Chivalry

9K 2K 766
                                    

"Pierre!"
Aku menoleh mungkin untuk keseratus kalinya.
"Pierre status!"

"Belum muncul! tapi jelas semakin dekat-"

O ampun!

Rasa-rasanya aku menyesali rencana ini.

Setelah membagikan senjata yang sungguh sangat seadanya milik keempat pria Jepang yang hampir ingin menghabisi kami sebelumnya, helm Pierre selesai Reboot dan tersambung pada Komander.

Dilanjutkan berembuk tak sampai tiga menit, Komander mengutusku untuk berjalan terdepan memimpin rombongan keluar dari gorong bawah tanah ini, memposisikan Vincent dan Pierre sebagai pelindung terbelakang bersama Sato dan satu polisi bagian admin itu.

Tadinya, rombongan Pierre Vincent masih terlihat, sekitar dua puluh orang. Beberapa dari mereka memapah manula, ada juga yang mendorong barang bawaan yang ditaruh dalam gerobak dorong.

Terlihat sekali sebagian dari mereka merupakan sekelompok gelandangan
yang ikut terlupakan dalam penyelamatan massal warga minggu sebelumnya.

Dan sekarang mereka sudah tak terlihat dibelakang. Bahkan siluet bayangan mereka tidak terlihat dari kejauhan.

"Aduh Pierre demi Tuhan!"
Sentakku lagi,
"B-bisa kau percepat langkah kalian semua yang dibelakang?-aku jadi tak bisa melihat-tolong jangan terlalu jauh jarak kalian!"

"I can't Lucian!"
Desisnya segera.
"Para manula kan memang tak bisa melangkah cepat."

Aku menarik napas.

Hampir lima kilo memang kami harus berjalan menuju sebuah jalan tembus keluar yang teraman namun bukan terdekat. Dan harus berkali-kali juga meyakinkan semuanya agar mau berjalan sejauh itu untuk datang ke titik jemput tim militer kapal Aegis akibat trauma mereka yang hanya ditinggalkan begitu saja sebelumnya.

Aku sampai memikirkan mereka yang paling tua ditaruh berjalan dideret paling depan, (dibelakangku) untuk mengontrol kecepatan langkah semua rombongan demi menghindari ada yang tertinggal.

Dan pastinya ditolak oleh Komander, dengan alasan lebih baik terselamatkan sebagian dari pada tak ada yang selamat sama sekali.

"Bagaimana dengan Archie-"

"Masih pingsan- semoga dia tak apa-apa-Sato saja sudah sadar kenapa dia tidak-"

"E-entahlah. Tubuhnya sudah mengalami syok hebat, sebelumnya juga ada cidera wajah dan lehernya-"

"AAAAAAAAAAA!"

Diriku yang sudah tertinggal beberapa langkah sontak balik berlari menembus baris terdepan akibat jerit histeris beberapa penyintas.
"Apa? Ada apa?"
Aku menoleh kedepan pada si pegawai kantor pemegang pedang lalu melihat melalui pundaknya, jalur baru dengan selokan pada kiri kanan yang alirannya menyeret serta beberapa zombie bertubuh tidak lengkap berusaha keras menangkap tepian lantai gorong yang licin.

GRAAA!GRAAA!

"Tidak apa-apa-"
Kataku berusaha tak terpengaruh.
"I-ni zombie level satu-"
Kuacungkan pistol ketepian mengarahkan para penyintas supaya menjauh dari pinggir.
"Jalan saja cepat, mereka terlalu lemah untuk memanjat!"

"Apa?! Didepan ada zombie ju-"

"Tidak Pierre--iya-- tapi mereka terendam selokan dalam tak bisa memanjat-tak usah khawatir-"
Mataku bergeser ke atas kanan, melihat pemberitahuan status rebootku yang akhirnya menyentuh delapan puluh persen.

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang