Crossing

8.4K 1.6K 706
                                    

Sebuah tangan dingin menarik-narik bahuku.
"Hei kau lagi bicara dengan siapa? Hei Luce!"

Aku menoleh sekilas pada wajah Pierre yang sudah sepucat kertas.

"LUCY!"

"Apa itu suara si putra billioner?"

Aku menarik napas tegang.

Oh God jangan seret Pierre juga-

"Maaf kami telah meremehkanmu sebelumnya. Kirimkan salam kami untuk aliansi barumu yang kuat itu."

"Kalian!-"

Tik!

Aku merabai komunikasi ditelinga setelah mendengar nada itu.

Hening. Tak ada suara balasan lagi.

Sambungan komunikasinya telah diputus.

"LUCY-"

"P-pierre!"
Aku berbalik dengan wajah memanas, mau menangis saking pusingnya.
"Dengar, ada hal penting-"

"Tuan Malstrom! Tuan Malstrom!"
Seru satu tentara yang berjongkok berusaha menekani luka diperut sang penembak itu.
"Dia takkan lama lagi, lukanya terlalu parah!"

"Memang dia itu sekarat!"
Pierre berdecak kesal berjalan meninggalkanku yang sekarang berusaha menahannya.
"Sudah kubilang kenapa kalian menembak perutnya?! Kenapa tidak kakinya saja-"

"Pierre!-kumohon tunggu dulu ada hal yang-omyGod!"

Orang yang rasanya harus paling terakhir dapat penjelasan tentang hal ini malah muncul.

"LUCEY!"
Panggil kakakku dari kejauhan, ia berusaha mendorong maju melewati kumpulan orang yang mulai ramai berdatangan ingin ikut menyaksikan insiden penembakan.

I-ini bagaimana?!

Aku kalang kabut bergantian menatap Pierre masih saling adu kesal dengan para tentara dan Regi yang atas bantuan seorang tentara memperbolehkannya untuk melewati barisan masa penyintas.

"Oh ya ampuun-"
Gerutuku sambil memutuskan berlari menghadang Kakakku.

"Lucy bagaim-"

"Eh!"
Tahanku segera tepat setelah berada didepannya. Kutariki kencang lengannya supaya kembali bergerak mundur.
"Nanti saja kita-"

"Tunggu- itu pelaku penembaknya-"

"Iya dia sudah tertembak di perut dan sekarat-"
Kutarik terus Regi mundur. Kubuka asal sebuah pintu disebelah kiri kami supaya bisa berbicara disitu.
"Kau kok bisa turun? Katanya akses naik turun diblokir-"

Regi akhirnya membalikkan badannya.
"Ya kan bisa terobos saja tangga daruratnya-"
Dahinya mengerut.
"Kau nangis?"

Aku mengerjap-ngerjap.
"Tidak-"

"Ada apa?!"

"Enggak--"
Aku bergeser kesamping ingin mengajaknya keluar ruangan lagi.
"Enggak apa-apa aku cuma-"

"Lucy,"
Malah ia yang gantian memberhentikanku.
"Hmm?"

"Hmm?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang