Reality

4.2K 1K 460
                                    

Tak bisa dipungkiri, aku mengenal Kapten Ryan memang dalam waktu singkat sekali.

Singkat, dua minggu pun rasanya tak sampai. Namun rasanya seperti sudah lama sekali aku mengenalnya. Akibat semua tantangan yang kami sama-sama hadapi, ditambah rasa duka kehilangan kawan seperjuangan, Felix.

Aku takkan pernah bisa melupakan perjanjian terakhir kami, impian terakhir Felix ingin kami menjadi satu tim di bawah Regi.

Sampai saat ini masih sesak sekali jika diingat bagaimana kami duduk bersama dengan penuh optimisme melemparkan berbagai rencana dengan penuh harap.

Nanti kami akan begini, kami akan begitu.

Tapi begitulah kehidupan.

Satu-satunya yang tak pasti dari hidup adalah kehidupan itu sendiri.

Dan selama semua tantangan dilemparkan semua pada kami, tak pernah satu kali pun ketika itu, satu kali saja aku melihat Kapten Ryan tertunduk.

Tertunduk seakan kalah.

Dengan jelas aku balik teringat kesan pertama melihatnya ketika masuk ke dalam hotel Crown.

Ia terlihat tinggi sekali menjulang sampai membuatku tak bisa lepas memandangnya.

Dan pembawaannya.

Pembawaannya terlihat tenang sekali.

Tenang, yakin.

Karena jika boleh jujur, aku sempat khawatir parah saking dihujani pikiran paranoid. Seperti bagaimana jika jemputan gagal, bagaimana jika para tentara datang namun kami semua tak saling bisa akur bekerja sama, serta ketakutan kekhawatiran serangan zombie sehingga kami akan terjebak selamanya di Jakarta.

Tapi saat aku melihat Kapten Ryan. Seketika itu juga aku bisa merasa tenang, aman, yakin.

Yakin semua akan terkendali. Sampai Regi nanti mengirimkan heli kedua. Mengangkat kami semua dari hotel Crown.

Namun sayangnya keadaan jiwa Kapten saat ini jelas sudah berbeda sekali.

Aku bahkan tak tahu mau memberi nasehat apa, aku saat ini hanya mampu membalas tatapannya yang penuh sekali dengan keraguan, keputusasaan selama Chef Yuan disana masih bersi keras bahwa ada akan sosok pemimpin militer yang akan membalas perbuatan kelompok Arion.

Karena jika ditelurusi kebelakang, rasanya aku belum pernah mengalami kehilangan akibat direnggut, direbut secara tak adil.

Kehilangan besar memang pernah kualami, seperti dulu masa kelam ketika kehilangan orangtua lalu Regi yang pergi saja meninggalkanku. Tapi keluargaku itu memang diberi untukku, bukan suatu hal yang kuusahakan sendiri.

Aku belum pernah merasakan bagaimana mengusahakan selama bertahun-tahun untuk mencapai sesuatu, impian posisi semisal, kemudian berhasil dan tak lama dari itu dipaksa cabut lagi dariku begitu saja.

Pasti rasanya tak mengenakkan- eh apa itu?

Pandanganku bahkan Kapten Ryan jadi teralih pada sesuatu yang berkedip-kedip menyala dibawah kami.

Dan aku menyadari kedipan itu keluar dari jam tanganku yang padahal sudah disetel dalam keadaan normal stand by saja.

New Order Request
-Confirmed-

New Order Request-Confirmed-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang