NALLAN

By adanysalsha

20.4M 1.9M 1M

"Tinggal di rumah Alan adalah kesialan se-umur hidup." -Nalla Azzura. //Jangan lupa follow sebelum baca yaπŸ™†... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
52
53
54
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
INFO GRUP CHAT
71
72
73
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88.
INFO PENTING!

74

172K 22.4K 17.8K
By adanysalsha

GENTA



~~~~~HAPPY READING~~~~~

NEMU TYPO? MANUSIAWI


Vote!

_____________________


Hari ini adalah hari sabtu.

Diperjalanan pulang dari rumah orang tuanya tadi, Alan sempat mengatakan di mobil bahwa ia melarang Nalla pulang hari ini dan digantikan hari besok.

Besok kemungkinan Alan tidak sibuk dikarenakan hari minggu. Ia juga bisa mengantarkan Nalla ke Bandung sekaligus menemui mertuanya disana.

Oke, Nalla masih punya waktu hari ini untuk menemui teman-temannya. Berpamitan dan membatalkan rencana liburan. Ya, mereka padahal ingin membuat rencana liburan beberapa minggu ini sebab kelas 12 akan melangsungkan ujian mereka. Namun, takdir berkata lain, ia berusaha tegar.

Di apartemen, Alan dan Nalla tidak ada yang saling bicara. Tempat tinggal mereka mendadak sunyi, hanya ada suara air mengalir dari dalam aquarium serta jarum jam yang berdetak setiap detik, padahal ini masih siang.

Sejak kejadian di rumah mertuanya, Nalla enggan berbicara pada Alan. Meskipun mulutnya ingin banyak mengeluarkan semua keluhannya dan mengadu pada Alan, ia mencoba menahannya.

Sama halnya dengan Alan, cowok itu masih marah pada Nalla. Ia kesal karena Nalla sudah menyetujui ucapan Papanya.

Sesampai di kamar, Nalla langsung merebahkan tubuhnya di ranjang sambil bermain ponsel. Ah, dunia serasa miliknya jika sudah begini!

Tak lama kemudian, Alan masuk ke dalam kamar sambil membawa laptopnya dan beberapa buku. Lalu ia memilih membuka laptopnya di meja belajar.

Nalla yang melihatnya langsung menghela napas kesal. Ia yakin Alan akan fokus belajar mulai hari ini.

Bodo amat, Nalla menjadi kesal melihatnya. Lalu ia segera membuka aplikasi LINE berniat ingin menanyakan ketiga temannya, namun tiba-tiba sebuah pesan masuk.

Dinda : Nal, ke Cafe Ara sini, Gibran bilang mau ngomong sama lo.

Seketika Nalla teringat, kemarin ia menampar Gibran. Namun, ia juga teringat Gibran mengatakan hal yang membuatnya sakit hati.

Ngomong aja si, jgn pake Cafe-cafean. So bgt mau ngmong srius.

Jawab Nalla pada chatnya dengan Dinda. Ya, sekarang entah kenapa ia menjadi emosi mengingat nama Gibran.

Dinda : Nal, sini deh. Ni ank ngelunjak kalo lo ga dateng, otaknya rada dewasa ni, malah gw berdua doang ama dia!

Nalla melototkan matanya, jangan sampai Gibran menganggu sahabatnya hanya karena dirinya.

Otw!

Setelah membalas pesan itu, buru-buru Nalla segera siap-siap. Mengambil cardigan, memakai makeup tipis, serta membawa slingbag tosca miliknya.

Alan sempat menghentikan sebentar kegiatannya, lalu ujung ekor matanya menatap Nalla diam-diam.

Namun, Alan enggan untuk bertanya.

Nalla keluar kamar tanpa pamit kepada Alan. Ya, mereka berdua seperti anak kecil yang saling menyalahkan.

Alan kembali fokus pada aktivitasnya, namun dalam pikirannya ia mendadak gelisah.

________________

Nalla pergi menggunakan Gocar. Setelah sampai ditempat tujuan, ia segera berjalan masuk kedalam Cafe tersebut. Benar saja, Cafe itu tampak sepi, padahal ini masih siang hari. Hanya ada beberapa pengunjung didalam sana.

Matanya fokus menatap kepenjuru arah. Tepat  disudut ruangan, ia melihat Dinda dan Gibran sedang berdebat, buru-buru Nalla mendekati dua orang itu.

"Kalian kenapa sih? Gak malu ntar kalo sampe ada yang liat, ini tu tempat umum, udah deh jangan kayak anak kecil." Tuding Nalla sambil duduk diantara keduanya.

"Dia yang salah..." Tunjuk Dinda pada wajah Gibran yang kini menatap cewek itu kesal. "Masa gue mau pesen makanan dia ngelarang gue, terus bilangnya abis kalian selesai bicara baru gue boleh pesen, emang dia nih egois banget deh sumpah!" Ucap Dinda sambil bergidik kesal.

"Udah bacotnya tuan putri? Keluar dulu sebentar ya, duduk disono tuh." Tunjuk Gibran pada kursi yang ada diluar Cafe, membuat mata Dinda melotot.

"Bentaran doang. Ada hal penting yang harus gue omongin sama Nalla." Ujar lagi Gibran dengan nada lembutnya.

Dinda berdecak kesal, lalu ia segera keluar Cafe sambil menghentakan kakinya seperti anak kecil.

Nalla ikut berdecak sambil menatap Gibran malas. "Jangan kasar-kasar sama Dinda, bisa?" Tekan Nalla.

"Gue gak pernah kasar sama dia. Tenang, entar juga dia balik lagi kek biasa. Tuh anak emang kayak anak kecil."

"Gib, udah ya. Sebenarnya lo nyuruh gue kesini untuk apa?" Tanya Nalla kesal.

Gibran meletakan kedua tangannya diatas meja, kini pandangannya lurus menatap Nalla. "Maaf udah buat lo emosi kemarin, gue gak mau musuhan lagi sama lo, Nal." Ucap Gibran.

Nalla terdiam beberapa saat. Lalu ia menghela napasnya. "Iya gue maafin, gue juga minta maaf soal nampar lo kemarin, gue gak sengaja."

"Santai aja, gak seberapa tamparan lo, sakit juga enggak."

"Oh, mau gue tampar lagi?"

"Ya gak lah, gila aja sih. KDRT itu namanya."

Nalla mencebikan bibirnya, "Sejak kapan gue nikah sama lo? Mimpi kali."

"Nanti juga kejadian, tunggu aja."

Sontak Nalla berdiri dengan wajah penuh emosi. "Udah lah Gib, gue gak suka bercandaan lo."

"Nal, gue gak bermaksud." Gibran ikut berdiri lalu memegang tangan Nalla yang hendak pergi. "Duduk dulu bentar ya, mau pesan apa? Gue traktir deh." Ucap Gibran.

Sementara Dinda, ia bisa melihat Gibran dan Nalla di dalam sana asik bercengkrama seperti sepasang kekasih membuat Dinda jengah melihatnya. Padahal ia ingin segera meninggalkan tempat ini, namun Gibran adalah ojeknya khusus hari ini. Mana mau Dinda membuang uangnya untuk memesan gojek lain. Kalau ada yang gratis, kenapa harus bayar? Ya gak?

Baru saja Dinda membalikan tubuhnya menghadap ke jalanan raya, matanya melebar ketika melihat seorang cowok yang memakai hoodie hitam, rambut acak-acakan, serta baru turun dari motornya kini berjalan menuju ke Cafe.

Kaki Dinda mendadak gemetar.

"Ini, ini bukan mimpikan? Ra-rava?"

Dinda segera berdiri, berniat akan menegur Rava ketika cowok itu melewatinya.

"Ganteng banget jodoh orang." Ucap Dinda yang kini mempersiapkan dirinya untuk menegur Rava yang sebentar lagi akan melewati dirinya.

1...

2...

3...

"Hai, Rava."

"..."

Rava melewati dirinya.

Cewek secantik ini dianggurin? fix, Rava katarak!

Dinda meringis sedih, lalu detik berikutnya ia segera menghadang pintu agar Rava tidak masuk kedalam Cafe tersebut.

"Va, va. Bentar. G-gue mau ngomong sama lo." Ucap Dinda berusaha percaya diri.

Rava menatapnya datar, lalu segera mengecek jam di tangan kirinya. "Apa?" Tanya Rava dengan wajah cueknya.

"Anu, itu hm...gue..." Gawat, Dinda mendadak lupa dengan kata yang ingin ia ucapkan.

Rava menaikan sebelah alisnya.

"Gini, gue hm anu, itu...hm..."

Rava memejamkan matanya sebentar, lalu menatap Dinda kesal. "Minggir!" Perintahnya kepada Dinda yang kini menghadangnya pada pintu Cafe.

Dinda tidak bergerak, ia malah salah fokus dengan wajah Rava yang semakin hari semakin membuatnya...terpesona.

"Ayo ngedate nanti malam." Ucap Dinda lantang, akhirnya perkataan itu keluar dari mulutnya.

Rava mengerutkan dahinya.

"Gue suka sama lo."

Rava menahan kagetnya.

"Plis, kalo nanti malam lo gak ada rasa apa-apa ke gue, lo bisa tolak. Intinya nanti malam kita harus ngedate...ya..." Ucap Dinda dengan serius, kali ini ia menatap Rava sesekali. Ia takut Rava akan menolaknya.

Rava kembali berwajah datar. "Gak bisa."

Tuh kan!

"Kenapa gak bisa? Kan gue udah bilang, kita ngedete aja dulu. Kalo lo emang gak suka sama gue, mulai besok gue bakal jauhin lo kok, janji!"

Rava terlihat bingung ingin mengatakan apa. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan cepat, Rava segera mengangkatnya.

"Halo.."

"....."

"Iya, Aku pulang."

"....."

"Iya."

"....."

"Tunggu aku, Ma. Jangan jalan sendiri, nanti jatuh."

Dinda mencoba menajamkan pendengarannya. Ada apa dengan Mama Rava?

"Iya, aku otw."

Rava lalu mematikan ponselnya. Kemudian, ia pergi meninggalkan Dinda yang kini mengatupkan mulutnya.

Sakit memang di tinggal tanpa kejelasan.

Dinda meneteskan airmatanya.

Tanpa disangkah, Rava yang baru beberapa melangkah langsung berbalik, menatap Dinda.

"Nanti malem gue hubungi." Ucap Rava yang setelah itu kembali berbalik, melanjutkan langkahnya yang terhenti tadi.

Bunga-bunga setika bermekaran. Begitupun dengan hati Dinda saat ini. Pipi cewek itu merona.

"AKHIRNYA, OKE MULAI SEKARANG GUE BAKAL BANYAK BELAJAR GIMANA CARANYA JADI ISTRI YANG BAIK UNTUK ANAK-ANAK KITA KELAK..." Teriak Dinda kepada Rava. Entah cowok itu mendengarnya atau tidak, yang pasti mood Dinda kembali membaik saat ini.

Setelah dilihat Rava sudah pergi jauh dengan motornya. Dinda mendadak senyum-senyum sendiri. Lalu membayangkan baju apa yang akan ia kenakan nanti malam.

Lalu ia segera berbalik dan menahan kagetnya.

"Bisa gak sih kalian jangan bikin gue spot jantung!" Gertak Dinda kesal. Bagaimana tidak, Nalla dan Gibran kini baru saja datang dan berdiri dibelakangnya dengan wajah malas mereka.

"Udah halunya? Pulang ya." Ucap Nalla sambil menarik tangan Dinda menuju parkiran.

Di susul dengan Gibran dibelakang mereka.

"Kerasukan lo Din? Cita-cita lo mau jadi Istri siapa emang? Gue denger tadi didalem lo teriak-teriak gak jelas." Ucap Gibran.

"Dih, kepo lo. Yang pasti bukan jadi Istri lo, enak aja!" Cercah Dinda.

Gibran bergidik ngeri. "Amit-amit dah gue punya Istri kek modelan elo, yang ada anak gue depresi liat emaknya gak jelas."

Dinda mendekati Gibran dan segera menyikut perut cowok itu.

Gibran meringis. "Sakit bego!"

"Lo pikir gue takut sama lo? Udah bohongin gue, katanya mau kasih gue makan, dan lo malah traktir Nalla, benarkan Nal?" Tanya Dinda memastikan.

Nalla menahan tawanya.

"Tuh kan! Bangsat lo Gib."


_______________


"Besok pagi gue pulang ke Bandung."

"HAH!" kompak ketiga sahabat Nalla yang kini saling berhadapan. Siapa lagi jika bukan Alisa, Dinda dan Ernon.

Ya, mereka baru saja berkumpul beberapa menit yang lalu selesai Dinda dan Nalla balik dari cafe tadi. Sementara Gibran, cowok itu didesak oleh Dinda agar tak menetap dirumah Alisa. Akhirnya, Gibran pulang walaupun ia tidak ingin melepaskan pandangannya dari Nalla.

"Ada masalah, Nal? Cerita ayo."

Nalla menggeleng, "gue cuma kangen aja sama Mama gue, soalnya Mama gue juga baru sembuh. Lagian gue disana gak lama kok. Selesai liburan, gue kesini lagi." Ucap Nalla sambil tersenyum, mencoba menyembunyikan lukanya.

Dapat Alisa lihat, wajah Nalla tidak baik-baik saja.

"Jadi rencana liburan kita? Batal dong, yahh..." Keluh Dinda sambil berwajah lesu.

"Yaudah Nal, gapapa. Untung lo ke Bandung, soalnya list drakor gue masih numpuk." Ujar Ernon yang kemudian tertawa.

Dinda memutarkan bola matanya malas. "Nonton sono lo, sampe bengkak tuh mata!"

"Yey, kok lu yang sewot sih." Jawab Ernon tak mau kalah.

"Yakin cuma kangen nyokap?" Tanya Alisa tiba-tiba.

Membuat Dinda dan Ernon berhenti berdebat dan langsung kembali menatap Nalla.

Nalla mengangguk antusias.

"Yaudah, gue titip salam sama nyokap lo, semoga dia sehat selalu." Ucap Alisa.

"Gue juga ya titip salam Nal, sama Mama lo." Ikut Dinda.

"Gue juga, Nal. Bilangin, lo punya sahabat yang cantiknya mirip Irene red velvet, Ernon namanya." Tambah Ernon sambil tercengir kuda.

Membuat Alisa dan Dinda langsung menatapnya malas.

_____________


Nalla baru saja sampai di Apartemen pukul 19.00 WIB. Cukup lama memang karena Ia bersama tiga temannya melakukan aktivitas menyenangkan dirumah Alisa, seperti masak, nonton dan makan bersama. Nalla merasa senang, kegiatannya seperti ini bersama sahabatnya lumayan langkah.

Bisa jadi, kegiatan mereka tadi adalah hari terakhir Nalla berjumpa dengan sahabatnya.

Oke, semoga tidak.

Baru saja ia menjejakan kakinya dilantai utama. Suara percakapan cowok menggema diruangan tengah. Nalla segera menutup pintu kembali dan kini melihat siapa yang ada didalam.

Ternyata, Alan dan seorang cowok sedang asik mengobrol. Ralat, mereka tengah mengerjakan sesuatu di laptop.

Bodo amat, Nalla segera berjalan melewati mereka dan melangkah menuju tangga.

"Jam berapa ini?" Tanya Alan tiba-tiba, membuat langkah Nalla terhenti, lalu pelahan ia membalikan tubuhnya menghadap ke Alan.

"Abis dari rumah Alisa." Jawab Nalla cepat, ia malas saat ini untuk berdebat.

Cowok yang ada dihadapan Alan langsung ikut menatap cewek itu, lalu ia tersenyum. "Jadi ini Istri lo, Lan? Cantik."

Nalla menggeram. Alan memberitahu cowok ini tentang statusnya sebagai Istri?

"Makasih." Jawab Nalla datar.

"Masuk kamar." Perintah Alan.

Nalla menghela napasnya. Tanpa menjawab, ia segera pergi menuju kamarnya.

Sesampai dikamar, Nalla kembali mengerutkan dahinya. Kayak kenal dengan cowok tadi. Perasaannya ia pernah jumpa, tapi dimana? Nalla kini segera duduk dan bersandar diatas ranjang lalu buru-buru membuka ponselnya, menchatting Alisa.

Saaa, ada temen Alan dateng kesini. Terus mukanya kayak gak asing gitu...

Belum ada semenit, balasan pesan masuk dari Alisa.

Alisa : foto cpt.

Nalla langsung turun dari ranjang, dan berjalan keluar kamar. Mengendap-endap seperti pencuri. Menuruni tangga, lalu mengintip sedikit demi sedikit. Dan...

Berhasil.

untung saja kamera ponselnya tidak berbunyi. Dengan cepat Nalla kembali ke kamarnya, lalu segera mengirim foto tersebut ke Alisa.

Oke, Alisa adalah makhluk yang anti membalas lama pesan orang.

Alisa : ituuuu Genta!

Nalla melototkan matanya. Ya, seketika Nalla ingat. Cowok itu adalah Genta. Dimana saat masa SMP nya mendadak berubah gelap semenjak Genta hadir. Kakak kelas yang selalu saja terus mendesak agar Nalla menjadi pacarnya.

Ya, sejak itu pula Nalla ingin melupakan masa-masa SMPnya. Masa terburuk yang pernah ia lalui.

Ia benar-benar tidak suka pada Genta.

Tring!

Alisa kembali mengirim pesan.

Alisa : Dia semester satu kemarin  baru pindah ke SMA kita, otaknya gak main-main kalo soal belajar, dia juga pintar di semua bidang. Itu sih yang gue denger dari temen-temen di sekolah.

Nalla mencebikan bibirnya. Pintar? Jelas saja cowok itu masih kalah jauh sama Alan.

Knp ga ngasih tau ke gue kalo tuh cowok pindah ke SMA kitaa!

Nalla mendadak emosi. Bisa-bisanya Alan berteman dengan cowok itu. Jika nyali Nalla tinggi, ia bisa langsung menendang cowok itu keluar dari Apartemen ini.

Alisa : ya masa gw kasih tau, lo nya ntar yg badmood.

Benar kata Alisa. Melihat cowok itu berada disini, membuat Nalla kehilangan moodnya.

Nalla melototkan matanya, ia baru saja memoto cowok itu lewat ponselnya. Buru-buru Nalla membuka galeri dan segera menghapus foto tersebut. Ia benar-benar tak sudi melihatnya.

Ia kembali berpikir, jadi cowok itu bersekolah di sekolahnya? Sejak semester satu kemarin ia tidak pernah melihat wajah cowok itu. Mungkin saja mereka sempat berpapasan, namun Nalla tidak mengenalnya.

Nalla kembali tersenyum miring. Bagus dong, ia tidak mengenalnya. Dengan begitu ia berhasil untuk melupakan wajah Genta.

Namun, ia sempat penasaran. Apa alasan Genta datang kesini? Dan mengapa Alan terlihat akrab dengan cowok itu.

Nalla kembali berjalan menuju lantai bawah. Ia akan menguping apa yang mereka bicarakan.

"Walaupun nilai lo dan gue punya jarak, entah itu gue yang dibawah atau lo, kita bakal tetap dapat beasiswa itu, dan soal mengurus perusahaan, kita juga udah ditetapkan untuk mengurusnya berdua. Pak Rio salah pasti ngasih infonya ke elo." Ujar Genta.

Genta mengarahkan laptopnya kehadapan Alan. "Lo harus lihat ini, disini bakal banyak pesaing, kita harus lebih konsisten dalam belajar karena____"

"Alan..." Sontak Alan dan Genta langsung melihat kearah sumber suara.

Baiklah, Nalla akan memulai aksinya.

Nalla mendekat kearah Alan, lalu dengan berani Nalla duduk diatas paha Alan sambil mengalungkan kedua tangannya di leher cowok itu. "Ayo, bobo..." Ajak Nalla dengan suara manjanya.

Membuat Genta menahan kagetnya. Sementara Alan malah bingung kenapa Nalla tiba-tiba seperti ini.

Alan mengecek jam di laptopnya, lalu kembali menatap Nalla. "Baru jam segini, ngapain tidur?" Tanya Alan.

"Ayo, Alan. Aku ngantuk banget." Ujar lagi Nalla dengan suara masih seperti anak kecil.

"Dih, manja banget dek." Ucap Genta tiba-tiba.

Nalla hanya membalas dengan memutarkan bola matanya. Ia sengaja melakukan ini didepan Genta agar cowok itu pulang sekarang.

"Nanti ya, bentar lagi. Gue harus ngerjain dokumen ini dulu." Jawab Alan.

Nalla menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Gak mau, Alan. Besok kan bisa ngerjainnya, ayo temenin bobo..."

Wajah Genta tampak berbeda, "Jadi gimana? Ini data harus cepet siap Lan, kalo untuk besok____"

"Idih, besok kan minggu. Bisalah itu selesainya besok, gak usah alesan." Potong Nalla sambil mencebikan bibirnya.

Alan menatap bingung kepada dua orang ini. Sepertinya Nalla dan Genta saling kenal, dari gaya bicara mereka saja sudah ketebak.

"Alan, masa kamu lebih sayang sama tugas dari pada istri kamu!" Ucap Nalla sambil menatap sedikit kearah Genta, mencoba menyindir cowok itu.

"Dek, kami ngerjain ini untuk masa depan, kalo kamu ganggu kayak gini, sama aja kamu ganggu masa depan suami kamu." Ceramah Genta.

Nalla mengepalkan tangannya. "Adek, adek. Emang gue adek lo. Oh iya, gue ini juga masa depan Alan, lo tau apa tentang masa depan suami gue!" Jawab Nalla tegas penuh emosi.

Genta terdiam.

Alan memejamkan matanya, Nalla sangat cerewet.

Lalu Alan kini menatap Genta, memberi kode agar cowok itu tidak menjawab lagi ucapan Nalla barusan.

Setelah itu, Alan kembali menatap kearah Nalla. "Turun dulu, gue mau susun berkas." Perintah Alan.

Akhirnya Nalla turun dari pangkuan Alan dan menduduki dirinya lagi disebelah suaminya, tidak lupa menatap tajam kearah Genta.

"Kita sambung besok." Ucap Alan kepada Genta.

"Loh, data diri kita belum selesai Lan, dikit lagi nanggung_____"

"Udah deh, Alan kan maunya besok!" Potong Nalla ikut menimbrung.

Membuat pandangan Genta berbeda seketika.

"Pulang aja dulu, besok gue hubungi lagi." Ucap lagi Alan yang kini menutup laptopnya.

Genta lalu menyusun barang-barangnya dan memasukinya ke dalam tas. Setelah itu ia pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pamit.

Seketika senyum Nalla terbit.

Alan berjalan menuju pintu, setelah itu mengunci pintu kembali dan berjalan mendekati Nalla.

"Kenal?"

Nalla mengangguk. "Kakak kelas waktu SMP. Tapi gue gak suka aja gitu liat dia." Cetus Nalla.

Alan mengangguk paham. "Bagus." Jawabnya yang kini mengambil laptop dan beberapa berkas dimeja.

"Kok bagus?" Tanya Nalla.

Alan kini menatap Nalla sayu sambil menghela napas. "Ayo katanya mau ditemenin tidur." Ajak Alan yang kini merangkul bahu Nalla dan membawa cewek itu kekamar.

________________


"Mau nonton?" Tanya Alan yang kini duduk diatas ranjang. Begitupun Nalla, ia sudah merebahkan tubuhnya dan menyelimuti hingga sampai ke leher.

"Mau..." Jawab Nalla sambil berbinar.

Alan berjalan mendekati televisi dikamarnya, lalu menghidupkannya. "Nonton film horor..." Ujar Alan yang kini kembali ke ranjang dan merebahkan tubuhnya disebelah Nalla.

"Kok horor sih, yang romantis dong."

"Gak, gak ada romantis-romantisan." Jawab Alan.

Nalla memanyunkan bibirnya. "Lo emang gak bisa romantis!"

Alan mengalihkan tatapannya yang kini menatap Nalla dengan helaan napasnya. "Sini deket gue kalo lo mau romantis."

Nalla yang memang sedari tadi ingin mendapat pelukan dari suaminya langsung mendekat kearah Alan dan memeluk cowok itu dengan erat.

"Nonton, jangan tidur." Perintah Alan.

"Takut..."

"Gak seru lo."

"Oke, gue nonton." Akhirnya Nalla memberanikan diri untuk melihat kearah televisi. Walaupun baru di awal cerita, Nalla sudah mendadak dibuat merinding melihat tempat didalam film tersebut.

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, Nalla semakin mencari celah agar tubuhnya hangat dipelukan Alan.

"Gue matiin aja ya TV nya." Ujar Alan.

"Iya." Jawab Nalla yang kini melepaskan pelukannya.

Alan lalu memencet tombol OFF pada remot. Lalu meletakan remot kembali ke atas nakas. Baru saja ia akan memeluk Nalla kembali, cewek itu langsung terduduk sambil menangis.

"Kenapa?" Tanya Alan khawatir.

"Gue bakal rindu sama lo, Alan." Ucap Nalla sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Alan langsung menarik Nalla kedalam pelukannya. Lalu mengelus punggung Nalla perlahan dan...

"Alan, sakit!"

Sontak Alan langsung melepaskan pelukan mereka. Acara sedih-sedihan berubah menjadi tatapan tajam dari Nalla.

"Luka gue..." Ucap lagi Nalla sambil merengek seperti bayi.

"Maaf."

Nalla masih berwajah kesal.

Alan lalu menghela napasnya. "Udah dikasih obat?" Tanya Alan.

Nalla menggeleng.

Sudah Alan duga, lalu cowok itu mengambil sesuatu dari dalam nakas yang ada disamping ranjangnya.

Lalu Alan merentangkan tangannya, dan segera memperbaiki posisi duduknya. "Peluk gue sekarang." Perintah Alan, membuat Nalla mengerutkan dahi.

"Ayo, peluk. Mau sembuh gak?"

Dengan cepat, Nalla langsung memeluk Alan dengan erat.

Tangan Alan perlahan mengangkat baju belakang Nalla ke atas, membuat Nalla melototkan matanya lalu segera memberhentikan tangan Alan.

"Mau ngapain?" Tanya Nalla seketika deg-deg an.

Alan perlahan melepaskan tangan Nalla yang melarangnya. "Udah diem aja. Gue gak bakal macem-macem, kalo gue macem-macem anggap aja itu pahala buat lo."

Nalla tak berani menjawab lagi.

Alan mulai menarik kembali baju Nalla keatas, lalu segera membuka benda yang ada ditangannya. "Tahan ya, peluk gue yang kuat."

Perlahan, Alan mengoleskan salep itu pada luka Nalla. Nalla sedikit meritih kesakitan. "Lan..." Ucap Nalla sambil memejamkan matanya.

"Tahan sayang..."

Cukup lama Alan mengoles luka tersebut hingga akhirnya, Alan kembali menarik baju Nalla kebawah. "Udah." Ucap Alan.

Setelah itu Nalla segera melepaskan pelukannya sambil tersenyum manis. "Makasihhh.." Ucap Nalla.

"Udah minum obatkan?" Tanya Alan lagi.

Nalla mengatup mulutnya, lalu menggeleng.

_________________

Banyakin sabar atuh mas Alan:v

Next ? Spam komen dulu :D












Continue Reading

You'll Also Like

32.7K 1.1K 60
Gimana rasanya dipossesifin cowok? Seru? Ngeselin, atau romantis? Tapi, kalo yang possesifin itu abang sepupu gimana rasanya tuh? Mau baper, tapi d...
11.8M 738K 55
Sejak orang tuanya meninggal, Asya hanya tinggal berdua bersama Alga, kakak tirinya. Asya selalu di manja sejak kecil, Asya harus mendapat pelukan se...
12.6M 715K 59
Tentang Ketua Osis yang dingin dan seorang Badgirl yang membenci bahasa Inggris. *** "Gue cinta sama lo." Ujar gadis itu tanpa beban "Gue tau." Kata...
11.5M 392K 37
(COMPLETED) Azka Aldric, anak pemilik yayasan yang notabenenya membenci seluruh anggota osis. Aubrey Naiaraputri, ketua osis yang notabenenya membenc...