Inhuman

6.8K 1.5K 645
                                    

"Tapi-kenapa tiba-tiba?"
Aku menggeleng termundur.
"Kenapa tiba-tiba Komander jadi mau ikut membantu, padahal waktu itu dia jelas lebih memilih tutup mata-"

"Kalau bisa memilih, aku lebih baik ikut menutup mata juga seakan tak terjadi apa-apa, tapi percuma! Sudah ada yang mengincar ingin membunuh kita! Kau sungguh tidak bersyukur sekali ada yang mau ikut bantu-"

"Bukan masalah tak bersyukur Pierre! Aku hanya tadi tak mengerti perubahan sikap Komander-"

"Aku bahkan lebih tak mengerti, bagaimana bisa selama ini kau diam pada hal sekacau ini! Jika jadi kau, aku mungkin sudah akan mengadu pada seseorang lain lalu--lalu-"

"Lalu apa? Lagipula siapa yang akan mau mengerti tentang hal ini? Aku pun tak mengerti, kau pun juga tak mau mengerti kan?! Kalian juga nyatanya mau ikut di masalah ini karena sudah keburu tercebur saja. Siapa orang waras yang mau ikut di pusaran masalah seperti ini?!"

Si Putra billioner membuka mulut seperti ingin membalas namun terhenti dengan sendirinya.

Pandangan matanya perlahan menurun ke lantai.

Dengan sendirinya sepertinya ia sadar, tak bisa sembarangan orang yang bisa diberitahu tentang hal ini.

Kuhembuskan napas bergetar.
"Sejujurnya aku juga tak tahu mau melakukan apa."
Mulaiku lagi.
"Semua terjadi begitu saja. Komander menyelamatkan kami, kami bertemu kau, dan kita terseret dalam pertempuran Jepang-hingga Jonas itu-"
Aku menggeleng.
"Pokoknya, apa yang telah terjadi sampai saat ini tak ada sama sekali yang direncanakan. Jika kau tak percaya, tanya saja pada Kadet Silv. Tanya padanya pekerjaan apa yang ku pinta bagi kami bertiga ketika mendarat di kapal Aegis waktu itu."

Pierre sekilas melirik seakan ingin menanyakan pekerjaan apa yang ku pinta namun balik urung sendiri.

"Dan ya kau benar, aku pengecut sekali. Hanya diam saja tentang hal ini. Bersembunyi dibalik badan Aegis. Tapi aku begini juga karena berhati-hati. Aku hanya tak mau sampai salah langkah-"

Ia tertawa mendengus.
"Ini bukan sekedar berhati-hati, tapi ini semacam kau tak punya rencana untuk melakukan sesuatu-"

"Ya-"
Kututup mata berdenyutku sekilas sebelum membukanya lagi.
"Jika saja ditukar,"
Fokusku menurun ke lantai.
"Jika kau jadi aku, apa sekiranya yang harus kulakukan?

Apa yang seharusnya dilakukan olehku dari awal?

Aku tahu memang terlalu naif ingin mengandalkan pikiran mudaku ini sendiri. Naif cenderung bodoh. Aku sudah bisa merasakan kejatuhanku saat memilih menghadapi ini sendiri tanpa meminta bantuan Kapten Ryan ketika ia jelas datang ke Kapal Aegis waktu itu.

Tapi setidaknya aku jatuh sendiri, tak menyeret orang lain-

"I don't know."

Aku menoleh.

"I don't know!"
Ulangnya gusar tanpa memandangku.
"Aku, tak tahu apa yang akan kulakukan jika jadi dirimu."

Keheningan lalu menyelip ke antara kami.

Walau sebelumnya aku merasa sangat enggan, tapi sekarang rasanya aku ingin membahas hal ini hingga tuntas. Hingga membuat mulutku memulai lagi perbincangan ini dengan sendirinya.

"Kalau seandainya waktu bisa diputar, aku akan lakukan segala cara supaya kakakku tak masuk dunia militer. Jangankan masuk. Berdiri didepan gedung militer saja pun jangan."
Aku tertawa kecil sendiri.
"Tapi seperti kata Ayahku, percuma tenggelam dalam berandai-andai. Lebih baik tenggelam dalam memikirkan cara untuk memperbaiki diri-"
Aku lanjut menoleh pada Pierre.
"Maaf sebelumnya aku membawa-bawa Ayahmu dalam perbincangan ini."

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang