Visitor

8.4K 1.6K 588
                                    

Pikiran determinasi positifku sudah hilang entah kemana dan digantikan oleh rasa nyeri di sekujur tubuh saking ketakutan.

Apakah benar Pierre akan memberi kesempatan dua hari?

Lalu kami akan lari kemana?

Kau bahkan belum ada bahas ini ke Regi!

Ku genggam erat dahi.

Oh Tuhan tidak!

Mungkin jalan keluar sudah ada sebelumnya lewat Pierre.

Walau terdengar gila, mungkin seharusnya terima saja tuduhannya bahwa kami terlibat dalam penjualan narkoba. Sehingga walau tetap jadi masalah juga tapi tidak jadi separah ini.

Tapi disatu sisi aku terlalu takut jika tak jujur sedikit pun, Pierre nanti takkan menganggapi apa yang telah terjadi hari ini dengan serius. Ia bahkan jelas tadi masih mengelak, menganggap itu hanya gembel gila yang sekedar meneror.

"Ehm-"
Dehamku.
"Hei-Pierre."

Si putra bilioner sudah semakin jauh saja melangkah di depan, jelas sengaja ingin berjarak dengan kami.

Tapi syukurnya selama melangkah menuju luar kapal, kami belum ada berpapasan dengan penghuni lain yang bisa saja berusaha menghentikan kami untuk menanyakan ulang tentang apa yang telah terjadi pagi tadi.

"Pierre!"
Kuputuskan untuk menyusuli, Vincent pun mengikut pergerakanku.
"Dengar-"
Kutepuk langsung bahu kanannya ketika tepat berada dibelakangnya.
"Aku--hanya ingin tahu--pertemuannya dibelakang kapal kah? Maksudku- ini jalur yang sama kita tadi pagi sebelum berpapasan dengan Jo-"

"Jangan beri aku nada itu Lucian-"
Pierre mendorong tanganku lalu mendesis.
"Kau tak layak memberi nada curiga seperti itu- dan what the hell jangan sebut nama si penembak!"

"Oke-oke tak maksud beri- maksudku-- dalam hal apa sampai ada pertemuan mendadak antar negara seperti ini?"

"Tak tahu! yang jelas itu perintah komander!"

"Oke-baiklah." Tutupku langsung.

Padahal sungguh berharap sekali kami tak perlu melakukan pertemuan apapun hingga tiba hari kepergian nanti.

Pierre tiba-tiba berhenti melangkah seakan habis membentur tembok kasat mata.

"A-ada apa?"
Gagapku jadi menyetop langkah juga.

"Kenapa berhenti?"
Vincent pun dibelakangku ikut bertanya-tanya.
"--pintu keluarnya cuma beberapa langkah lagi didepanmu."

"Kubilang-"
Pierre memutar badan dengan kasar.
"-berhenti memberiku nada seperti itu! Tahu tidak?! aku bisa panggil keamanan tadi supaya kalian langsung dijatuhkan dari kapal ini sehingga aku bisa lanjut minum-minum santai lagi!"
Kedua tangannya menelungkup menutupi wajahnya.
"Oh Tuhaan-apa yang harus kuperbuat sekarang?"

Aku melirik Vincent sebelum memandangi penuh kasihan pada Pierre.

Aku mengerti sekali perasaan ketakutannya.

Dan rasanya dia benar.

Jika situasi dibalik, tanpa berpikir aku juga akan segera memanggil bagian keamanan.

"Yang kalian ucap tadi--itu serius? Tentang wabah--dan si penembak menyecar kalian?"
Pierre masih mencoba-coba.
"Bukan alasan buatan karena kalian ingin mundur--karena ini rasanya mustahil--maksudku bagaimana bisa?"

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now