Glass

4.5K 1.2K 1K
                                    

Menurut pepatah, mata adalah jendela hati manusia.

Kau bisa melihat keadaan hati sesungguhnya lewat mata walau seorang di hadapanmu itu mengeluarkan banyak ekspresi wajah dalam satu waktu.

Dan untuk saat ini, aku bisa mengerti apa yang dimaksud dalam pepatah itu lewat cermin yang menampilkan wajahku ini.

Cermin besar kamar mandi dimana saat ini aku termenung.

Terimakasih karena keluarga Malstrom, disaat stress ini, tubuhku masih terlihat normal, tak jadi mengurus, tak terdapat sedikit pun terlihat kerutan, atau cekungan pada mata, pipi.

Terimakasih juga untuk Sophia yang tiap hari share apa yang dia punya untukku. Seperti sabun, shampoo mahal, lotion kulit, skin care wajah, make up, parfum bahkan.

Aku melihat bagaimana sehatnya terlihat rambutku. Bibirku bewarna merah muda lembab, tak terlihat jejak haus atau kelaparan. Kulitku bahkan terlihat bercahaya.

Dulu aku hanya menyadari perubahan yang dialami Vincent. Bagaimana ia semakin sehat, cekungan wajahnya menghilang, rambutnya mengkilat ketika diterpa cahaya matahari.

Benar-benar berubah menjadi Malstrom sejati.

Seperti diriku juga.

Si Aulian kecil. Aku bertumbuh tidak dalam berkekurangan juga. Namun cukup.

Tapi kuakui, diriku ini terlihat berbeda setelah beberapa lama selalu bersama, dibawah naungan dari Malstrom-Reese.

Namun mata ini, ya Tuhan.

Mataku ini tak bisa bohong.

Aku ingat ketika masih jaman sekolah dulu. Aku bisa melihat betapa cerah mataku. Begitu polos, jernih.

Sekarang, mataku terlihat berurat, mirip seperti Regi ketika ia terbangun sehabis menghadapi mimpi buruknya saat di kapal Aegis dulu.

Dan meredup. Aku menyadari akan hal itu.

Believe me, he would hurt you.

Kupejamkan mata.

Terngiang-ngiang lagi ucapan Vincent pada saat video call tadi.

He even would hurt you by his own hands.

Perbincangan kami singkat namun cukup membuat mood ku terjun bebas ke dalam jurang.

Tapi memang itu pantas diperingatkan Vincent untukku.

Kebenaran menyakitkan bukan?

Setelah Vincent menyebut tentang tidakkah dia hebat jika benar dia bisa menguasai semua makhluk kanibal itu, aku memberi jawaban sedikit menyanggah.

"Apa kau tak khawatir Vincent?"
Hembusku jelas jadi memotongnya momen bahagianya.
"Jikalau itu benar, kau bisa kendalikan-kebal dengan semua makhluk kanibal itu-"

"Kenapa harus jadi khawatir?"

"Maksudku kemungkinan hanya kau didunia ini yang punya kekuatan seperti itu-"

"Lalu? Apa poinmu dalam hal ini?"

Aku jadi terkekeh sekilas mendengar Vincent berubah nada seperti Karl Malstrom.

"Poinku tidakkah kau takut, Vincent? Kau bisa jadi incaran utama oknum jahat atau bahkan baik. Mereka pasti akan penasaran sekali denganmu. Mencarimu-"

"Lho bukannya sudah seperti itu dari kemarin? Seperti contoh, Jonas yang datang, aku tahu kok dia tak hanya menyecarmu."

Vincent lanjut menghembus. Ia amati diriku sekilas dalam keheningan sebelum melanjutkan.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now