagi, mobil kamu Mama sita!"

"Iya."

Ardi lalu meminta ponsel pada Misha. Sepertinya ada yang ingin Ardi sampaikan pada anak tunggalnya.

"Alan, meeting hari ini Papa batalin, ganti besok aja. Kamu harus selesaikan semua masalahmu sama Nalla. Ingat, Papa gak suka kamu kasarin Nalla, jangan pernah pukul Nalla." Ucap Ardi memberi nasihat.

"Iya."

Misha kembali mengambil ponselnya dari tangan sang Suami.

"Yaudah, cuma itu yang mau Mama-"

"Mama mau punya cucu gak?" Potong Alan yang suaranya dapat di dengar oleh tiga orang yang saat ini sama-sama kaget mendengarnya.

Apalagi Nalla. lihatlah, wajahnya bahkan sudah memerah seperti kepiting rebus.


____________

Typo bertebaran.

Orang tua mana sih yang gak mau punya cucu, ya gak? 🤣

Jawab ini ⬇️

PART INI GIMANA?

AYO KELUARIN SEMUA ISI HATI KALIAN.


*"**"*"**"***"*

NEXT ? VOTE & COMMENT ‼️










Continue Reading

You'll Also Like

356K 19.5K 58
"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran be...
3.5M 209K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
15.5M 1.4M 55
#1 in roman Agustus 2021 #1 in pregnant juli 2021 #1 in toxicfamily Juli 2021 #1 in tanggungjawab Agustus 2021 #1 in mba Agustus 2021 #1 in chicklit...
57.9K 7.6K 64
Amazing cover by @iiwpaw [Sudah Lengkap] Warning!! [R15+] cerita mengandung kata-kata kasar, adegan kekerasan, dan perilaku/tingkah yang tidak pantas...