Stranded

8.1K 1.5K 1.1K
                                    

Kapten Ryan, syukurnya tak ada menolak genggaman tanganku.

Bahkan jemari dinginnya menggenggam balik, namun badannya masih membeku, terpaku saja ditempat.

Aku bisa melihat dengan jelas dari sorot matanya yang mengekspresikan apa yang sedang ada di dalam pikirannya yaitu teror-trauma.

Burn Alive.

Di bakar hidup-hidup.

Cara semengerikan itu bahkan sampai berani dilakukan.

"Kau akan menangis, menyesali peluru yang ditembakkan Jonas tak bersarang di kepalamu hari ini."

Aku menarik napas.

Benar sudah harapanku semenjak kekacauan wabah zombie ini terjadi.

Harapan yang bahkan kuungkapkan juga pada Reginald juga.

Harapan jangan sampai kedua orang tua kami di atas sana di ijinkan oleh Tuhan melihat ke bawah, melihat keadaan anak-anaknya saat ini.

Melihat bagaimana anak-anak mereka ini telah menjadi sumber bencana.

Anak-anaknya ini, sudah menjadi sumber kesengsaraan bagi orang lain.

Bagaimana bisa keluarga Aulian menjadi sampai seperti ini, Tuhan...

Jika punya waktu yang banyak, aku rasanya mau langsung sujud saja di lantai sambil mengucapkan maaf atas segala celaka yang jadi menimpa dirinya.

Tapi karena hanya punya sedikit, atau sebenarnya bisa dibilang tak punya waktu sama sekali, dan untuk menghindari diri ini jadi menangis lagi, aku lanjut saja memasukkan kembali ke saku, kacamata night vision serta masker yang sebelumnya kuhempaskan ke lantai lalu menarik lagi tangannya mengajaknya pergi.

Kalau saja Regi ada disini, aku mau tahu bagaimana responnya terhadap semua kegilaan ini

"Luce-Lucy-tunggu-"
Setelah beberapa langkah maju Kapten tiba-tiba agak menahan tarikanku. Sebelah tangannya yang bebas terangkat, mengusap-usap mata.
"Penglihatanku-umm--agak kabur jadi tak bisa bantumu cari tempat aman-"

"Tak masalah."
Balasku cepat dengan setengah tertawa, demi menghilangkan panik bersalah yang terdengar jelas dari suaranya.
"Biar aku ya yang jadi matamu sekarang. Gantian, kau pernah jadi mataku di gelapnya Hotel Crown waktu itu."
Kutarik tangan kirinya sekarang kebahuku.
"Jalannya sambil sender saja padaku sini. Kau seperti sempoyongan."

Anehnya tampang Kapten Ryan seperti heran sekali, terkesan baru pertama kali ini aku mau bantu memapah seseorang ketika berjalan.

"Kau kenapa?"
Aku jadi bertanya diantara sela herannya.

"Bukannya kau su-dah sama sekali tak mau diasosiasikan dengan diri-ku?"

Aku mengerenyit.

Asosiasi?

Tiba-tiba kemampuan berbahasa Indonesia-ku jadi mandek.

"Maksudnya gimana? Asosiasi ? Tak mau asosiasikan dengan dirimu? Hahah! Sejak kapan kita itu asosiasi? Memang kita gabungan firma dagang apa?"

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now