Entangled

14.9K 2.6K 493
                                    

Seharusnya, aku mengkhawatirkan akan kemana speedboat militer ini melaju membawa kami.

Tapi sekarang fokusku malah lebih kepada mengawasi Regi, yang masih dalam keadaan tak sadar didepanku.

Ia saat ini dibaringkan dilantai perahu, dengan kepalanya terkulai kesamping. Sekilas terlihat seperti orang yang sudah mati, terlebih bau logam tercium menyanter dari luka badannya.

Si pria pod yang sudah balik sadar juga tak luput dari perhatian. Ia untungnya hanya diam berselonjor duduk, dengan punggungnya menyender dikaki kursi perahu. Kepalanya yang tertunduk layu membuatnya terlihat seperti orang mengalami pengar karena habis mabuk.

Dan tubuhku sendiri rasanya, melemah. Walau aku berusaha melawannya.

Entah karena pengaruh adrenalin sudah menghilang, hingga rasa sakit mulai bermunculan. Otakku bahkan tak henti berdenyut-denyut, mendorong bola mataku hingga menyebabkan rasa nyeri pusing dikepala.

Rasa sakit itu yang menahanku tetap diam ditempat duduk, seraya menghangatkan diri dalam jaket hitam Regi yang berhasil kuambil sebelum kabur pergi dari kobaran api di ruangan itu.

Dua tentara 'penolong' saat ini hanya diam tak mengawasi kami.
Mereka fokus menatap kedepan, pada setir speedboatnya.

Mereka hebat, kuakui.

Mereka berhasil dengan cepat memapah Regi dan pria pod itu, membawa kami turun lewat geladak atas dengan seutas tali tambang.

Hingga kami bisa selamat.

Setidaknya untuk saat ini.

Dan setelah naik speedboat, tak sekalipun ada niat terlintas dihati untuk menolehkan kepala kebelakang.

Aku tak perduli apa-apa lagi, hanya ingin pergi menjauh dari pulau itu.

Dan dari Dokter Davian.

Ia sudah mati, memang.

Sangat.. sangat mati.

Walau, tak memungkiri 'jasanya', dalam membuka pikiran naifku ini tapi harus diakui, baru kali ini aku merasa senang amat sangat atas matinya seseorang.

Oh ampuni aku Tuhan.

Aku, hanya senang mengetahui bahwa ia takkan bisa memperdaya pikiran orang lain lagi.

'Tak mengerti juga ya Aulian, kisahku ini?'

Aku berjengit. Wajah mengesalkannya terputar begitu saja dipikiran.

'Tak mau menyebut masuk neraka lagi?'

'Atau..

..aku jadinya masuk neraka bersama Aulian?'

"Oh diam!"
Geramku pada diri sendiri.

Sial!

Aku menghembuskan napas kencang dengan pandangan jatuh kembali pada mata saudaraku yang masih terpejam.

.

.

Sejujurnya, masih ada sangkalan dalam hati ini tentang perbuatannya.

Walau, melawan dengan apa yang telah kulihat dan kudengar dari arsip rekaman itu.

'Please Aulian! Help me!'

Aku menggeleng getir.

Teriakan pilu memohon tentara itu rasanya akan menghantuiku terus seumur hidup.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now