Selfless

6.8K 1.5K 1.2K
                                    

Aku sungguh berpikir karena tekanan beban hidup yang berat membuatku jadi berhalusinasi mendengar nama Kapten Ryan,

dan aku pun lebih memilih sudah jadi gila daripada harus menghadapi situasi parah seperti ini.

Karena nyatanya itu benar dia, Kapten Ryan.

Doa yang sudah lama sekali kupanjatkan dan dikabulkan tepat saat ini juga.

Aku sampai mengeluarkan tawa jerit kepada langit.

"Tuhan,"
Protesku di sela tawa-tawa histeris.
"Tuhan, benar aku selama ini minta-memohon, supaya suatu saat bisa bertemu kembali dengannya, tapi bukan dengan situasi seperti ini juga!"

"Hei Lucian kau bicara dengan siapa?"
Uncle Cyril malah yang menanggapi.
"Aku tak mengerti bahasamu! Apa kata mereka? Apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini?"

"Nona Lucian?"
Jimmy ikutan menyeplos diantara wajah heran mercenaries lain.
"Kau kenapa terus tertawa sendiri begitu?"

"Kenapa diam saja Ryan?! Jawab sesuatu! Ini nyawa dan karier mu dipertaruhkan! Antara hidup dan mati dirimu ini!"

Oh Tuhan tidak!

"Uncle!"
kutarik tas ransel dari punggung membuka cepat resletingnya untuk mencari perangkat kacamata Night Vision sambil menekani terus penyambung interkom di telinga.
"Aku bisa langsung tersambung sendiri dengan mata Drone-nya Russel kan?"

"I-iya-tapi buat apa?"

"Dia membutuhkan pertolongan-"

"What? gimana?"

Aku mengabaikan Uncle Cyril, segera memakai night vision glass lalu menyebutkan kalimat aktivasi sambungan Drone.

"Russel, Follow My Lead! Share your eyes to me!"

.

.

.

Voice Recognition Success!

[Welcome, Captain]

Para tentara pengiringku pun ikut memakai night vision glass masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para tentara pengiringku pun ikut memakai night vision glass masing-masing.

-You are connected to your team-

-C-

-Kommandan A-

-J-

-T-

-N-

"LUCIAN? Kau jadi mau menolongnya?"

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang