RED CITY : ANNIHILATION

Benign

"Ya,"

Kupindahkan ponsel ketelinga kiriku sambil memijiti dahi.

"Kurasa batal deh datang kesana-"

"Ayolah baru jam delapan ini kok Luce, kesini saja nyusul! Semua mencarimu!"

Kuhembuskan napas panjang.

"Aduh bagaimana ya Steph, habis rasanya capek sekali pengen cepat tidur saja sekarang-"

"Euh! Kau kan padahal yang pertama setuju ide kegiatan nginep dirumahku plus barbekuan ini-"

"Iya memang sih haha,"

Kupandangi penuh nanar, satu tas tangan yang tergeletak dilantai sebelah tempat tidurku.

Tas yang memang sudah kusiapkan sebelumnya untuk acara menginap akhir pekan ini.

"Pasti ramai ya disana?"

"Ya iyalah, lebih dari setengah anak kelas kita datang kesini. Mereka lagi di halaman luar sekarang, dengar deh-"

Bunyi jendela mengayun terdengar ditelingaku sekarang, disusul suara kumpulan orang yang bernyanyi riuh diiringi suara petikan gitar.

"Bagaimana?"
Lanjutnya diantara suara sayup nyanyian.

"Wah,"
Responku.

"Terdengar seru ya-"

"Emang seru! Sebentar lagi mau mulai barbekuannya!"

"Oh ya sudah besok pagi saja mungkin aku akan susul datang-"

"Ya okelah Luce,"
Ia akhirnya menyerah.
"Tapi kau jadi tak ikut acara nginepnya deh,"

"Iya, next time saja adakan lagi acara nginep, tapi disekolah-"

"Idih ngapain? memang tak dengar cerita satpam sekolah kita katanya baru lihat hantu duduk di ring basket-"

"Nah itu dia kan bikin jadi lebih seru lagi-"

"Au ah luce!"

Aku mendengus, bisa merasakan sahabatku ini pasti sedang memutar bola matanya keatas.

"Eh aku dipanggil nih buat nyalain panggangan, besok lanjut cerita tentang kekesalan kau di acaramu itu ya-"

"Ya--Huaamh-"
Kupalsukan kuapan.
"Bye! sampai jumpa besok Steph."

"Oke! Kusimpankan nanti daging panggangnya untukmu! Bye luce!"

Ia pun menutup sambungannya.

.

.

Aku merenung, memandangi jalanan luar lewat jendela dihadapanku.

Memang masih terlihat ramai. Banyak mobil motor masih lalu lalang. Tentu bisa pesan taksi menuju rumahnya.